DAMPAK REFORMASI YANG TIDAK TUNTAS
TERHADAP PENGELOLAAN KEAMANAN NASIONAL
Salah satu permasalahan yang menjadi fokus dalam naskah ini adalah ketetapan MPR nomor VI dan VII, yang memisahkan fungsi berkaitan pertahanan dan keamanan serta pemisahan institusi TNI dan Polri. Dalam kasus ini, dalam pandangan kepentingan negara, fungsi yang dipisahkan adalah "PERTAHANAN dan KEAMANAN", yang seharusnya ditindaklanjuti dengan menerbitkan Undang-undang pertahanan dan undang-undang keamanan. Namun dalam pelaksanaannya negara hanya menerbitkan undang-undang pertahanan dan tidak pernah ( belum) menerbitkan undang-undang keamanan, yang seharusnya menjadi piranti penting dalam pengelolaan negara.
Setelah lahirnya Undang-undang no 3 tahun 2002 tentang Pertahanan negara, Negara menindaklanjuti dengan menerbitkan UU No 34 tahun 2004 tentang TNI, yang hanya ada di Indonesia. Disisi lain, tanpa adanya undang-undang Keamanan, sudah terbit "mendahului" adalah UU No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara, yang sesuai dengan judulnya, tidak boleh dianggap sebagai pengganti UU Keamanan, karena tugas Kepolisian negara dalam tugas keamanan dalam negeri sangat terbatas pada keamanan publik dan pengayoman terhadap masyarakat, yang dinyatakan sebagai tugas keamanan dalam negeri seperti yang tertuang dalam undang-undang no 2 tahun 2002.
Akan tetapi, sebagai akibat keputusan negara yang hanya menerbitkan Undang-undang Pertahanan Negara, menyebabkan berkembangnya opini bahwa seolah olah, UU no 2 tahun 2002 tentang kepolisian Negara sebagai penjabaran fungsi Keamanan secara menyeluruh. Sementara pengertian tentang keamanan bukan hanya "keamanan Publik" yang menjadi domain Kepolisian, tetapi juga menyangkut keamanan yang sangat luas, menyangkut keamanan ekonomi, politik, sosial budaya, energi dan bahkan juga menyangkut keamanan pribadi, yang seharusnya memiliki ketentuan tersendiri dalam bentuk undang-undang, agar setiap stakeholder dapat merumuskan strategi menghadapi ancaman terhadap keamanan di wilayah otoritas masing-masing dan setiap individu warga negara dapat berperan sebagai penyelenggara keamanan dan sekaligus sebagai pengguna pelayanan keamanan.
Demi kepentingan yang lebih besar menyangkut eksistensi negara, maka melalui pandangan ini, sebaiknya negara melakukan review dan segera sadar bahwa Indonesia membutuhkan keberadaan undang-undang "keamanan", agar masalah keamanan tidak menjadi otoritas institusi tertentu saja, tetapi setiap individu dan institusi, sesuai dengan wilayah kerjanya, masing-masing berfikir dan melindungi diri pribadi dan institusinya dari ancaman keamanan yang mungkin muncul, serta terjallin sinergi antara setiap institusi dalam mengelola keamanan secara luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar