Sabtu, 09 Oktober 2010

keamanan Nasional

KEAMANAN NASIONAL
Oleh : Juanda Sy, M.Si (Han)

     Undang-Undang Dasar 1945, telah mengalami 4 kali amandemen yang menghasilkan beberapa perubahan mendasar, perubahan petama mengubah pasal 5 ayat (1), pasal 7,9,13 ayat (2), pasal 15,17 ayat (2) dan (3), pasal 20 dan pasal 21. Bab XII berjudul "Pertahanan dan Keamanan Negara" dan ditetapkan pada tanggal 19 oktober 1999. Pada tanggal 18 Agustus 2000, MPR kembali menetapkan berubahan dan atau penambahan pada pasal 18, 18A, B, pasal 19, pasal 20 ayat (5), 20A, 22A,22B , Bab IX A, 25E , Bab X, pasal pasal 26 ayat (2) dan (3), pasal 27 ayat (3), Bab X A , pasal 28A, 28B, 28C, 28D, 28E, 28F,28G,28H,28I,28J, Bab XII, pasal 30, Bab XV pasal 36A,36B dan 36C. Demikian juga pada tanggal 10 Agustus 2002 MPR juga menetapkan perubahan ke 3 UUD 1945, yang pada risalah rapat paripurna ke-5 Sidang tahunan MPR tahun 2002 ditetapkan UUD 1945 setelah ada perubahan dan penambahan pada amandemen ke 4 sehingga naskah tersebut menjadi naskah lengkap UUD 1945 yang menjadi pegangan bangsa Indonesia sampai sekarang.


     Dalam tulisan ini tidak diarahkan untuk membahas amandemen Undang- undang, tetapi dikhususkan untuk mendalami pasal 30, dihubungkan dengan adanya fenomena yang terjadi beberapa tahun terakhir setelah berlangsungnya proses Reformasi. Pada naskah awal UUD 1945, bab XII pasal 30 hanya terdiri dari 2 ayat : (1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan (2) Syarat-syarat tentang pembelaan negara diatur dengan Undang-undang. Setelah 4 kali amandemen, pasal 30 menjadi 5 ayat : (1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung, (3) TNI terdiri atas Angkatan darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara, sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. (4) Polri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum sedangkan Ayat (5) Susunan dan kedudukan TNI, Kepolisian negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan TNI dan Polri dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.

Dari pasal 30 tersebut, dapat diambil suatu pemahaman bahwa antara TNI dan Polri, diperlukan suatu hubungan kerja yang dapat  menjalin suatu kebersamaan dalam melaksanakan tugas negara, sebagai alat negara, meskipun pada saat ini masing-masing mempunyai tugas dan fungsi masing-masing yang secara harfiah terpisah, namun dari kedua tugas tersebut, terdapat tugas lain yang menjadi suatu keraguan, bagaimana pengelolaannya dan siapa yang seharusnya bertanggungjawab.


Namun demikian, parlemen mungkin sudah berencana dan berfikir bahwa tugas yang masih belum dapat diserahkan kepada salah satu apakah kepada Polri atau kepada TNI, karena tugas tersebut memang tidak hanya menjadi tanggungjawab masing-masing Institusi, tetapi seluruh unsur dalam negara harus ikut terlibat untuk menangani permasalahan yang bersifat nasional. Bila kembali kepada pasal 30 ayat (3) yang menyatakan bahwa tugas TNI sebagai alat negara mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara, seharusnya tugas TNI sudah sangat jelas, yaitu harus mampu mempertahankan, melindungi dan memelihara kedaulatan negara dan keutuhan negara dari setiap ancaman terhadap keutuhan negara dan kedaulatan negara. Sementara Tugas Polri juga sangat jelas, yaitu menjaga masyarakat, melindungi masyarakat, mengayomi masyarakat, melayani masyarakat dan menegakkan hukum. Mayarakat adalah bagian dari negara, yang secara spesifik sudah jelas bukan diartikan sebagai negara. Meskipun jangkauannya secara nasional, diseluruh wilayah Indonesia, tetapi hanya ”rakyat” bukan Negara.



Bila mempelajari ilmu tentang negara, pembentukan sebuah negara dibutuhkan 3 unsur yaitu adanya wilayah, adanya rakyat dan adanya pemerintah. Dengan pandangan ini, tugas Polri yang dinyatakan sebagai menjaga, melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat, tidak berarti masyarakat disamakan dengan negara. Karena untuk menjadi negara, selain rakyat (masyarakat) masih dibutuhkan 2 unsur lain yaitu wilayah dan pemerintah. Dengan pandangan ini maka TNI tidak boleh lagi ada keraguan dalam melaksanakan tugas, yaitu melakukan upaya untuk mencegah terjadinya ancaman terhadap keutuhan negara dan kedaulatan negara ( negara dalam arti wilayah, rakyat dan pemerintah). Karena negara mengandung arti yang lebih luas karena 3 unsur pemebntukan negara berada didalamnya.


Bila mendalami tentang kedaulatan, maka pengertiannya adalah bahwa semua otoritas tidak dipengaruhi oleh fihak lain, sehingga tidak ada ketergantungan oleh fihak diluar negara. Sehingga apabila ada permasalahan, dimana otoritas tidak lagi sepenuhnya dipegang oleh negara, maka TNI harus dapat melakukan tugasnya yaitu mempertahankan,melindungi dan memelihara negara agar jangan sampai kedaulatan terganggu, yang berarti tugas TNI sangat luas, yang untuk dapat melaksanakannya, tidak mungkin dilakukan sendiri, karena bidang-bidang yang harus tetap berdaulat, masing-masing telah diserahkan kepada pemangku kepentingan masing- masing. Namun bila bidang tersebut terganggu karena otoritasnya terganggu dan dapat diintervensi fihak lain, maka TNI harus bertindak. Agar segala hal yang berhubungan dengan kedaulatan dan keutuhan ini dapat dipertahankan, dilindungi dan dipelihara, dibutuhkan sebuah kebijakan dan disetiap negara menamakannya Undang-undang Keamanan Nasional ( National Security).


Bila mendalami tentang keutuhan negara, maka segala hal yang berhubungan dengan upaya yang menyebabkan negara (3 unsur) terancam tidak utuh, maka tugas TNI untuk mempertahankan, melindungi dan memeliharanya. Sebagai contoh, bila ada sekelompok orang yang berusaha membentuk negara, atau merubah ideologi, separatis yang ingin memisahkan diri dari negara kesatuan Republik Indonesia, berarti mengancam keutuhan negara, maka seharusnya TNI mengerti bahwa hal tersebut menjadi tugasnya. Contoh lain, terrorisme yang disinyalir sebagai kegiatan yang mengarah untuk /menginginkan mengubah ideologi atau ingin membentuk negara dengan ideologi baru, maka TNI seharusnya menyadari bahwa permasalahan ini menjadi tugasnya dan segera bertindak.


Permasalahan yang terjadi saat ini, perlu dipertanyakan apakah ada kesalahan kebijakan, atau salah penjabaran sehingga saat ini TNI seolah tidak memiliki peran dan ragu bersikap dan bertindak ? 

Mengapa dalam Undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI semua tugas OMSP ( meskipun dalam hal melaksanakan tugas mempertahankan, melindungi dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara) harus menunggu kebijakan dan keputusan politik negara ? sementara UUD 1945 ( sebagai kebijakan dan keputusan politik negara) menjadikan hal tersebut sebagai tugasnya ? Mengapa negara ( lebih khusus ”pemerintah”) tidak segera menyusun kebijakan sebagai sebuah sistem yang mengatur bagaimana keamanan Nasional dikelola ?

Kebijakan Negara telah menetapkan, bahwa fungsi kemanan dan pertahanan dipisahkan, akan tetapi emisahan ini tidak diikuti dengan regulasi yang dibutuhkan, sehingga kebijakan negara yang diterbitkan hanya " Undang-undang (uu) Pertahanan Negara" ; uu Kepolisian Negara, bukannya uu Keamanan Negara.   Apakah ini sebuah keteledoran Negara atau ada unsur yang sengaja diterapkan agar Indonesia tidak pernah menjadi negara yang dapat membangun dirinya menjadi negara yang kuat dan mandiri, karena tidak mampu menyelesaiakan permasalahan secara tuntas.

Dengan tidak disusun dan tidak diterbitkannya uu keamanan Negara, menyebabkan pemerintah dan masyarakat berpersepsi bahwa uu kepolisian sebagai uu keamanan Negara, sehingga "seolah-olah" tugas keamanan hanya menjadi tugas polisi, sementara stakeholder lain dan komponen bangsa lain tidak bertanggungjawab atas keamanan negara, yang menyebabkan paling tidak 2 permasalahan. pertama, polisi menjadi superbody yang dapat menentukan kondisi aman atau tidak suatu wilayah, suatu kawasan, suatu kegiatan dan lain yang berhubungan dengan keamanan.   Padahal, keamanan adalah fungsi pemerintah, sehingga yang menentukan aman atau tidak sesuatu baik wilayah, kegiatan  dan yang lain adalah pemerintah, meskipun yang melakukan analisa adalah para ahli bidang keamanan yaitu kepolisian, yang berada ditingkat pusat  dan daerah dan bertugas membantu kepala daerah dalam bidang keamanan.   Selain itu keamanan yang dimaksud dalam undang-undang dasar ini adalah  "menjaga, melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat" ( hanya masyarakat atau rakyat yang bukan berarti Negara yang mempunyai 3 unsur yaitu Wilayah, Pemerintah dan rakyat).  

Kebijakan Politik tentang pertahanan Negara dan Keamanan Negara, cenderung diarahkan kepada permasalahan konkrit, sesuatu yang terjadi dan berada dipermukaan yang dapat dilihat dan dirasakan.   Dibidang pertahanan telah disusun secara lebih nyata, dapat difahami oleh pemangku kepentingan, terutama kementrian pertahanan dan TNI, meskipun kesadaran rakyat dalam bela negara masih belum mampu diwujudkan oleh pemerintah, karena program yang kurang komprehensif dan sulit dimengerti oleh rakyat.

Keamanan Nasional, seperti yang telah dikonsep oleh pemerintah, pada kenyataannya sulit diwujudkan.   Beberapa hal yang perlu dikritisi.  Pertama.   Pemikiran pemerintah yang menyusun konsep, tidak boleh menganggap bahwa apa yang dipikirkan adalah sesuatu yang semuanya sudah benar.   Kedua, Keamanan Nasional, bukan hanya untuk yang bersifat kasat mata atau sesuatu yang terlihat dipermukaan, tetapi lebih luas dan lebih mendalam, termasuk segala niat dan potensi yang mungkin akan dihadapi oleh Negara, sehingga perlu melibatkan lebih banyak orang /para ahli agar konsep itu tidak dinilai sebagai untuk kepentingan institusi tertentu.
Ketiga, Keamanan Nasional menyangkut pengelolaan semua aspek kehidupan dan bersifat multi dimensi, sehingga semua stakeholder harus saling bahu membahu menyelenggarakannya.

Permasalahan yg dihadapi saat ini, aturan yang dimiliki Indonesia belum lengkap, sehingga menjadi kendala dalam penyusunan UU keamanan nasional.   Kekurangan yang nyata adalah karena belum adanya undang - undang keamanan ( ingat pemisahan pertahanan dan keamanan hanya memunculkan undang undang pertahanan, sedangkan undang undang Keamanan tidak pernah di rancang dan belum diterbitkan.   Kondisi ini menyebabkab seolah tugas mengelola keamanan hanya bertumpu pada satu institusi, padahal setiap institusi dan stakeholder sebenarnya punya tugas mengelola keamanan di bidang tugas masing masing.  


Tidak ada komentar: