POSISI TNI DALAM MENGATASI TERORISME
PADA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK
1. Pendahuluan. Perkembangan terorisme dan ancaman kepada
keselamatan manusia, bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga
dinegara-negara lain di dunia. Banyak
teori dan pandangan tentang terorisme, namun belum ada sebuah kesepakatan
tentang apa definisi terorisme yang sebenarnya. Beberapa fihak memandang bahwa teror menjadi
sebuah taktik yang diterapkan sebagai bagian dari cara untuk mendukung strategi
perang, yang pada akhirnya dianggap sebagai bentuk perang asimetri yang
diterapkan oleh fihak yang tidak cukup memiliki kekuatan militer untuk
menghadapi musuh yang lebih besar dan didukung dengan persenjataan yang modern.
Pendapat lain menyatakan bahwa terror sebagai cara yang digunakan untuk
menyampaikan pesan kepadaa fihak penguasa untuk
mempengaruhi kebijakan yang diambil demi mendukung kepentingan politik
sebuah kelompok kepentingan. Bahkan
terorisme dapat muncul karena hanya dengan cara itu, suatu kelompok dapat
menyampaikan tuntutan terhadap perlakuan fihak penguasa yang mereka anggap
tidak adil dalam berbagai bidang. BJ. Habibie pada acara di pondok pesantren
Kempek di Cirebon yang dipublikasikan
pada [1]menyampaikan
beberapa pendapat tentang terorisme :
“
Terorisme adalah tindakan teror atau
kekerasan yang dilaksanakan secara sistematik dan tidak dapat diperhitungkan
yang dilakukan terhadap negara, penyelenggara pemerintahan -- baik eksekutif
maupun legislatif --, bahkan terhadap warga elit sosial-politik dan
perseorangan dalam negara, untuk memperjuangkan sasaran politik teroris. Sejarah membuktikan, baik organisasi politik
"kanan" maupun "kiri", organisasi nasional, organisasi
etnik, organisasi agama, bahkan angkatan bersenjata dan polisi rahasia negara
pun pernah melakukan tindakan terorisme”.
Perbedaan terorisme masa kini dari terorisme masa lalu yaitu
korban masyarakat sipil lebih banyak dan luas karena teroris dengan sengaja
merekayasa dan melaksanakan teror secara acak di mana aksi teror lebih memilih
lokasi dimana kesibukan masyarakat relatif tinggi atau lokasi yang dipadati
banyak orang.
Pada abad ke 21, motif dan cara terorisme berubah dan
berkembang. Perkembangan teknologi seperti senjata dan sistem persenjataan
serba automatis, bahan ledakan yang sangat kompak dengan pengendalian jarak
jauh, akan memperkuat mobilitas, ketepatan waktu dan kedahsyatan kerusakan
akibat tindakan kekerasan berencana oleh teroris. Biasanya terorisme dimanfaatkan oleh gerakan
kelompok perorangan atau institusi politik yang menghendaki ketidakstabilan
pemerintahan atau sistem pemerintahan dengan sasaran mengubah konstitusi. Baik pelaku sistem pemerintahan maupun rezim
yang ada dan mereka yang mau mengubahnya, telah memanfaatkan terorisme sebagai
prasarana. Dari kacamata pemerintah
yang sah, gerakan yang memiliki program "perubahan total' melalui
kekerasan dan tidak melalui jalan yang telah diatur UU, dinamai
"terorisme". Namun "perubah atau pemberontak"
menganggapnya proses perjuangan.
Mengingat Bangsa Indonesia, telah menetapkan melalui kebijakan publik
bahwa terorisme adalah tindak pidana, bagaimana implementasi tugas TNI dalam
mengatasi terorisme pada OMSP yang tertuang dalam UU no 34 tahun 2004 ?
2. Indonesia
lebih mengutamakan penanggulangan daripada mengantisipasi untuk mengatasi
terorisme. Demi kepentingan Negara, penulis berpendapat secara Jujuy dalam mengungkapkan pemikiran. Terdapat dua istilah yang
dikenal berkaitan dengan metode mengatasi terorisme, Pertama, anti
terorisme, merupakan usaha, kegiatan dan tindakan yang dilakukan melalui
tahapan pemantauan /pendeteksian, pembinaan/pencegahan dan penanggulangan.
Apabila kebijakan politik negara
menetapkan metode ini, maka semua fihak dilibatkan semenjak awal dalam
memantau setiap wilayah dan setiap orang berperan aktif memantau kegiatan dan
aktifitas disekitar tempat tinggalnya, dan bila melihat, mendengar aktifitas
yang tidak biasanya, mereka berkewajiban melaporkan kepada aparat yang
berwenang secara berjenjang. Disamping setiap lingkungan, mulai dari lingkungan
keluarga, lingkungan pendidikan, lingkungan pekerjaan, senantiasa saling
menjaga agar tidak terpengaruh oleh ajakan yang tidak jelas manfaatnya dan
berpotensi merugikan dirinya maupun kepentingan umum. Upaya pencegahan dilakukan juga oleh semua
komponen melalui berbagai kegiatan sosialisasi pemahaman terorisme dan
mempengaruhi secara psikologis bahwa semua kegiatan diwajibkan mengikuti dan
mempedomani ketentuan aturan dan perundangan yang berlaku. Namun bila dua langkah pendeteksian dan
pencegahan telah diimplementasikan tetapi masih terjadi aksi teror, maka
kekuatan untuk penanggulangan juga disiagakan, untuk mengurangi kemungkinan
timbulnya korban, yang tidak dapat melibatkan semua unsur yang ada dalam
negara/ pemerintah, tetapi hanya dilakukan oleh institusi penegakan hukum dan
kekuatan penindakan. Kedua, counter terorism atau penanggulangan
teror, yang dalam Undang-undang nomor 15 tahun 2003, tentang pengesahan peraturan
pemerintah nomor 2 tahun 2002 menjadi undang-undang mengatasi tindak pidana
terorisme, maka konsep yang diterapkan adalah menghadapi teror dengan kekuatan
nyata, melakukan penanggulangan teror yang muncul dipermukaan, dan hanya
ditindak bila memenuhi kriteria tindak pidana.
Logika hukum mengarahkan kepada semua individu bahwa mereka yang tidak
berbuat, maka tidak dapat dikenakan hukum, karena tindak pidana lebih
mengutamakan Tempat Kejadian Perkara/TKP, bukti dan saksi. Dengan demikian apabila seseorang yang tidak
terkait dengan suatu kejadian yang dinyatakan sebagai aksi teror, mereka bebas
melakukan apa saja meskipun kegiatan dan aktifitasnya dapat menghasilkan suatu
produk yang mungkin saja dapat digunakan
untuk melakukan aksi teror.
3. Pelanggaran
hukum dalam pelaksanaan tugas sangat dihindari oleh institusi TNI. Keterlibatan TNI dalam penanggulangan teror
sebagai implementasi tugas OMSP, menjadi
sulit karena TNI tidak boleh terlibat dan melakukan intervensi dalam kegiatan
yang berkaitan dengan hukum. Dalam
sistem pemerintahan demokrasi, penegakan hukum menjadi bagian tugas instansi
tertentu sehingga instansi diluar aparatur penegak hukum, tidak diperbolehkan
melibatkan diri atau mengintervensi bagian tugas institusi yang berwenang, oleh
karenanya dalam penanggulangan terorisme di Indonesia, tidak ada celah yang
dapat dimanfaatkan oleh TNI, karena di Indonesia, terorisme dianggap sebagai
tindak pidana yang penangannya sudah diatur dalam undang-undang. Kemungkinan keterlibatan TNI dalam mengatasi
terorisme hanya dapat dilakukan apabila dilegitimasi oleh adanya keputusan dan
kebijakan politik Negara dan posisi TNI hanya akan berada pada posisi membantu
Kepolisian Negara. Meskipun TNI
memanfaatkan peluang sebagai pelaksanaan tugas menegakkan kedaulatan, keutuhan
wilayah dan melindungi keselamatan
bangsa, sebagai tugas pokok TNI, maka bila TNI melakukan tindakan diluar
ketentuan undang-undang dan tanpa didukung oleh keputusan dan kebijakan politik
negara, tetap akan dianggap sebagai sebuah
pelanggaran hukum, sesuatu yang sangat dihindari oleh TNI.
Pemerintah menetapkan badan khusus dengan nama Badan Nasional
Penanggulangan Terror, secara harfiah nama badan ini hanya menekankan pada
aspek penanggulangan dan tidak memberikan penekanan kepada aspek pencegahan,
karena dalam pengertian bahasa, penanggulangan adalah suatu kegiatan yang
dilakukan terhadap permasalahan yang secara nyata sudah terjadi, tidak termasuk
dalam proses sebelumnya. Hampir sama dengan
yang berlaku pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana, TNI juga tidak
dilibatkan dalam proses dan kegiatan
mitigasi, sebagai upaya pencegahan untuk mengurangi resiko/ mengurangi
jatuhnya korban pada saat terjadi bencana.
4.
Kesimpulan. Implementasi kebijakan publik tentang
terorisme di Indonesia, berpedoman kepada Undang-undang RI Nomor 15 tahun 2003,
tentang pengesahan peraturan pemerintah nomor 2 tahun 2002 menjadi
undang-undang mengatasi tindak pidana terorisme, yang menyebabkan TNI secara
aturan hukum, tidak dapat dilibatkan dalam proses mengatasi terorisme, tugas
ini hanya dapat dilakukan oleh institusi penegak hukum, karena terorisme bagi
bangsa Indonesia adalah “tindak pidana” .
5. Rekomendasi. Pemerintah harus segera menyadari bahwa
terdapat kelemahan dalam undang-undang tentang penanggulangan tindak pidana
terror, sehingga perlu segera merevisi melalui amandemen untuk dapat melibatkan
semua unsur dalam mengantisipasi terorisme.
Penggunaan istilah penanggulangan menjadi tidak efisien karena hanya
mengatasi yang ada dipermukaan, oleh karenanya istilah yang digunakan sebaiknya
adalah anti terror, yang bersifat kepada pencegahan sampai dengan penindakan. Apabila hal ini tidak segera dilakukan,
pemerintah akan menghadapi banyak masalah terkait perkembangan terorisme dan
terjadinya teror yang akan sangat merugikan bagi pembangunan Nasional disegala
bidang.
Bandung, September 2012, direvisi pada 18 Januari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar