KEPEMIMPINAN, MEMIMPIN, PIMPINAN, PEMIMPIN
SEGALA HAL TENTANG KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan, dapat dianggap sebagai suatu ilmu dan juga seni, sehingga tak jarang dalam mengelola sebuah organisasi orang menerapkan seni memimpin. Berbicara tentang kepemimpinan, tidak akan pernah berhenti, setiap saat bermunculan gaya, seni, metoda, azas, prinsip dan pola kepemimpinan. Pemikiran ini dapat difahami karena memimpin sebuah organisasi hampir selalu bersifat situasional dengan pengertian bahwa dalam setiap organisasi menyimpan sesuatu misteri, karena sumberdaya manusia dan budaya yang tersimpan didalamnya sulit ditebak. Sebagai ilmu, kepemimpinan dapat dipelajari dan dikembangkan, namun tidak semua pimpinan berhasil membuat dirinya menjadi pemimpin karena berbagai hal diantaranya yang paling berperan adalah "karakter pribadi" sebagai modal utama untuk menjadi pemimpin.
Kepemimpinan, secara teori dapat dibedakan dalam beberapa tingkatan, sesuai dengan pola dan metode memimpin sebagai seni yang diterapkan dalam menggerakkan organisasi. Pada tingkat yang paling rendah biasa disebut sebagai kepemimpinan lapangan atau kepemimpinan tatap muka, karena pimpinan pada strata ini dalam menggerakan organisasi berhadapan langsung dengan anak buah. Pada strata selanjutnya dikenal dengan kepemimpinan senior, karena sebagai pimpinan, tidak langsung berhadapan dengan seluruh awak organisasi, tetapi berhadapan dengan para pimpinan organisasi eselon bawah, sehingga untuk menggerakkan organisasi, pimpinan pada strata ini melalui para pimpinan bawahan. Strata tertinggi adalah kepemimpinan strategis, karena pimpinan pada strata ini mengelola organisasi besar yang pengaruhnya sangat luas. Keberhasilan pimpinan pada tingkat ini sangat tergantung dari pimpinan dieselon bawahnya, karena sebagian misi organisasi telah didelegasikan kepada pimpinan dieselon bawah, bahkan beberapa kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya organisasi sudah menjadi bagian tugas dari pimpinan eselon bawah. Namun kepemimpinan tetap saja menyimpan misteri yang tidak semua orang berhasil melaluinya, tidak semua pimpinan berhasil menjadi pemimpin besar bahkan tak jarang keberadaan seorang pemimpin hanya menjadi masa lalu setelah menyelesaikan tugasnya, tidak membuat kesan yang layak dikenang oleh bawahan. Bagi militer Indonesia kepemimpinan Jenderal Soedirman, pada masa awal kemerdekaan, sampai saat sekarang masih menjadi panutan dan setiap orang masih mengenangnya sebagai pemimpin besar. Setelahnya mungkin yang masih layak untuk dikenang adalah Jenderal M. Yusuf, pada jamannya, organisasi militer sangat mendambakan kehadirannya. Layaknya setiap mimpi prajurit jaman itu menjadi kenyataan. Semenjak pergantian kepemimpinan dari Jenderal M. Yusuf, telah banyak pimpinan yang mengelola organisasi, tetapi semuanya hanya dirasakan sebagai masa lalu yang tidak layak untuk dikenang.
Sabtu, 07 Januari 2012
Rabu, 07 Desember 2011
WAWASAN KEBANGSAAN dan NASIONALISME
PENERAPAN EMPAT PILAR BERBANGSA DAN BERNEGARA
UNTUK MEWUJUDKAN WAWASAN KEBANGSAAN DAN NASIONALISME
DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT MASIH MENGHADAPI TANTANGAN
Oleh : Kol. Inf Juanda Sy, M.Si (Han)
UNTUK MEWUJUDKAN WAWASAN KEBANGSAAN DAN NASIONALISME
DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT MASIH MENGHADAPI TANTANGAN
Oleh : Kol. Inf Juanda Sy, M.Si (Han)
1. Pendahuluan. Pancasila merupakan landasan yang menjiwai perumusan cita-cita perjuangan bangsa Indonesia sebagaimana termuat dalam Pembukaan Undang-undang dasar 1945. Penerapannya dalam kehidupan bangsa Indonesia, diharapkan menjadi wujud dari nilai-nilai kesatuan dan persatuan, kekeluargaan dan kebersamaan yang menjadi pedoman dalam pola sikap, pola pikir dan pola tindak setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada kenyataannya belum semua warga negara dapat mene-rapkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari baik dalam berfikir, bersikap dan bertindak, bahkan tidak jarang justru bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Pembentukan Negara Indonesia oleh para pendahulu, menempatkan dua visi yang saling berkaitan yaitu visi pertama adalah integrasi, yang dituangkan dalam lambang negara yaitu bhineka tunggal ika, yang menghendaki agar dalam pengelolaan negara, tetap memelihara identitas dan warisan kultural etnik dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini juga secara eksplisit dituangkan pada pasal 18, 32 dan pasal 36 Undang-undang Dasar 1945. Visi kedua adalah Asimilasi, sebagai bentuk menyatunya setiap individu warga negara dengan etnis yang berbeda-beda, kedalam satu bangsa Indonesia yang didukung oleh deklarasi Sumpah Pemuda tahun 1928 dan juga dituangkan pada pasal 1 dan pasal 27 Undang-undang Dasar 1945.
Nasionalisme menurut Bung Karno[1] adalah "kesadaran bahwa tiap-tiap anggota bangsa adalah bagian dari suatu bangsa yang besar, yang berkewajiban mencintai dan membela negaranya, dan setiap anggota bangsa perlu menyadari bahwa harus mempunyai rasa tanggungjawab sebagai satu bangsa yang merdeka dan berdaulat, harus sadar bahwa mereka memiliki harga diri, martabat, kedudukan, tanggungjawab atas masa depan bangsa. Setiap saat dia juga siap membela kepentingan bangsa dan negaranya, serta siap pula berkorban demi kelangsungan hidup, keutuhan dan kebesaran bangsanya".
Dalam era globalisasi, nasionalisme di Indonesia menghadapi tantangan yang berada diantara kekuatan Globalisasi yang dipenuhi dengan logika dan asumsi universal dengan kekuatan etno nasionalisme, namun bagi Indonesia tantangan tersebut bukan menjadi penghalang karena kekuatan Indonesia terletak pada landasan sejarah terbentuknya negara, yang menjadi perekat sebagai ingatan peristiwa simbolik dan rasa senasib dalam ikatan geopolitik yang satu. Namun demikian, akankah komitmen ini dapat dipertahankan, bila tantangan dan permasalahan dalam perwujudan wawasan kebangsaan dan nasionalisme belum dapat diselesaikan oleh bangsa Indonesia ?
Sabtu, 03 Desember 2011
Latihan untuk mewujudkan Kerjasama Sipil Militer
MEMBANGUN DAN MENINGKATKAN PERAN SIPIL
DALAM PEMBINAAN KEMAMPUAN
DAN PEMBERDAYAAN WILAYAH PERTAHANAN
Oleh : Kol. Inf. Juanda Sy, M.Si (Han)
1. Pendahuluan. Pada acara pengarahan kepada para Pati dan Pamen TNI di Magelang, Presiden menyatakan bahwa pengarahan tersebut disampaikan sebagai "direktif" Panglima tertinggi TNI terkait dengan Doktrin militer, karena sebagian doktrin militer dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi serta keberadaanya perlu disesuaikan dengan era Demokrasi. Doktrin disusun sebagai pedoman dalam mempersiapkan unsur-unsur organisasi agar dapat melaksanakan tugas pokoknya, penyusunan doktrin juga dipengaruhi oleh perkiraan-perkiraan ancaman dan strategi yang akan diterapkan untuk menghadapi ancaman, sehingga akan berpengaruh terhadap bagaimana organisasi disusun, bagaimana gelar kekuatan, fungsi-fungsi apa saja yang harus dimiliki dan bagaimana tugas dilaksanakan termasuk apa yang harus dilatihkan untuk menghadapi ancaman yang diperkirakan.
Kebijakan negara dibidang pertahanan negara, menentukan urutan kebijakan pertahanan negara yang saling terkait secara berurutan yaitu Pertama, Pemerintah dalam hal ini Presiden merumuskan Kebijakan Umum Pertahanan Negara dengan melibatkan Dewan Pertahanan Nasional dan Kementrian Pertahanan. Kedua, Kebijakan Umum Pertahanan Negara menjadi dasar dan pedoman bagi Menteri Pertahanan untuk merumuskan kebijakan penyelenggaraan Pertahanan Negara yang disusun dalam buku Doktrin Pertahanan Negara dan kebijakan penggunaan kekuatan yang dituangkan dalam buku Strategi Pertahanan Negara. Ketiga, Panglima TNI, dengan mempedomani seluruh kebijakan politik tentang pertahanan negara, menyusun dan merencanakan pengembangan strategi-strategi militer.
Doktrin yang diterbitkan TNI, menetapkan bahwa dalam pelaksanaan tugas operasi militer, kekuatan yang dilibatkan tidak hanya TNI tetapi juga institusi diluar TNI dan komponen bangsa lainnya, sehingga dibutuhkan koordinasi dan kerjasama antar institusi, agar semua tugas yang dilakukan dapat terselenggara dengan baik dan berhasil mencapai sasaran yang ditetapkan. Mendukung kebijakan ini, Panglima TNI telah menetapkan kebijakan menyangkut optimalisasi peran TNI, yang diimplementasikan dalam kegiatan menyiapkan piranti lunak sebagai landasan hukum, melakukan penjajakan di berbagai instansi pemerintah yang memungkinkan untuk dilakukan kerjasama, menyusun program kegiatan berdasarkan skala kebutuhan yang disesuaikan dengan struktur dan kultur daerah, menyiapkan dan melengkapi sarana dan prasarana serta menyiapkan anggaran sesuai batas kemampuan anggaran TNI.[1]
Bahwa kemampuan pertahanan Negara harus dibangun, dibina dan disiapkan semenjak dini, dilaksanakan disemua wilayah Nasional Indonesia, merupakan tugas semua Kementrian, Lembaga non Kementrian serta Pemerintah daerah, sesuai dengan peran, tanggungjawab dan fungsi masing-masing. Penyelenggaraan latihan gabungan TNI diinstruksikan untuk dilaksanakan setiap tahun, sehingga perlu dirumuskan agar pembinaan kemampuan pertahanan dan pemberdayaan wilayah pertahanan dapat dikembangkan dari penyelenggaraan latihan gabungan TNI.
Langganan:
Postingan (Atom)