PERTAHANAN SIPIL DI INDONESIA
PERKEMBANGAN DAN HARAPAN DIMASA DEPAN
Civil
defence atau pertahanan sipil, telah
diterapkan di sebagian besar negara berdaulat, keberadaan dan perannya sangat
menonjol dalam mengantisipasi berbagai permasalahan yang dihadapi rakyat,
terutama diarahkan kepada upaya mengatasi dan membantu korban bencana dan
keadaan darurat sebagai bentuk bantuan kemanusiaan. Konsep awal yang digunakan oleh
negara-negara tersebut adalah melindungi masyarakat sipil dari bencana perang
dimana kemungkinan timbul korban sipil dalam jumlah besar. Setelah berakhirnya perang dingin, pertahanan
sipil (hansip) memiliki tujuan yang lebih luas dan terfokus untuk menghadapi keadaan
darurat dan bencana secara umum, sehingga konsep operasi kekuatan hansip
berkembang dengan menyelenggarakan
program dalam kegiatan menejemen krisis, menejemen darurat, kesiapsiagaan
menghadapi situasi darurat, rencana menghadapi kontijensi, pelayanan
kedaruratan dan perlindungan rakyat
yang diarahkan kepada kegiatan penyelamatan hidup, meminimalkan kerusakan/kehancuran
terhadap properti dan mengelola kesinambungan produksi industri pada saat
terjadi serangan musuh ( dalam situasi perang).
Hansip dibeberapa negara,
dapat dipelajari diantaranya di Negara India, yang dideklarasikan pada tahun
1962, pada saat negara menghadapi agresi dari negara China dan berlanjut pada
konflik India Pakistan tahun 1965.
India memerankan hansip sebagai kekuatan yang sangat eksis yang
disyahkan secara hukum yang ditetapkan pada tahun 1968. Sedangkan di Singapura, hansip juga
terselenggara dengan melatih warga negaranya untuk dapat melakukan tugas
pertolongan, melakukan evakuasi, pertolongan pertama pada kecelakaan dan
pengendalian kehancuran. Singapura
melatih rakyatnya agar terbiasa dengan prosedur menghadapi keadaan bahaya dan
bagaimana melindungi diri yang didukung dengan perencanaan menghadapi bahaya,
bencana dan dukungan darurat untuk rakyat. Selain itu hansip juga disiapkan sebagai
komplemen pada sistem pertahanan yang diterapkan di negara Singapura.
Hansip diberbagai negara
sudah terorganisir secara terstruktur dan menjadi bagian dari kementrian dalam
negeri yang dilindungi oleh undang-undang, tugas dan peran yang jelas, program
dan anggaran yang jelas yang didukung sepenuhnya oleh pemerintah.
Di
Indonesia, hampir semua rakyat sudah sangat familier dengan hansip, bahkan
semua pegawai negeri, pada hari tertentu diwajibkan mengenakan seragam hansip
dengan monogram didada kiri tertulis LINMAS. Namun pengenalan rakyat Indonesia kepada Hansip mempunyai “konotasi” berbeda dengan apa yang
disampaikan pada paragraf sebelumnya, karena bila menyebut hansip, maka mereka membayangkan
orang berseragam hijau muda, bersepatu lapangan dan berasal dari kelompok
masyarakat menengah kebawah, bahkan cenderung sebagai masyarakat golongan bawah,
yang ditugasi menjaga dan membantu lalu lintas dan keamanan pada acara resepsi
atau acara-acara yang di selenggarakan oleh kelompok menengah keatas. Peran
hansip sampai saat sekarang sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, meskipun
hanya melakukan tugas tugas sepele, mereka selalu hadir pada saat dibutuhkan
terutama pada even-even yang diselenggarakan oleh desa, kelurahan, kecamatan
atau pada resepsi-resepsi yang digelar dilingkungan masyarakat. Namun secara institusional belum memiliki
wadah yang dapat menjamin hansip dapat menyelenggarakan program dengan anggaran
yang jelas yang didukung pemerintah, bahkan cenderung belum terorganisir secara
jelas dan keberadaannya masih terkesan antara ada dan tiada, karena bila
mengacu kepada peraturan Mendagri nomor 40 tahun 2011 tentang Pedoman
organisasi dan tata kerja Satuan Polisi Pamomg Praja ( satpol PP) , yang ada hanya Linmas yang menjadi bagian dari
organisasi Satpol PP. Rakyat yang
diwakili oleh beberapa individu yang mengatasnamakan/menyatakan mewaliki suara
rakyat, sampai sekarang masih menentang rancangan undang-undang komponen
cadangan, sementara peluang yang dimiliki untuk memerankan rakyat dalam upaya membantu
kepentingan rakyat sipil melalui peran Hansip juga tidak mendapat perhatian.
Sebagai
bangsa yang besar dan kaya layaknya Indonesia, permasalahan bencana dan
kedaruratan sangat sering terjadi, tetapi belum terlihat peran hansip, yang ada
hanya para “LINMAS” yang jumlahnya jutaan di Indonesia, tetapi dengan tugas dan
tangungjawab yang berbeda, karena mereka adalah pegawai negeri sipil. Hansip
di Indonesia belum diorganisir dan dikelola sesuai kepentingannya, bahkan
mereka hanya diberi tugas pada penyelenggaraan satu fungsi dari beberapa fungsi
yang seharusnya dapat diberikan, yaitu perlindungan masyarakat saja.
Terdapat
indikasi bahwa keberadaan hansip di Indonesia sengaja disamarkan, dengan
pertimbangan bahwa keberadaan hansip hanya akan menjadikan mereka sebagai
tangan-tangan TNI. Sebelum era
reformasi, keberadaan hansip sangat jelas dan secara konstitusi diakui dimana
dalam UU no 2 yahun 1988 sangat jelas mengatur tentang hansip. Namun setelah reformasi dan terbit UU no 3
tahun 2004 tentang Pertahanan Negara, keberadaan hansip hilang sama sekali,
padahal pertahanan Negara tidak hanya menjadi tugas dan tanggungjawab TNI
tetapi menjadi tugas bersama seluruh komponen bangsa. Dari keadaan ini menjadikan sebuah indikasi
bahwa ada niat dan diimplementasikan dalam penyusunan undang-undang pertahanan yang
dengan sengaja menghilangkan keberadaan hansip, karena anggapan dan pemikiran
yang salah terhadap tugas pertahanan negara, sehingga dengan hilangnya
keberadaan hansip, niat untuk mengkebiri
TNI dianggap berhasil, padahal dengan hilangnya keberadaan hansip, sangat
merugikan negara dari manapun sudut pandangnya.
Buku
doktrin pertahanan yang diterbitkan Kementrian Pertahanan menyatakan bahwa
perang dalam arti invasi dan agressi ke wilayah Indonesia sangat kecil
kemungkinannya, namun Indonesia masih mmenghadapi banyak permasalahan yang
berhubungan dengan penyelamatan kepentingan sipil, berkaitan masih adanya aksi
terror, masih ada separatisme, yang membutuhkan banyak campurtangan pemerintah untuk
mengatasinya dan didalamnya juga membutuhkan kehadiran dan peran rakyat sipil
yang terorganisir, sehingga kegiatannya dapat terselenggara dengan menejeman
yang jelas. Demikian juga dengan
kemungkinan terjadinya bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan masih
membutuhkan kehadiran kekuatan rakyat yang terlatih dan terorganisir, baik
untuk penyelamatan, pertolongan maupun pengungsian dengan segala aspek yang
muncul dari kegiatan tersebut. Kegiatan
seperti itu mustahil bila hanya dilakukan oleh badan yang sudah dibentuk
pemerintah seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), atau Badan
Search and Resque Nasional (Basarnas), karena keterbatasan jumlah personel dan
peralatan. Belum lagi menghadapi
kendala birokratis bila harus mengerahkan kekuatan Pemadam kebakaran,
sukarelawan Dokter dan para medis, organisasi radio dan organisasi yang lain
yang dibutuhkan dalam mengatasi bencana.
Akan
sangat menguntungkan apabila organisasi hansip dilembagakan, meskipun hanya
dalam bentuk organisasi kerangka. Melihat
pengalaman yang sudah terjadi dalam penanggulangan bencana, pemerintah telah
menyiapkan pasukan reaksi cepat dari lingkungan TNI yang dalam operasionalnya
dibawah koordinasi BNPB, organisasi inipun sangat terbatas dari tinjauan
kebutuhan penanggulangan bencana.
Sedangkan unsur lain yang terkait dengan penyelamatan rakyat bergerak
masing-masing tanpa didukung dengan menejemen yang memadai, yang menyebabkan
mengabaikan efektifitas dan efisiensi serta menyulitkan upaya kontrol.
Apabila
organisasi hansip dilembagakan, meskipun dalam bentuk kerangka, maka
unsur-unsur organisasi yang bertugas operasional dilapangan, dapat segera
diorganisir sesuai dengan kebutuhan dilapangan. Dalam kondisi seperti ini, maka menejeman
menjadi lebih jelas, dukungan jelas sasaran kegiatan jelas, yang memudahkan
pengendalian dan pengawasan. Dalam
operasionalnya, hansip dapat langsung berkoordinasi dengan BNPB tentang pelaksanaan
tugas, sehingga setiap komponen yang bergerak dilapangan dalam penanggulangan
dapat melibatkan unsur-unsur lain yang lebih mudah berkoordinasi dan
bekerjasama. Dalam kasus lain, hansip
dapat berkoordinasi dengan penanggungjawab operasional untuk menentukan
unsur–unsur apa saja yang dibutuhkan dalam mendukung suatu bentuk operasi yang
digelar oleh Pemerintah.
Hansip bukan hanya sekedar seragam yang dikenakan, tetapi sebagai semangat pengabdian dan kesetiakawanan rakyat Indonesia demi kebesaran Negara dan Bangsa.
Bandung 23 Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar