Jumat, 30 Oktober 2015

Pembinaan kemampuan pertahanan


 PEMBINAAN KEMAMPUAN PERTAHANAN
DALAM SISTEM PERTAHANAN NEGARA



Created by :  Juanda Sy., M.Si (Han)

1.         Pendahuluan.    Kebijakan negara dibidang pertahanan negara, menentukan bahwa Pemerintah berkewajiban merumuskan  Kebijakan Umum Pertahanan Negara dengan melibatkan Dewan Pertahanan Nasional dan Kementrian Pertahanan.   Kebijakan Umum Pertahanan Negara menjadi dasar dan pedoman bagi Menteri Pertahanan untuk merumuskan kebijakan penyelenggaraan Pertahanan Negara yang disusun dalam buku Doktrin Pertahanan Negara dan kebijakan penggunaan kekuatan yang dituangkan dalam buku Strategi Pertahanan Negara, selanjutnya Panglima TNI, merencanakan, menyusun dan mengembangkan strategi militer Nasional sebagai implementasi dari doktrin Pertahanan Negara  dengan tetap mempedomani seluruh kebijakan politik tentang pertahanan negara.  
Doktrin yang diterbitkan TNI, (seharusnya sebagai penjabaran strategi militer Nasional) menetapkan bahwa dalam pelaksanaan tugas operasi militer,  kekuatan yang dilibatkan tidak hanya TNI tetapi juga institusi diluar TNI dan komponen bangsa lainnya, sehingga dibutuhkan koordinasi dan kerjasama antar institusi, agar semua tugas yang dilakukan dapat terselenggara dengan baik dan berhasil mencapai sasaran yang ditetapkan.   Mendukung kebijakan ini, Panglima TNI telah menetapkan kebijakan menyangkut optimalisasi peran TNI, yang diimplementasikan dalam kegiatan menyiapkan piranti lunak sebagai landasan hukum, melakukan penjajakan di berbagai instansi pemerintah yang memungkinkan untuk dilakukan kerjasama, menyusun program kegiatan berdasarkan skala kebutuhan yang disesuaikan dengan struktur dan kultur daerah, menyiapkan dan melengkapi sarana dan prasarana serta menyiapkan anggaran sesuai batas kemampuan anggaran TNI.[1] 


          Bahwa kemampuan pertahanan Negara harus dibangun, dibina dan disiapkan semenjak dini, dilaksanakan disemua wilayah Nasional Indonesia, merupakan tugas semua Kementrian, Lembaga non Kementrian serta Pemerintah daerah, sesuai dengan peran, tanggungjawab dan fungsi masing-masing, sebagai implementasi dari pasal 22 Undang-undang RI no 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah.
Dalam bujukin Operasi Militer Selain Perang ( OMSP) pada pasal 16, menyatakan bahwa “operasi tempur yang dilaksanakan TNI dalam OMSP baik berdiri sendiri maupun terpadu dengan lembaga lain, ditujukan untuk mengatasi kekerasan bersenjata antara lain terorisme, konflik komunal  dan kekerasan senjata lainnya, dengan prinsip menghentikan kekerasan bersenjata, untuk menghindari korban yang lebih besar,...”.        Tugas tersebut  bukan hanya menjadi tugas TNI tetapi sebagai tugas bersama seluruh komponen bangsa, sehingga dengan semangat dan tanggungjawab tersebut, TNI berkewajiban mewujudkannya dengan melakukan langkah-langkah nyata dalam mengajak komponen bangsa lainnya agar dapat berperan aktif  untuk melaksanakan kewajiban menegakkan kedaulatan, menjaga keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia dan melindungi keselmatan bangsa. Semangat ini sejalan dengan Doktrin pertahanan negara yang diterbitkan Kementrian pertahanan yang menyatakan bahwa  “Keberhasilan Perang Rakyat Semesta ditentukan oleh kemanunggalan TNI-Rakyat.        
          Kebijakan Negara yang tertuang dalam UU RI no 3/2002 tentang pertahanan, menetapkan bahwa pelaksanaan pembangunan di daerah harus memperhatikan pembinaan kemampuan Pertahanan,  maka hasil pembangunan selain bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat, dalam jangka panjang juga harus dapat mendukung kepentingan pertahanan negara.    Oleh sebab itu,  daerah otonom berkewajiban melaksanakan pembangunan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat, namun bila kondisi darurat, daerah tersebut harus mampu mendukung pelaksanaan OMP maupun OMSP. 
Dalam buku Doktrin Pertahanan Negara, dinyatakan :

“ Penyiapan wilayah negara sebagai medan pertahanan pada dasarnya merupakan fungsi pertahanan nirmiliter yang diselenggarakan secara terpadu, terkoordinasi, dan lintas departemen/lembaga. Perwujudannya melalui penataan ruang nasional, di dalamnya penataan ruang kawasan pertahanan.   Penyiapan logistik pertahanan diselenggarakan secara dini dan terpadu dengan pembangunan nasional untuk tujuan kesejahteraan. Penyiapan logistik pertahanan merupakan hal yang fundamental dalam mendukung penyelenggaraan peperangan. Penyiapan logistik pertahanan merupakan bagian dari pembangunan pertahanan nirmiliter yang diselenggarakan secara terpadu, terkoordinasi, dan lintas departemen/lembaga. Perwujudannya melalui pembangunan ekonomi yang kuat dengan pertumbuhan yang cukup tinggi serta industri nasional yang berdaya saing dan mandiri, yang pada gilirannya akan dapat mewujudkan kemandirian sarana pertahanan serta pusat-pusat logistik yang tersebar di tiap wilayah”.       
         Meskipun pengertian wilayah berdasarkan UU no 26 tahun 2007 salah satunya menyatakan bahwa “kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia”;  dan pada pasal 3 Peraturan Pemerintah (PP) nomor 68 tahun 2014 tentang penataan wilayah pertahanan menyatakan (1) Sebagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan pertahanan negara, baik pada masa damai maupun dalam keadaan perang; (2) Pada masa damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia digunakan sebagai Wilayah Pertahanan untuk kepentingan pembangunan dan pembinaan kemampuan pertahanan sebagai perwujudan daya tangkal bangsa; (3) Dalam keadaan perang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia digunakan sebagai Wilayah Pertahanan untuk kepentingan perang.  Namun PP ini menetapkan bahwa wilayah pertahanan yang ditetapkan dan dapat dikelola penataannya oleh jajaran TNI hanya dibatasi pada (a) pangkalan militer atau kesatrian; (b). daerah latihan militer; (c) instalasi militer; (d) daerah uji coba peralatan dan persenjataan militer; (e) daerah penyimpanan barang eksplosif dan berbahaya lainnya; (f) daerah disposal amunisi dan peralatan pertahanan berbahaya lainnya; (g) obyek vital nasional yang bersifat strategis; dan/atau (h) kepentingan pertahanan udara.    Bagaimana TNI dalam menyikapi ketentuan yang dimuat dalam PP 68/2014 , agar strategi militer dapat didukung serta kesiapsiagaan TNI dalam sistem pertahanan Negara dapat terselenggara dan terpelihara dengan baik ?

2.         Pembinaan kemampuan Pertahanan yang menjadi kewajiban pemerintah dan pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pembangunan, belum sepenuhnya difahami oleh para pejabat pemerintah, berpengaruh besar terhadap sistem pertahanan Negara.     Pembinaan kemampuan pertahanan, merupakan tanggungjawab pemerintah dalam pengelolaannya, sebagai sesuatu yang harus direncanakan, dipersiapkan dan dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan.  Pembinaan kemampuan pertahanan merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam menyediakan fasilitas bagi kesejahteraan rakyat, yang harus dirancang semenjak awal agar dalam jangka panjang dapat bermanfaat untuk mendukung kepentingan pertahanan Negara, sebagaimana dinyatakan dalam buku doktrin pertahanan Negara yang diterbitkan oleh Kementrian pertahanan.
Indonesia menetapkan sistem pertahanan semesta dan setelah Negara menerapkan sistem pemerintahan demokrasi serta menerapkan desentralisasi, maka kewenangan daerah otonom menjadi lebih luas dan pemerintahan daerah menyelenggarakan semua urusan pemerintahan kecuali urusan yang tidak diserahkan oleh pemerintah pusat.  Urusan pemerintah yang tidak diserahkan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah diantaranya adalah urusan Pertahanan, meskipun pemerintah pusat dapat mendelegasikan kewenangan tersebut secara keseluruhan atau sebagian kepada pemerintahan daerah otonom.   Urusan pertahanan yang dimaksud dalam peraturan yang berlaku sebagai kebijakan negara[1] diantaranya adalah segala hal yang menyangkut tentang pembentukan tentara, menyatakan damai dan perang,  menyatakan Negara atau sebagian negara dalam keadaan bahaya, mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara dan hal lain yang berkaitan dengan perhananan.   Dengan demikian kegiatan lain diluar ketentuan tersebut dapat dilakukan oleh pemerintah daerah otonom, selama hal tersebut tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat.
Sebagai implementasi atas pendelegasian sebagian atau seluruh tugas pemerintah kepada pemerintahan otonom, maka beberapa kewajiban pemerintah daerah otonom yang dituangkan dalam undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah, pendelegasian tugas pemerintah kepada pemerintah daerah otonom  dimuat pada pasal 22.  Apabila mendalami tugas-tugas yang tertuang pada pasal tersebut, maka sebenarnya pemerintah  pusat telah mendelegasikan tugas dalam pembinaan kemampuan pertahanan, atau bila merujuk pada undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, dimana tugas menegakkan kedaulatan Negara, menjaga keutuhan wilayah dan melindungi keselamatan bangsa,  TNI mendapat tugas melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan, maka hubungan antara kewajiban pemerintah daerah otonom dengan tugas pemberdayaan wilayah pertahanan merupakan tugas yang saling berkaitan.   Dapat dikatakan bahwa pemerintah daerah otonom, merupakan  institusi terdepan dalam menyelenggarakan pemberdayaan wilayah, dimana selama negara dalam keadaan damai pemerintah melaksanakan pembangunan yang untuk menyediakan fasilitas pelayanan umum yang secara luas  yang bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan    rakyat  dan dalam jangka panjang hasil pembangunan ini harus bermanfaat dalam mendukung kekuatan pertahanan.   Dengan demikian pembangunan yang dilaksanakan pemerintah daerah otonom ini, harus dapat  dirancang secara lebih teliti dengan adanya keterlibatan institusi militer yang ada didaerah dengan sinkronisasi dalam perencanaan tata ruang wilayah dan tugas lain yang berkaitan dengan pemberdayaan wilayah serta peran yang menjadi tugas militer dalam membantu tugas pemerintah didaerah dengan fokus pada tugas pokok masing-masing,  agar hasil pembangunan didaerah dalam jangka panjang akan sangat bermanfaat bagi kepentingan pertahanan Negara.     Namun pada kenyataannya kerjasama sipil dan militer dalam pembinaan kemampuan pertahanan masih menghadapi berbagai permasalahan yang harus dapat segera diselesaikan, diantaranya kesiapan dan kemampuan sumberdaya manusia serta dasar hukum dalam penyelenggaraannya.
Kesiapan sumberdaya manusia militer di Indonesia, secara bertahap  harus dapat ditingkatkan, agar komunikasi, koordinasi dan kerjasama antar dua institusi militer dan sipil didaerah dapat berlangsung dengan baik dan dapat menghaslikan rancangan program pembangunan yang efektif dan efisien dari berbagai sudut tinjauan.  Ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang pesat, siapapun yang tidak mengikuti perkembangan akan tergilas dan akan teringgal, namun permasalahan ini masih menjadi ganjalan utama dalam pengembangan penyiapan sumberdaya manusia Militer. Penyiapan perwira yang mengawaki organisasi pada eselon operasional dan kebijakan, sangat sedikit yang dibekali dengan pengetahuan strategi militer, sebagian besar perwira pada eselon tersebut justru mendalami pengetahuan tentang penyiapan ketahanan nasional, yang bukan menjadi domain militer karena sistem hanya menempatkan militer sebagai alat negara di bidang pertahanan.
         Peperangan masa kini dan masa mendatang, akan mengerahkan sumberdaya teknologi persenjataan yang digunakan sangat jauh berbeda dengan menerapkan teknologi peluru kendali (Precision Guided Munition) yang dapat menyerang sasaran secara tepat pada fasilitas komando atau fasilitas pendukung operasi musuh lainnya dengan tepat dan cepat, dengan daya jangkau yang sangat jauh, yang dapat dilakukan oleh pasukan sendiri maupun pasukan musuh.    Untuk menghindari jatuhnya korban, pasukan harus dapat digerakkan dalam unit-unit kecil dan tidak dalam posisi statis, sehingga membutuhkan sarana angkut yang dapat bergerak cepat, dukungan logistik yang cukup yang dapat dibawa dalam kendaraan angkut.   Pasukan juga harus dilengkapi dengan peralatan anti deteksi radar secara elektronik maupun alat samaran sebagai perlindungan pasif, untuk mencegah terjadinya korban karena mudah dideteksi dan menjadi sasaran tembak musuh.     Karena pada pertempuran di darat, pasukan tempur akan melakukan tugas jauh kedepan merebut posisi-posisi yang menguntungkan,  maka pasukan tempur tidak boleh dibiarkan hanya dengan mengandalkan kemampuan jalan kaki, namun harus didukung dengan kendaraan angkut, berupa kendaraan lapis baja, perahu cepat atau helicopter, menyesuaikan dengan karakter wilayah penugasannya yang berfungsi melindungi prajurit, mempercepat manuver pasukan dan sekaligus membawa dukungan perlengkapan, persenjataan dan logistik.    Dengan penguasaan daerah oleh pasukan tempur, akan memberi peluang kepada kekuatan bantuan tempur untuk memindahkan kedudukan agar jarak tembak dua jenis kesenjataan ini lebih jauh kedepan , memberi keluasaan bagi unsur lain untuk konsolidasi dan menyusun rencana lebih lanjut.   Untuk menjamin keamanan dan meningkatkan perlindungan terhadap gerakan pasukan tempur dan kekuatan dukungan dari serangan udara,  penguasaan udara oleh angkatan udara harus dapat diwujudkan, sehingga gerakan pasukan dapat dilindungi oleh kehadiran Angkatan udara atau kekuatan udara, agar tugas pasukan darat sebagai penentu untuk memastikan bahwa wilayah diduduki dan dikuasai dapat dilaksanakan dengan baik.
            Dengan mempelajari perkembangan prinsip pertempuran masa depan, para perencana penataan ruang wilayah pertahanan harus berfikir tentang kebutuhan ruang yang paling cocok dengan prinsip peperangan di masa depan, karena  penguasaan medan dan adaptasi terhadap medan merupakan faktor mutlak bagi pasukan yang bertahan dan dengan pengenalan serta penguasaan medan secara detail, perencanaan pemanfaatan ruang yang  efektif sangat berpengaruh kepada pelaksanaan operasi untuk memenangkan pertempuran.    Namun dengan pembatasan hak dan kewajiban militer dalam menata wilayah hanya sebatas “wilayah pertahanan” yang sangat sempit, peluang untuk membantu pemerintah untuk berfikir menyiapkan ruang manuver  pasukan sangat kecil, sehingga pembinaan kemampuan pertahanan yang diamantkan undang-undang nomor 2/2002 sulit dapat terselenggara memenuhi kepentingan pertahanan Negara  dan tidak mungkin dapat menyusun strategi militer yang tepat dalam mendukung sistem pertahanan negara yang berakibat kedaulatan Negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa menjadi taruhan dengan resiko yang tidak dapat diperhitungkan.
         Permasalahan lain yang dihadapi saat ini, pemerintah belum menerbitkan peraturan pemerintah yang mengatur tentang pembinaan kemampuan pertahanan sebagaimana yang diamanatkan undang-undang no 3/2002 pasal 22 ayat (3) Pembangunan di daerah harus memperhatikan pembinaan kemampuan pertahanan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang selanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.   Kondisi ini menyebabkan koordinasi dan kerjasama antara sipil dan militer belum dapat berlngsung dengan baik dan pemerintah saat sekarang masih lebih berkonsentrasi kepada peningkatan kesejahteraan rakyat, sedangkan militer tidak dapat terlibat langsung dengan penyelenggaraan pembangunan karena pembatasan yang diterapkan oleh pemerintah.  

3.       Militer tidak dapat mengembangkan latihan karena terhambat oleh proses dan prosedur penetapan dan keterbatasan daerah latihan yang mengakibatkan kesiapsiagan rendah dan merugikan sistem pertahanan Negara.   Meskipun lingkungan global sekarang dirasakan lebih aman dibandingkan selama Perang Dingin, tapi masih banyak kerentanan, ancaman dan kemungkinan resiko di tingkat regional dan lokal, terbukti dengan timbulnya perang dan peperangan yang berkepanjangan di wilayah timur tengah, yang mungkin saja terjadi diwilayah lain.  Setiap krisis mencakup harapan dan semua fihak memiliki tanggung jawab untuk mencari dan menemukan solusi secepat mungkin untuk penurunan, kemajuan atas penyelesaian krisis dan kemudian melanjutkan untuk pemulihan.   Bagi Bangsa Indonesia, cara terbaik untuk mengelola sumber daya pertahanan adalah berpikir dan bertindak mempertimbangkan agar masa depan dalam melindungi kedaulatan Negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa, dapat terselenggara dengan baik, karena pada kenyataannya konflik dan ancaman adalah sesuatu yang sulit diprediksi, sehingga tanpa kesiapan militer akan beresiko terlalu besar.
         Kesiapsiagaan militer selalu diperlukan, baik masa damai apalagi menghadapi kondisi darurat,    oleh karenanya manajemen sumberdaya pertahanan harus menjadi perhatian bagi semua orang, bukan hanya bagi Militer dan pengambil keputusan saja.  Selama dampak suatu keputusan dalam domain ini dirasakan oleh seluruh masyarakat, maka pertimbangan penyiapan sumberdaya pertahanan menjadi kebutuhan setiap individu untuk terlibat didalamnya.    Pemerintah  bukan  menjadi satu-satunya penggerak untuk mewujudkan keamanan Nasional, karena setiap komponen bangsa secara perorangan atau sebagai sebuah organisasi, memiliki kewajiban untuk menjadi operator keamanan dan sekaligus sebagai konsumen keamanan.  
Semua warga negara harus memperoleh informasi cukup terhadap efek atas akibat keputusan yang diambil negara dihadapkan dengan kemampuan negara dan cara pemerintah memilih untuk menetapkan keputusan yang berbeda dalam setiap bidang kegiatan.  Kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan Bangsa adalah tanggung jawab semua komponen bangsa yang mencakup semua warga negara dewasa, semua orang terlibat dalam upaya tersebut dan bukan hanya mereka yang bekerja dalam struktur Negara.   Dengan demikian semua warga negara dewasa harus mengetahui keputusan pemerintah dan memahami tujuan jangka pendek, menengah dan jangka panjang tentang pentingnya kemampuan pertahanan dan efeknya terhadap kredibilitas Negara dalam lingkungan global.  
         Secara prinsip, semua keputusan yang terkait dengan sumber daya pertahanan dan dampak jangka panjang pada struktur negara, harus difahami oleh semua komponen bangsa.   Pemahaman tentang pentingnya aspek pertahanan negara harus tertanam secara terbuka dan menjadi pengetahuan yang dapat diakses oleh semua komponen bangsa, tentang pengaruhnya terhadap eksistensi dan kesiapsiagaan negara dalam menghadapi berbagai ancaman terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa.  Dengan memahami hal tersebut maka setiap akibat yang akan timbul dari kebijakan pemerintah yang menyangkut kerentanan dan resiko yang dapat muncul  dan akan dihadapi negara, harus diperhitungkan secara mendalam.
         Sebuah keputusan / kebijakan negara yang (dapat dikatakan sebagai) mengabaikan kebutuhan Pertahanan negara, harus mempertimbangkan bagaimana pengaruhnya terhadap kredibilitas negara dan juga pengaruhnya terhadap upaya pemerintah dalam setiap agenda diplomasi yang dilakukan negara didalam sebuah kawasan.   Disamping itu, juga penting untuk difahami apa pengaruh setiap perubahan kebijakan terhadap upaya peningkatan kemampuan pertahanan, karena pada kenyataannya perubahan kebijakan akan mempengaruhi seluruh masyarakat, karena dengan kebijakan tersebut berpengaruh terhadap upaya yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh alat pertahanan dalam meningkatkan kesiapsiagaannya dalam menegakkan kedaulatan, menjaga keutuhan wilayah dan melindungi keselamatan bangsa.    
         Dihadapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 68 tahun 2014 tentang penataan wilayah pertahanan Negara yang telah diterbitkan sebagai tindak lanjut  Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan Pasal 17 ayat (7) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka TNI sebagai alat negara dibidang pertahanan, menghadapi kendala dalam upaya mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan keutuhan bangsa dan negara, karena berbagai pembatasan.    Beberapa pemahaman tentang wilayah pertahanan yang rancu dan menimbulkan multi tafsir bagi para pengguna, karena PP ini akan menjadi dasar hukum dan pedoman dalam perencanaan penataan ruang wilayah pertahanan yang diselenggarakan oleh TNI dan jajarannya.   Tugas TNI dalam penataan ruang wilayah pertahanan sangat dibatasi hanya pada wilayah yang saat sekarang sudah menjadi tanggungjawab organisasinya secara administrasi, sehingga pemikiran tentang  pembinaan geografi, demografi dan kondisi sosial yang selama ini didengungkan oleh TNI  menjadi pemikiran yang tidak lagi dapat dikembangkan.
         Disisi lain, untuk membangun kesiapsiagaan militer, latihan hanya boleh dilaksanakan di kawasan yang telah ditetapkan dan wajib menunggu keputusan menteri Pertahanan,  sehingga untuk melaksanakan latihan militer, membutuhkan waktu untuk proses dan prosedur penetapannya karena berkaitan dengan koordinasi dan persetujuan pemerintah daerah, sehingga kapan waktunya militer memiliki daerah latihan sulit diprediksi dan akan sangat mengganggu pencapaian dan pemeliharaan profesionalisme prajurit.   Dengan ketentuan itu pula, komando kewilayahan dan satuan kewilayahan, akan menghadapi kesulitan dalam berkoordinasi dengan pemerintah setempat untuk dapat menyiapkan daerah latihan, karena faktor komunikasi dengan pemerintah daerah yang agenda kegiatan programnya sangat padat, yang memerlukan proses yang panjang.  Selain itu tidak semua daerah memiliki kemampuan untuk menyediakan lahan sebagai daerah latihan bagi militer, karena kondisi geografi yang membatasi termasuk pertimbangan ekonomis bagi daerah untuk diserahkan pengelolaannya kepada militer untuk kepentingan pertahanan.  Kondisi ini menyebabkan militer hanya dapat melaksanakan latihan dalam metode drill teknis, drill taktis dan drill tempur, tidak dapat melaksanakan latihan praktek lapangan dengan metode gladi.   Dengan demikian tidak ada lagi latihan bagi pasukan PPRC atau satuan setingkat brigade keatas, bahkan bagi Angkatan Laut dan Udara akan sangat kesulitan untuk melaksanakan latihan.  Apabila TNI akan menyelenggarakan latihan gabungan, maka tidak dapat menetapkan sebuah daerah yang diasumsikan sebagai mandala operasi atau mandala perang, karena PP ini sangat mengikat dan mengharuskan persetujuan dan penetapan daerah latihan oleh menteri pertahanan, sehingga berpengaruh kepada prosedur yang berlaku dalam penetapan mandala perang maupun mandala operasi bagi kepentingan kampanye militer, meskipun dalam hal ini demi kepentingan latihan.    Apabila militer tidak dapat merancang dan melaksanakan latihan dalam bentuk kampanye militer yang akan menggunakan beberapa wilayah yang disimulasikan sebagai mandala operasi maupun mandala perang, maka tugas pokok TNI yang tertuang dalam UU RI no 34 tahun 2004 untuk menegakkan kedaulatan, menjaga keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa tidak akan dapat terselenggara dan berarti TNI telah gagal, hanya karena terikat dengan kebijakan pemerintah.  
Disamping permasalahan kesiapsiagan militer, Doktrin TNI yang telah diterbitkan sebagai pedoman penyelenggaran tugas pokok TNI dan jajarannya, harus disesuaikan dan membutuhkan waktu panjang untuk penyelesaiannya, yang berpengaruh kepada kesiapan TNI dalam mendukung sistem pertahanan Negara.    Penatapan wilayah negara yang termuat dalam Peraturan Pemerintah nomor 68 tahun 2014, secara langsung berpengaruh terhadap banyak doktrin yang telah diterbitkan oleh TNI, seperti pada  Bujukin TNI tentang pemberdayaan wilayah pertahanan, yang disyahkan dengan peraturan Panglima TNI Nomor Perpang / 97/ XII / 2009 Tanggal 28 Desember 2009,  menyatakan bahwa Operasi Teritorial pada Operasi Konvensional bertujuan untuk mengerahkan, menggunakan Ruang, Alat dan Kondisi Juang (RAK Juang) dalam mendukung keberhasilan operasi tempur dalam menggagalkan, menghambat dan menghancurkan serangan dan ancaman nyata kekuatan perang musuh, sedangkan Operasi Teritorial dalam operasi perlawanan wilayah bertujuan untuk menciptakan, mengerahkan, menggunakan RAK Juang untuk membantu operasi tempur dalam rangka merubah perimbangan kekuatan yang menguntungkan kita.  Pertimbangan Indonesia menyiapkan dan mengoptimalkan RAK Juang, karena Indonesia menganut kompartementasi, sebagai bentuk pertahanan dengan mempertimbangkan kondisi geografi Indonesia yang sangat luas yang terdiri dari beberapa pulau besar dan rangkaian pulau kecil, sehingga kemungkinan terjadi ancaman militer tidak terjadi kepada seluruh wilayah secara bersamaan.  Oleh karenanya setiap kompartemen, harus mampu menyelenggarakan pertahanan mandiri, sebagai penyanggah awal, sebelum tindakan lain dilaksanakan.   Dengan mempertimbangkan PP 68/2014, maka bujukin TNI tentang pemberdayaan wilayah pertahanan harus disesuaikan, karena pembatasan wilayah pertahanan, sehingga penyiapan RAK juang seperti yang tertuang dalam bujukin tersebut hanya tinggal kenangan dan menjadi angan-angan belaka.  
4.         Kesimpulan.     Dari pembahasan dalam naskah ini, beberapa hal yang dapat disimpulkan :
    a.   Berkaitan dengan terbit dan berlakunya PP no.68 tahun 2014, menyebabkan berbagai penafsiran, karena beberapa pemahaman tentang wilayah pertahanan, karena UU no 26 tahun 2007 “wilayah pertahanan” yang dimaksud dalam PP no 68 hanya sebagai kawasan strategis.  
    b.   Disisi lain yang berkaitan dengan pembinaan kemampuan pertahanan yang menjadi  kewajiban pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan, masih mengalami hambatan karena belum adanya peraturan pemerintah yang seharusnya menyertainya dan sumberdaya manusia militer pada eselon operasional dan eselon kebijakan sangat sedikit  yang menguasai pengetahuan pertahanan, sehingga koordinasi dan kerjasama sipil militer dalam tugas ini masih belum dapat berlangsung. 
    c.  Latihan militer akan terhambat oleh belum tersedianya daerah latihan, akibat menunggu keputusan yang wajib diterbitkan oleh kementrian pertahanan, karena penyediaan daerah latihan disetiap wilayah membutuhkan waktu dalam proses dan prosedur serta ketersediaan lahan, yang akan berakibat kepada penurunan kesiapsiagaan militer. 

5.         Menghadapi kondisi tersebut, kepada pimpinan disampaikan rekomendasi sbb :
a.      Untuk mencegah terjadinya kerancuan, keraguan, kesalahan tafsir dalam implementasi PP no. 68 tahun 2014, sebaiknya perlu dilakukan pengkajian ulang atas PP ini agar tidak menyimpang dari perundangan yang telah berlaku sebelumnya.   Selain itu bila arah PP ini hanya ingin menjaga kemungkinan penyalahgunaan dalam pemanfaatan dan alih fungsi, sebaiknya dibuat aturan lain sehingga tidak merugikan kepentingan yang lebih besar, karena kondisi ini berpengaruh sangat besar terhadap sistem pertahanan Negara.
b.      Demi tetap menjaga profesionalitas dan kesiapsiagaan TNI, perlu segera menerbitkan instruksi kepada komando kewilayahan dan satuan kewilayahan agar segera melakukan koordinasi dengan pemerintah setempat untuk penyiapan daerah latihan, sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama, data daerah latihan dapat diajukan kepada kementrian pertahanan untuk  segera ditetapkan secara resmi oleh kementrian pertahanan sehingga legalitas dan keamanan daerah latihan dan penyelenggaraan latihan dapat terjaga.
c.         Berkaitan dengan pembinaan kemampuan pertahanan, sangat penting mendorong pemerintah untuk segera menerbitkan Peraturan sebagai dasar hukum bagi pemerintah daerah dan komando kewilayahan untuk dapat melakukan koordinasi dan kerjasama dalam penyelenggaraan pembinaan kemampuan pertahanan.   Selain itu sangat penting bagi para perwira awak organisasi pada eselon  operasional dan eselon kebijakan untuk menguasai pengetahuan pertahanan baik dalam menejemen maupun strategi pertahanan, agar upaya membantu pemerintah dalam pembinaan kemampuan pertahanan dapat berlangsung dan dapat mendukung sistem pertahanan Negara.





[1] Undang-undang RI nomor 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah, penjelasan pasal 10.

Tidak ada komentar: