MENGALAHKAN
MALARIA
Tahun 1986, wilayah Timor Timur (Timtim)
masih menjadi bagian dari Indonesia dan pada era itu dibanggakan sebagai
propinsi termuda di Indonesia sebagai propinsi ke 27. Meskipun sudah menjadi bagian dari
Indonesia, belum semua rakyat Timtim menerima integrasi tersebut dan mereka
yang berada pada sisi ini masih melakukan perlawanan untuk mencapai cita-cita
mereka yaitu merdeka, menjadi negara berdaulat. Indonesia pada zaman itu mengapresiasi
sebagian rakyat Timti yang ingin bergabung dan menjadi bagian dari
Indonesia. Setelah berselang lebih dari
23 tahun kemudian, baru disadari bahwa Indonesia menjadi wilayah “TERABELICA”
sebagai sebuah wilayah layaknya sebuah peran tetapi pada area “non violent conflict” antara pengaruh Demokrasi
dan Komunis.
Naskah ini tidak diarahkan untuk fokus kepada
permasalahan masa lalu, tetapi dari keterlibatan langsung dengan wilayah Timtim,
telah diperoleh sebuah pengetahuan meskipun belum diteliti secara medis, yaitu
menghadapi “Malaria” . Mengingat
Malaria sampai saat sekarang masih menjadi ancaman bagi sebagian masyarakat
didunia, melalui naskah ini diharapkan dapat memanfaatkan pengetahuan yang
telah diuji coba dan menunjukkan hasil yang sangat positif.
Tahun 1985 sampai dengan 1988, keterlibatan
dengan timtim secara langsung dan dalam jangka waktu itu setiap tahun pasukan
yang melaksanakan tugas operasi memperoleh “cuti” selama 2 minggu, meskipun
pada saat cuti itu, prajurit satuan tetap berlatih untuk mempersiapkan
ketrampilan dan menambah pengetahuan untuk penugasan tahun berikutnya. Selama 3 tahun satuan melaksanakan tugas
operasi, banyak ekses dan resiko yang timbul, baik yang terjadi didaerah
operasi maupun mereka yang berada di home base. Khusus masalah ini, tidak pernah ada kajian
yang dilakukan atau paling tidak yang dipublikasikan demi kepentingan moril
pasukan, atau untuk kajian bagi rancangan operasi selanjutnya yang masih sangat
mungkin terjadi di Indonesia.
Wilayah Timtim, sebagaimana dikenal oleh
banyak tentara yang mengalami penugasan disana, penyakit yang paling menyiksa
adalah Malaria. Untuk menghadapi
kemungkinan terjangkitnya malaria terhadap prajurit, maka setiap personelyang
akan melaksanakan tugas diwilayah Timtim, 2 minggu paling tidak sebelum diberankatkan,
mereka telah mengkonsumsi obat sebagai pencegah malaria dan secara rutin mereka
wajib mengkosumsi obat selama di daerah penugasan. Namun hasilnya tidak menggembirakan, hampir
100 % personel pernah mengalami dijangkiti malaria dan mengalami penderitaan
akibat malaria.
Pada cuti pertama
tahun 2006, personel satuan setelah melaksanakan cuti, dilanjutkan dengan
program latihan. Sebagai kewajiban
dalam organisasi tentara, apel hari pertama setelah cuti, didapati beberapa
personel yang terlambat hadir karena menejemen waktu yang salah, dan mereka
dinyatakan bersalah dan harus menerima sanksi.
Teringat sebuah nasehat seseorang tentang malaria, mereka mengatakan
“darah yang pahit, tidak akan digigit nyamuk” dan bila ini terjadi maka dapat
menghindari malaria.
Dengan mengingat
ini, sebagai pimpinan satuan, ingin melakukan uji coba dengan memberi tindakan
kepada personel yang melakukan kesalahan dengan perintah “menelan empedu ayam” dan dilakukan didepan pimpinan satuan. Tindakan sudah dilaksanakan dan latihan berlanjut,
sampai waktu persiapan untuk embargasi dan melanjutkan tugas operasi kembali ke
Timtim. Sampai didaerah yang paling
tinggi resiko terhadap malaria dan di pos tersebut terdiri dari 12 orang
personel yang menerima tangungjawab untuk melaksanakan pengamanan rute dan
pengamanan pemukiman penduduk. Untuk
keberhasilan tugas, mereka secara rutin melaksanakan patroli meskipun
rancangan patroli dikendalikan dengan waktu dan route yang tidak tetap, dengan
harapan dapat menciptakan situasi yang tidak terduga dan membatasi ruang gerak
para insurjen.
Setelah penugasan berlangsung lebih dari 4 bulan, secara bergantian personel pos tersebut sudah mulai terjangkit malaria dan secara mengejutkan personel yang “menelan empedu ayam pada sat di home base” me-nyampaikan protes kepada pimpinan satuan, dengan pernyataan “ gara-gara komandan memerintahkan kami menelan empedu ayam, kami tidak bisa istirahat dari patroli, karena kami tidak pernah sakit malaria, sehingga harus menggantikan tugas patroli mereka yang sakit” . Pernyataan para prajurit ini cukup mengejutkan tetapi juga menyenangkan, karena uji coba dinilai berhasil.
Setelah penugasan operasi di wilayah Timtim
selesai, sebagai bagian dari kesatuan tempur, penugasan diwilayah lain
menunggu. Kesatuan mendapat tugas ke
wilayah Irian jaya, setelah beristirahat selama 1 tahun di home base. Karena pengalaman sebelumnya terkait dengan
“malaria”, proyek uji coba akan dilanjutkan, karena pertimbangan bahwa Malaria Irian jaya lebih ganas bila
dibandingkan yang ada di Timtim.
Namun proyek uji coba hanya diterapkan pada diri sendiri, dengan menelan
empedu ayam beberapa waktu sebelum embargasi menuju ke daerah operasi dan
ternyata “berhasil”, selama didaerah
operasi tidak pernah diserang malaria dan hasil test darah memberi bukti bahwa,
meskipun berada di daerah operasi Irian dan berada dipusat malaria yaitu di
Arso kompleks, diyakini sebagai buah pengaruh dari “empedu ayam”, perlu diinformasikan bahwa pertama kali menginjak
Irian, pada tahun 1982 selama 8 bulan, sepanjang penugasan itu, jatuh bangun
karena malaria, bahkan salah satu prajurit dalam unit yang sama, menjadi koban
dan meninggal didaerah operasi karena malaria; satu orang tidak dapat
mengontrol fungsi geraknya, ya karena malaria.
Setelahnya pada penugasan ke 2 tahun 1990-1991 sudah diselamatkan oleh empedu ayam dan tahun 93 – 94 serta
tahun 1996-1997, tidak pernah terjangkit malaria, selama berada di wilayah
penugasan Irian Jaya dan juga tidak terjadi selama di home base.
Karena keberhasilan ini, kepada beberapa
teman dan sahabat yang akan melaksanakan tugas baik ke wilayah Timor maupun ke
Irian jaya, baik menjadi anggota organisk atau hanya penugasan, pengalaman
“menelan empedu ayam” sebelum berangkat.
Meskipun nasehat yang disampaikan belum tentu dilakukan oleh orang lain
dan bilapun mereka melakukan, tidak ada informasi sebagai umpan balik apakah
berhasi atau tidak “resep empedu ayam”
tersebut.
Mengingat masih banyaknya kasus malaria tidak
saja di Indonesia tetapi juga diwilayah lain diseluruh dunia, maka uji coba “
menelan empedu ayam” ini layak dipertimbangkan dan bila perlu diuji secara
klinis untuk mengetahui dan bila benar dapat bermanfaat untuk “mengalahkan
malaria”
Semoga bermanfaat ........
Bandung, 02 Nopember 2013
Juanda Sy.,M.Si
Tidak ada komentar:
Posting Komentar