MENGURANGI KESENJANGAN DAN MENCEGAH KORUPSI MELALUI PENGATURAN PENGHASILAN
Diberbagai belahan dunia, mengatur dan mengelola
kesejahteraan rakyat, merupakan hal yang menjadi prioritas tugas pemerintah,
bahkan pemerintah menempatkan
kesejahteraan sebagai bagian dari " kepentingan nasional " sehingga
siapapun yang memimpin pemerintahan berkewajiban untuk mengutamakan urusan
kesejahteraan sebagai prioritas tugasnya.
Negara-negara yang saat sekarang telah mapan dalam
pengaturan kesejahteraan rakyatnya,
dulunya juga tidak pernah mengenal bagaimana mengatur pendapatan
pegawai, buruh atau setiap jenis pekerjaan. Namun dengan berjalannya waktu dan
meningkatnya kesadaran atas penghargaan kepada setiap individu dalam sebagai
tenaga kerja, maka masing-masing mulai merancang bagaimana sebaiknya
penghasilan dan nilai upah dari setiap jenis pekerjaan ditetapkan, dengan
memperhitungkan bahwa perbedaan antara upah/gaji terendah dan yang tertinggi
dikendalikan dalam satu kerangka yang tidak dapat dipisahkan, sehingga
kesenjangan antara nilai penghasilan terendah
dan penerima gaji/penghasilan tertinggi telah diperhitungkan dengan norma
kebutuhan hidup dan kepantasan bagai setiap individue. Apabila penerima gaji teringgi menginginkan
kenaikan penghasilan, maka mereka yang berada pada posisi penerima upah/gaji
terendah juga akan memperoleh kenaikan, karena rangkaian pengaturan yang
menetapkan jarak antara penghasilan tertinggi dan terendah bersifat tetap dan
baku.
Perkembangan sosial budaya masyarakat dan sistem
politik yang semakin waktu semakin baik, memunculkan banyak pemikiran untuk
mengatasi berbagai permasalahan sistem pengupahan /penggajian yang selama
beberapa dekade dirasakan terdapat ketimpangan antar jenis pekerjaan dan
menghasilkan sebuah konsep yang dinilai sebagai sistem yang realistis dan
manusiawi, yang diprediksi dapat mengendalikan dan mencegah terjadinya
kesenjangan antar golongan pekerjaan dan antara si miskin dan yang kaya, selama
mereka berada dalam lingkup sebagai penerima gaji/upah dari sebuah
pekerjaan. Sistem ini mengatur tentang
penggajian dengan menentukan beberapa tingkat pendapatan setiap tingkat yang
ditetapkan dengan perbedaan yang bersifat tetap dan saling mempengaruhi, karena
sistem berlaku sebagai sebuah paket.
Sebagai contoh, apabila dalam penetapan penggajian dalam sebuah
organisasi diatur menjadi 20 tingkat, maka nilai penghasilan yang diterima
antara tingkat teratas dan terendah ditetapkan secara baku, sehingga pada saat
penerima penghasilan tertinggi dinaikkan, maka secara otomatis, penerima
penghasilan terendah akan imut naik, karena perbedaan nilai yang bersifat
tetap.
Sistem penggajian di Indonesia, sampai saat
sekarang masih belum diatur dalam sistem yang mengikat, sehingga setiap jabatan
dalam institusi dan jenis pekerjaan yang berbeda dapat menetapkan standar
pengupahan/penggajian sesuai dengan kemauan masing-masing, sehingga perbedaan/
selisih penghasilan antar jabatan dan antar jenis pekerjaan tidak dapat
dikendalikan. Kondisi ini yang
menyebabkan kesenjangan antara kelompok miskin dan kelompok kaya, karena
peningkatan penghasilan yang berada dilevel atas tidak secara otomatis
berpengaruh kepada peningkatan
penghasilan yang berada di level menengah atau level bawah.
Sistem penggajian/pemberian remunerasi berkaitan
dengan berlangsungnya reformasi birokrasi di Indonesia sudah mulai mengadopsi
sistem penggajian modern, meskipun
berlaku hanya dalam lingkungan tertentu yang dibedakan dalam spesifikasi
jenis tugasnya dan hanya menetapkan jumlah penghasilan yang diterma oleh setiap
tingkatan tanpa menentukan perbedaan
antara penerima terendah dan penerima tertinggi.
Sistem penggajian modern seperti yang disampaikan
diatas, apabila diterapkan, diyakini dapat menghilangkan jurang pemisah antara
kelompok kaya dan kelompok miskin, kelompok pekerja kasar dan pegawai kantoran,
antara karyawan BUMN dan Pegawai negeri lain, antara pejabat level puncak dan
pegawai rendahan.
Meskipun ada
pengaruhnya terhadap kemampuan keuangan dan kemampuan perekonomian negara,
karena peningkatan penghasilan berlaku bagi setiap level dan dalam satu paket
akan bergerak bersama-sama. Setiap
pekerja mengetahui berapa penghasilan yang akan mereka terima pada jenis
pekerjaan, jabatan, lingkup pelayanan dan lamanya masa kerja. Sebagai contoh, seorang karyawan bidang
pekerjaan komunikasi, sebagai asisten direktur, usia diatas 40 tahun, masa
kerja antara 8-10 tahun, lingkup pelayanan dibawah 1 juta, maka penghasilan
yang akan diterima antara US $ 48.600 - US $ 50.400. Penghitungan seperti ini dapat dilakukan oleh
sistem yang memang sudah berlaku secara internasional, sehingga dapat mencegah
adanya peluang melakukan korupsi, karena dengan penghasilan seperti ini, maka
publlik dapat memperkirakan bagaimana sepantasnya kehidupan sosial mereka.
MENGAPA
KORUPSI MASIH BERLANGSUNG ?
Suatu jabatan pada sebuah organisasi, karena tugas
dan tanggung jawabnya, pemberian gaji dan penghasilannya telah diperhitungkan sesuai dengan beban
tugas, scope tanggungjawab dan resiko
yang mungkin timbul dari jabatan tersebut.
selain itu karena jabatan tersebut, maka juga ditentukan tunjangan apa
saja yang diperoleh dan penghasilan lain yang secara sah dapat diterima karena
melakukan pekerjaannya berkaitan dengan jabatannya.
Melalui evaluasi seperti ini, akan diperoleh
gambaran kemampuan pendanaan yang dimiliki setiap pegawai atau karyawan dan
dapatdiketahui peluang dan kemungkinan apa saja yang dapat dilakukan oleh
pegawai ini dengan memanfaatkan kemampuan keuangannya. Dengan kemampuan keuangannya mereka dapat
mengajukan kredit kepemilikan rumah, kepemilikan kendaraan atau fasilitas lain,
yang dapat diperhitungkan dengan penghasilannya. Apabila didalam kehidupan "mereka"
sehari-hari terlihat melebihi dari perhitungan kemampuan keuangan keluarga
tersebut, sangat layak apabila pemerintah sebagai pengawas melakukan
investigasi terhadap pejabat tersebut, dari mana dana diperoleh sehingga mereka
dapat memiliki fasilitas dan menikmati fasilitas yang melebihi
kemampuannya.
Berfikir tentang permasalahan ini, dapat dirasakan
bahwa masih banyak aturan dan ketentuan yang masih perlu disusun menjadi lebih
detil sehingga penghasilan seorang pejabat dapat dikontrol, melalui
penghitungan penghasilan apa saja yang secara resmi dapat diperoleh oleh
pejabat dalam melaksanakan berbagai aktifitas yang berhubungan dengan
jabatannya. Secara umum setiap pejabat
akan memperoleh penghasilan dalam bentuk
penghasilan tetap berupa gaji dan tunjangan jabatan, penghasilan
tambahan dalam bentuk tunjangan kinerja dan mungkin masih ada yang diperoleh
dari insentif atas sebuah tugas yang dilakukan sebagai prestasi dan bahkan
dapat ditambah dengan uang saku pada saat mereka melakukan tugas keluar
daerah. Ketentuan-ketentuan pendapatan
pejabat dalam sebuah organisasi, di Indonesia belum diatur secara mendetil,
sehingga apa saja jenis penghasilan yang boleh dan tidak boleh diterima oleh
pejabat, ditetapkan secara seragam dan berlaku secara umum. Apabila penambahan penghasilan pada sektor
tertentu diberlakukan secara kusus untuklingkungan tertentu, maka hal tersebut
juga harus diketahui oleh setiap orang, sehingga pemantauan terhadap setiap
pejabat dapat dilakukan dengan lebih praktis.
Tanpa adanya pengaturan yang teliti mengenai
bagaimana setiap pejabat dapat memperoleh penghasilan tambahan dalam
organisasi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, maka peluang untuk
melakukan korupsi menjadi terbuka luas, karena dengan berbagai alasan, semua
orang dalam jabatannya dapat menentukan sendiri apa yang dapat diperoleh dari
aktifitas jabatannya yang berhubungan dengan fihak ketiga yang diatur dengan peraturan pemerintah.
Aturan pemerintah sudah dirancang secara baik dan tertata secara benar, tetapi implementasinya terjadi penyimpangan. Secara mendasar pemerintah sebenarnya sudah
menyadari bahwa penghitungan nilai anggaran sebuah proyek sudah dihitung dari
komponen pembiayaannya, mulai pajak pendapatan, penghasilan, pajak pertambahan
nilai, keuntungan fihak ke 3, termasuk didalamnya biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk kegiatan rapat dan tender. Bagi
penyelenggara juga sudah disediakan anggaran khusus dalam bentuk dana
perencanaan, pengendalian dan pengawasan, yang disediakan bagi setiap pejabat
dalam mengelola sebuah proyek. Aturan
ini seharusnya sudah dapat membatasi dan mempersempit peluang terjadinya
penyalahgunaan anggaran pembangunan, karena hamppir semua aspek yang menjadi
beban penyelenggaraan pembangunan telah diperhitungkan dan dimasukkan dalam
anggaran pembangunan. Dalam prakteknya, nilai proyek di Mark up semenjak perencanaan awal,
sehingga dimulai dari kegiatan ini, rencana korupsi telah dirancang, sehingga
nilai diluar nilai proyek yang sebenarnya adalah bagian yang akan menjadi
anggaran yang disalurkan bagi fihak tertentu yang mengkondisikan. Situasi dan kondisi inilah yang terlihat
sehari-hari yang dipublikasi oleh media massa.
Haruskah Indonesia terbelenggu dengan pola seperti ini ? Dimana
feodalisme masih mencekeram kultur bangsa, yang menyebabkan kolusi, korupsi dan
nepotisme sangat sulit untuk dikikis, karena untuk menduduki jabatan sebagian orang akan menghalalkan segala cara, termasuk melakukan penyuapan dalam bentuk uang atau barang, karena dengan menduduki jabatan tertentu, "mereka" akan memperoleh penghasilan yang berlipat ganda dan kondisi ini yang menyebabkan negara lambat mencapai
kemajuan, karena sebagian besar organisasi menerapkan pola rekruitment pejabat yang tidak mengutamakan kompetensi sesuai kebutuhan jabatan, tetapi hanya
menempatkan orang yang hebat dalam KKN tanpa kompetensi yang memadai untuk melakukan tugas dan tanggungjawabnya dalam organisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar