Sabtu, 27 Desember 2014

Traditional Music


     ANGKLUNG
   SEBAGAI WARISAN BUDAYA INDONESIA



Angklung merupakan salah satu bentuk warisan seni dan budaya yang dimiliki Indonesia. Keberadaan angklung hingga saat ini tidak lepas dari kesadaran berpikir masyarakat yang peduli terhadap identitas budaya bangsanya.

Pada awalnya, angklung digunakan untuk keperluan adat istiadat suku Sunda yaitu, sebagai musik penggugah semangat suku Sunda, digunakan dalam upacara untuk bersyukur atas hasil pertanian kepada dewi Sri  yang diyakini masyarakat Sunda sebagai dewi padi, dan sebagai musik mengiringi mantra-mantra sakral pada upacara tertentu, tetapi perkembangan zaman telah merubah  angklung menjadi alat musik yang modern. 

Berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat manapun akan meninggalkan jejaknya  dalam beraneka bentuk seni dan juga pada cara-cara karya-karya seni tersebut diciptakan, diproduksi, didistribusikan, dan dinikmati.    


Angklung awalnya menggunakan sistem tangga nada pentatonis, melalui berbagai perkembangan dan pengkajian, suatu waktu  pada tahun 1938 seorang seniman angklung bernama Daeng Soetigna mengembangkan sistem yang diuji coba dan pertama kali mengenalkan  angklung dengan menerapkan sistem tangga nada diatonis.    Sejak saat itu angklung tidak hanya menjadi suatu seni yang dipadukan dengan sesuatu yang sakral dan mistis, tetapi berkembang menjadi hiburan dan kesenian yang dimainkan secara umum dalam masyarakat.   Kelompok-kelompok masyarakat sadar akan nilai warisan budaya, mulai membentuk komunitas-komunitas yang mempelajari dan memainkan alat musik agklung, selain juga berfungsi menjadi sarana pembelajaran dan pengembangan kesenian angklung. 
Sebagian seniman menggunakan alat musik angklung sebagai media musik kreatif, yang dimainkan mulai dari  jalanan hingga  orkestra angklung yang dikemas secara menarik dan memiliki daya tarik masyarakat di sekitarnya.   Pengakuan tentang keberadaan alat music angklung pertama kali diakui oleh seorang ahli musik asal australia yaitu Igor Hmel Nitsky pada tahun 1955.   

Beberapa sekolah formal di Indonesia menggunakan angklung sebagai media pembelajaran baik secara intra-kulikuler maupun ekstra-kulikuler, sehingga sedikit demi sedikit para generasi muda mengenal seperti apa seni dan budaya bangsanya sendiri. Beberapa lembaga sekolah, secara rutin mengadakan pentas seni yang menyajikan seni dan budaya tradisional, termasuk angklung. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memotivasi generasi- generasi muda untuk melestarikan budaya bangsa.

Lembaga pemerintahan juga sering mengundang kelompok angklung dalam beberapa kegiatan di dalam ataupun di luar lembaganya. Beberapa lembaga negara Indonesia seperti KBRI di beberapa wilayah sering menggelar dan mengundang kelompok-kelompok angklung untuk menyajikan music angklung di negara tempat KBRI tersebut berada. 

Semenjak Unessco menetapkan angklung sebagai kesenian asli Indonesia pada tahun 2010, paling tidak terdapat suatu sanggar Angklung Udjo yang dipimpin seorang seniman angklung Udjo yang telah menjalin  kerjasama dengan KBRI di Washington DC yang berhasil meraih  prestasi dalam Guinnes World of Record di Washington DC, pada tahun 2011.

Keberadaan musik angklung tidak lepas dari inovasi-inovasi baru yang berpengaruh dalam  perkembangannya sampai saat sekarang, karena sebelum ditemukan angklung diatonis, angklung merupakan alat musik tradisional yang belum menjangkau semua kalangan masyarakat. Permasalahan tersebut merupakan suatu awal dari perkembangan alat musik angklung, dan inovasi seniman angklung berhasil menemukan angklung diatonic dan seiring berjalannya waktu, penyajian musik angklung lebih bervariasi dengan memadukan dengan irama musik dan alat musik lain.  Karena kesesuaian tangga nada diatonis yang digunakan dalam angklung mempermudah untuk menyatukan antara musik angklung dan musik barat, berpengaruh terhadap pemanfaatan alat musik angklung untuk dikolaborasi dengan perangkat musik lainnya.   

Alat musik angklung dapat dimainkan dalam berbagai atraksi kolaborasi dalam bentuk angklung kombo band atau bahkan dengan alat musik orkestra. Pola penyajian musik angklung dengan berkolaborasi dengan alat musik lain dan jenis pertunjukan yang bervariasi,  menjadikan angklung sebagai jenis pertunjukan musik baru yang memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan tertentu peminat musik.   Eksistensi angkung di era masyarakat modern tidak lepas dari kesadaran dan peran serta masyarakat yang peduli akan seni dan budaya bangsanya. 

Munculnya kelompok-kelompok masyarakat yang peduli terhadap musik angklung secara tidak langsung memberi dampak positif terhadap pelestarian warisan budaya tersebut.  Inovasi yang muncul dalam musik angklung seperti penggunaan sistem tangga nada diatonis dan eksplorasi bentuk penyajian musik angklung, membuat angklung lebih komunikatif dalam perkembangannya, sehingga angklung masih tetap bertahan di era modern ini. Inovasi terhadap musik angklung memberikan dampak positif bagi upaya pelestarian seni dan budaya, khususnya musik angklung.

Tidak ada komentar: