MENGEMBANGKAN DOKTRIN MILITER
DALAM MENDUKUNG SISTEM PERTAHANAN NEGARA
DIHADAPKAN PADA PERKEMBANGAN TEKNOLOGI MILITER
Oleh : Juanda Sy, M.Si (Han)
Strategi Pertahanan Negara pada dasarnya disusun untuk menjadi
panduan bagi angkatan bersenjata dalam mempersiapkan kemampuannya, agar dapat mencapai keunggulan dari “pesaing” yang suatu
saat akan menjadi musuh dalam perang. Meskipun
analisis menyatakan bahwa kemungkinan adanya invasi atau agresi terhadap negara
berdaulat, sangat kecil kemungkinannya, namun mengembangkan strategi militer
dalam pertahanan Negara merupakan tugas berlanjut untuk mempersiapkan dan
meningkatkan kemampuan Angkatan Bersenjata menghadapi kemungkinan ancaman di
masa depan.
Didasari oleh pemahaman bahwa perang telah berevolusi dan telah berkembang
sejalan dengan perkembangan politik, Ilmu pengetahuan dan teknologi serta
persenjataan militer, Kementrian Pertahanan memper-timbangkan untuk mengembangkan
doktrin dan strategi pertahanan dengan prinsip
menyesuaikan dengan kemajuan dan perubahan disegala bidang, sehingga doktrin
dan stategi yang disusun tidak hanya diarahkan untuk menghadapi perang yang
menggunakan kekerasan dengan menggunakan teknologi persenjataan militer, tetapi
juga untuk menghadapi non violent
conflick yang berkembang disegala
dimensi, dengan mengembangkan konsep pertahanan semesta.
Berbagai pengalaman yang pernah dihadapi oleh Militer
Indonesia menunjukkan bahwa hampir semua kemungkinan pelibatan militer dalam
Operasi Militer Perang dan Operasi Militer selain Perang telah dilaksanakan, mulai
dari perang kemerdekaan, konfrontasi dengan Malaysia, Perebutan Irian jaya,
mengatasi beberapa pemberontakan, mengatasi separatis bersenjata, pemberantasan
teror, perebutan Timor-Timur, berbagai tugas kemanusiaan dan tugas
internasional sebagai pasukan perdamaian.
Dari pengalaman tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tugas
militer yang pernah dselenggarakan dapat dirinci (1) Perang, menghadapi agresi militer Belanda
ke wilayah Indonesia pada Agresi I dan II, konfrontasi dengan Malaysia dan
perebutan Irian Barat (2) Operasi/pertempuran, menghadapi pemberontakan
bersenjata yaitu pemberontakan yang dilakukan oleh Partai Komunis di Madiun
tahun 1948 dan pada peristiwa G 30 S PKI; mengatasi separatis bersenjata
diantaranya Permesta, PRRI, DI-TII (3) Mengatasi
konflik komunal seperti yang terjadi di Maluku, Kalimantan dan Poso (4) penanggulangan
teror seperti pembebasan sandera pada pembajakan pesawat di Don Muang,
memberantas terror Warman di Lampung, (5) Melaksanakan tugas kemanusiaan dalam
penanggulangan akibat bencana alam seperti yang dilaksanakan di Maumere, Aceh,
Padang dalam kasus Tsunami serta di jawa tengah dan Yogjakarta pada kasus
letusan Gunung berapi dan (6) Melakukan
tugas sebagai pasukan perdamaian. Setiap
bentuk operasi yang diselenggarakan Militer, memiliki karakteristik yang
berbeda, sehingga dalam pelaksanaan operasi membutuhkan doktrin yang berbeda,
karena untuk mengatasi setiap jenis dan
macam ancaman dibutuhkan penerapan metode dan tehnik yang khas.
Pengembangan Doktrin
militer harus mempertimbangkan pengalaman yang pernah dihadapi, metode perang yang
berkembang saat sekarang, kemungkinan Perang di masa depan dan visualisasi
strategi, metode penggelaran pasukan, pengorganisasian kekuatan serta
kebutuhan/ perkem-bangan teknologi persenjataan.
Pengalaman
perang bangsa Indonesia dengan penerapan Strategy of limited aim[1].
Suatu Negara dalam perang, harus
dapat mengukur kekuatan musuh yang dihadapi, dan apabila menghadapi musuh
dengan kekuatan besar, yang tidak seimbang dengan kekuatan sendiri, maka lebih
baik menghindar melakukan pertempuran frontal.
Karena pertempuran yang dilakukan secara frontal antar kekuatan militer
yang tidak seimbang kemampuannya, akan merugikan fihak yang lemah. Menghindar bukan berarti kalah, tetapi untuk
memperoleh ruang dan waktu, menghemat tenaga dan sumberdaya, agar dapat
melakukan aksi yang lebih menguntungkan.
Strategi dengan tujuan terbatas, adalah sebuah strategi yang diterapkan untuk
menghadapi kekuatan militer musuh yang lebih besar dan lebih kuat.
Strategi dengan tujuan terbatas, dalam penerapannya dengan taktik gerilya, untuk mencari peluang, untuk mencapai keseimbangan kekuatan antara agresor dan fihak yang bertahan, sehingga pasukan yang lemah menerapkan strategi dengan tujuan terbatas dengan melakukan berbagai aksi memecah belah kekuatan musuh. Melemahkan musuh dengan menusuk posisi-posisi musuh yang lemah, tidak mengerahkan kekuatan yang besar tetapi dilakukan secara terbatas dan dilakukan secara terus menerus, setiap saat yang tak terduga, serta dilakukan dari segala arah.
Pola peperangan yang diterapkan Indonesia pada masa Agresi Belanda tahun 1948-1949, dengan keadaan militer yang relatif lemah, mengandalkan kekuatan yang terbatas dan persenjataan yang terbelakang dalam melakukan pertempuran, sebagai strategi dengan tujuan terbatas. Meskipun pola yang diterapkan pada perang kemerdekaan terlihat mirip dengan strategi ini, tetapi dalam prakteknya tidak diterapkan secara 100%. Aksi serangan kepada musuh, dilakukan dari segala arah, pada saat yang tidak terduga, dan tempat yang tidak diperkirakan. Segala aksi tersebut diarahkan untuk menguras kemampuan musuh dan memberi tekanan terus menerus, akibatnya Belanda saat itu juga menjadi sangat tertekan, yang menyebabkan secara psikis menurunkan semangat prajuritnya, karena dimanapun mereka berada tidak ada jaminan bahwa posisi mereka terbebas dari ancaman serangan para gerilyawan.
Aksi-aksi yang dilakukan oleh para
pejuang Indonesia sangat mirip dengan strategi dengan tujuan terbatas, bahkan
Panglima Besar waktu itu mengeluarkan perintah siasat yang berisikan instruksi
sebagai berikut [2]:
Terdapat 3 hal utama yang harus dilakukan oleh Militer (TNI) bila
terjadi perang :
Pertama, Kota besar dan jaringan jalan raya tidak
perlu dipertahankan, karena kekuatan musuh dipastikan lebih besar dan lebih
lengkap.
Kedua, Menyusun rencana pengungsian secara total,
penyebaran kantong-kantong perlawanan gerilya, dengan pertimbangan perang akan
berlangsung secara luas dan waktu yang lama.
Ketiga, Rencana aksi perlawanan pasukan Republik
yang telah ditetapkan adalah dengan melaksanakan perang gerilya.
Pada penerapan strategi ini,
Indonesia sekaligus mengandalkan upaya diplomasi dan mencari dukungan
internasional, dengan memanfaatkan segala sarana yang serba terbatas, namun
dapat menyebarkan opini yang mendukung Indonesia secara luas.
Secara khusus serangan balas dengan kekuatan maksimal untuk
menghancurkan kekuatan musuh tidak dilakukan karena kondisi kemampuan Negara
yang masih lemah, namun serangan secara serentak terhadap posisi musuh telah
dilakukan beberapa kali dibeberapa tempat dan yang paling dikenal adalah
serangan umum, tanggal 1 maret 1949, yang mencengangkan penduduk dunia,
berpengaruh secara internasional, sehingga respon dari Dewan Keamanan PBB,
memaksa Belanda untuk bersedia melakukan pertemuan dengan Indonesia, yang
menghasilkan kesepakatan agar Belanda menyerahkan wilayah yang diduduki kepada Indonesia.
Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi telah diadopsi
untuk kepentingan militer dan diterapkan untuk mengembangkan jenis-jenis persenjataan dan peralatan
militer, yang sangat berpengaruh terhadap prinsip pertempuran dan mendorong
terjadinya perubahan doktrin dan strategi militer.
Perkembangan persenjataan dan perangkat militer modern telah
diterapkan secara global mulai dari persenjataan perorangan sampai kepada
teknologi penginderaan jauh. Sebagai
konsekuensi pemanfaatan teknologi untuk kepentingan tugas militer modern, telah
membuka peluang adanya campur tangan politik terhadap operasi militer, karena
dengan kemajuan teknologi, aktor politik dapat berhubungan dan mengendalikan
langsung sebuah operasi dengan menggunakan metode tele conference. Secara
ektrim bahkan sebuah serangan dapat dilakukan tanpa harus menghadirkan kekuatan
fisik kedaerah pertempuran, karena kemampuan senjata yang dapat dikendalikan
dari jarak jauh dan memiliki akurasi ketepatan mengenai sasaran yang optimal karena
didukung oleh teknologi digital yang ultra modern.
Perkembangan teknologi persenjataan dan perlengkapan militer
yang berlangsung cepat, mengharuskan para aktor perencana militer untuk mengem-bangkan
strategi dan prinsip peperangan baru yang disesuaikan dengan kemungkinan perang
masa depan. Strategi militer harus
didukung oleh kemampuan organisasi militer dan agar organisasi militer dapat
melaksanakan prinsip pertempuran baru, mereka membutuhkan pedoman pelaksanaan
berupa doktrin yang relevan disemua tingkatan,
agar operasi militer dapat terseleng-gara secara efektif dan efisien dalam
mencapai sasaran. Selain perkembangan
persenjataan, bagi Indonesia masih terdapat pertimbangan penting dalam
pengembangan doktrin yaitu kondisi geografi dan pola penggelaran kekuatan
militer dalam mendukung sistem
pertahanan Negara.
Visualisasi Strategi, pola penggelaran kekuatan, penyusunan
struktur dan pengorganisasian serta kesiapan infrastruktur, menjadi
pertimbangan penting dalam penyusunan doktrin.
Terdapat dua pola yang dikenal dalam
kampanye militer untuk menghadapi kemungkinan ancaman militer. Pertama War of attrition, suatu pola operasi yang biasanya dipilih oleh pihak yang lebih lemah
dalam menghadapi kekuatan yang jauh lebih besar dengan menerapkan suatu bentuk perang
yang mendekati perang asimetri, meskipun tidak diterapkan secara murni.
Pihak yang lemah akan cenderung menghindari
kekuatan musuh dan tidak dihadapi secara langsung, memanfaatkan penguasaan
wilayah dan kecepatan bergerak dan mengulur waktu dengan menerapkan strategi
gerilya yang diarahkan untuk menguras tenaga
musuh, menimbulkan frustrasi pasukan, memecah belah kekuatan dan menurunkan moril serta menguras anggaran perang musuh. Pilihan
pertahanan teritorial, tidak mengharuskan terciptanya sistim logistik yang
efisien, tetapi lebih mengutamakan kesiapan
kompartemen disegala bidang dalam mendukung operasi yang dilaksanakan oleh satuan
militer di setiap mandala operasi.
Kesiapan
kompartemen merupakan bagian dari sistem pertahanan semesta, yang dikelola dalam mengintegrasikan semua
kemampuan sumberdaya yang ada diwilayah, agar mampu memberikan dukungan secara
berlanjut kepada setiap satuan militer yang menyelengarakan operasi. Sebuah kompartemen strategis, untuk siap menghadapi kondisi perang, harus dicukupi
komposisi kekuatan militernya yang disesuaikan dengan perkiraan kemungkinan
ancaman dan secara bertahap harus mengusahakan dan memenuhi kebutuhan kompartemen disegala bidang.
Untuk itu, setiap
penanggung jawab kompartemen harus dapat memperhitungkan (a) kemampuan sumber
daya yang ada dikompartemen; (b) sumber apa saja yang memerlukan pembinaan
serta pengembangan secara khusus; (c) sumber apa yang harus diadakan/didatangkan
dari luar kompartemen; dan (d) kompartemen lain yang dapat membantu dan atau
perlu dibantu. Apabila menerapkan metode
ini, maka setiap kompartemen berkewajiban untuk menyelenggarakan upaya
pemberdayaan wilayah pertahanan, sehingga dapat membentuk/mewujudkan kemampuan
dukungan yang bersifat otonom. Kedua, War of destruction,
pola operasi dengan mengandalkan
strategi ofensif dengan menggelar pasukan pemukul yang dapat secara cepat menghancurkan
kekuatan bersenjata musuh untuk meruntuhkan motivasi lawan agar kehilangan
motivasi untuk melanjutkan pertempuran. Untuk
dapat melakukan kampanye militer dengan pola war of destruction yang efektif, dukungan harus
terpusat. Pemusatan dukungan dilakukan agar (a) terbentuk integrasi
dukungan ; (b) tercipta dukungan yang tepat waktu dan tepat jumlah.
Beberapa kali pelaksanaan latihan gabungan yang diselenggarakan TNI, Komando tugas
gabungan diarahkan untuk melakukan war of
destruction dipalagan antara, yang menggambarkan operasi militer untuk
mencegah kekuatan musuh mendekati apalagi menduduki wilayah tertentu di bagian Indonesia. Gelar
pelibatan TNI seperti yang di Scenario
kan, membutuhkan dukungan kesiapan dan kecukupan logistik yang disusun dan
dilaksanakan secara terpusat yang disalurkan melalui komando kewilayahan ke satuan-satuan tempur
di mandala operasi depan/daerah pertempuran. Tugas utama para
asisten logistik untuk gelar kampanye militer seperti ini, bukan (tidak
membutuhkan) membentuk dukungan logistik yang otonom melalui pemberdaan wilayah
pertahanan, namun hanya segera menyalurkan dengan mengoptimalisasi rangkaian menejeman dukungan logistik yang
disediakan oleh Komando atas.
Doktrin Operasi Gabungan ABRI yang ditetapkan Menhankam/Pangab melalui Skep/933/1980 tanggal 17 September 1980, perlu di validasi agar dapat menyempurnakan doktrin operasi gabungan sebagai akibat pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah diadopsi untuk kepentingan persenjataan Militer. Penyempurnaan doktrin operasi gabungan tersebut harus dapat mewujudkan integrasi antara tiga angkatan dalam operasional yang harus dapat membangun kemampuan, yang secara integratif dapat mendukung keberhasilan sistem pertahanan, melalui dua pilihan, apakah akan menerapkan metode pertama atau metode kedua, yang masing-masing memiliki persyaratan tersendiri.
Dengan demikian pola pembinaan yang diterapkan setiap matra harus diarahkan untuk dapat membangun Integrasi operasional antar matra, sehingga komando tugas gabungan yang dibentuk untuk menghadapi bentuk ancaman, harus dapat mengembangkan kemampuan taktikal gabungan yang digelar dalam kampanye militer.
Penyempurnaan doktrin operasi gabungan tersebut diharapkan dapat mempertegas arah pengembangan doktrin pertahanan Indonesia.
Doktrin pertahanan Indonesia yang menerapkan konsep
dasar pertahanan semesta yang mengandung
strategi dasar yaitu: (1) pelibatan seluruh sumber daya nasional melalui
mekanisme mobilisasi, (2) gelar defensif aktif yang secara simultan
mengkombinasikan taktik ofensif dan defensif, (3) gelar operasi terpadu yang dapat
dilakukan melalui operasi matra tunggal atau operasi matra gabungan, (4)
konsepsi pertahanan berlapis, dan (5) gelar perang berlarut sebagai wujud dari semangat
tidak kenal menyerah. Strategi dasar
tersebut perlu dikaji ulang untuk memperoleh bentuk doktrin operasi gabungan
yang relevan menyesuaikan dengan perkembangan taktik bertempur dan teknologi
persenjataan serta segala sesuatu yang berpengaruh terhadap sistem pertahanan
negara.
Menghadapi berbagai pandangan tentang perkembangan
perang yang ditengarai bahwa trend peperangan masa depan lebih banyak akan
terjadi dalam perang kota dan perang menghadapi ancaman non tradisional. Perang kota dan menghadapi ancaman non
tadisional, merupakan perkembangan peperangan masa kini dan prediksi peperangan masa depan,
yang tidak dapat dihadapi dengan menerapkan komponen dan prinsip peperangan
generasi sebelumnya. Akibat pengaruh
perkembangan teknologi, menyebabkan perkembangan doktrin militer, yang
berkembang dan harus mengikuti perubahan generasi peperangan dan perkembangan
teknologi persenjataan militer. Meskipun perkembangan teknologi tidak secara
serta merta berpengaruh kepada strategi nasional, strategi pertahanan dan
strategi militer yang berada pada tataran yang relatif jauh diatas, namun menghadapi trend peperangan yang berkembang,
sudah waktunya doktrin operasi militer disesuaikan dengan kemampuan
penyiapan/pengalokasian anggaran bagi pertahanan serta sistem pertahanan negara
yang sudah ditetapkan, sehingga kepentingan untuk membangun dan mewujudkan
kemanunggalan TNI – rakyat tetap menjadi faktor utama yang perlu
diprioritaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar