MENATA ULANG PRIORITAS PEMBANGUNAN
MENGHADAPI PERMASALAHAN KONFLIK
VERTIKAL
Permasalahan konflik vertical dalam bentuk
gerakan separatis, unjuk rasa dan sikap sinis terhadap pemerintah pusat,
sebagian besar dipicu oleh ketidakpuasan masyarakat/sekelompok masyarakat
dibeberapa wilayah yang merasa bahwa pelayanan public dan prioritas pembangunan
tidak diterapkan diwilayahnya sehingga masyarakat merasa sebagai anak tiri
dinegerinya. Sikap masyarakat seperti
ini tidak dapat dibenarkan 100%, karena tidak semua permasalahan “kegagalan/keterlambatan
“pembangunan menjadi tanggungjawab pemerintah pusat, tetapi dengan system
pemerintahan yang diberlakukan di Indonesia saat sekarang,
kegagalan/keterlambatan pembangunan juga menjadi tanggungjawab pemerintah
daerah, karena sebagian tugas pemerintah pusat telah didelegasikan kepada
daerah otonom. Namun demikian tindakan
masyarakat tersebut juga tidak dapat disalahkan 100%, karena anggaran dan
perencanaan pembangunan, sebagian masih berada ditanggan pemerintah pusat, meskipun
bidang-bidang pembangunan tersebut telah diotonomikan dan dengan pola ini
justru mengundang terjadinya manipulasi serta rawan terjadinya kasus korupsi
yang menjadi penyebab sasaran dan tujuan pembangunan menjadi terhambat /
terganggu.
Rakyat hanya mengetahui bahwa hasil
kekayaan alam dari wilayah tersebut sebagian telah diserahkan kepada pemerintah
pusat, sehingga rakyat menilai pemerintah pusat tidak bertanggungjawab
melaksanakan pemerataan pembangunan. Masyarakat dibeberapa daerah
menilai bahwa pemerintsah pusat telah menyalahgunakan kekuasaan, dengan
mengambil hasil kekayaan dari daerah, tetapi prioritas pembangunan dilakukan
diwilayah lain, bahkan mereka merasa karena etnisnya yang berbeda menjadi
dikesam-pingkan. Pemerintah daerah seharusnya menyadari
situasi ini dan berusaha secara optiomal memberikan penjelasan kepada
masyarakat bahwa tugas pembangunan didaerah, sebagian besar telah menjadi
tanggungjawabnya, namun belum banyak dilakukan oleh pemerintah daerah kepada
masyarakat, sehingga rakyat tidak mengetahui apa alasan pelaksanaan pembangunan
belum mencapai sasaran. Sementara pemerintah daerah masih menghadapi berbagai
permasalahan dalam pelaksanaan dan belum mampu melibatkan rakyat untuk
berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan pembangunan didaerah, melalui program
pemberdayaan masyarakat.
Disadari atau tidak, pemerintah
seharusnya memahami bahwa situasi dan kondisi ketidakpuasan rakyat didaerah telah
dimanfaatkan oleh fihak lain, melalui penyusupan secara langsung atau menggunakan tenaga penduduk setempat untuk menyebar isu guna mempengaruhi opini
rakyat. Kelompok ini menempatkan para ahli propaganda yang mahir mengemas
permasalahan yang berkembang menjadi permasalahan yang menjadi bahan dan pemicu
pertentangan dan konflik, sampai kepada tumbuhnya ide separatisme.
Para aktor penyusup, baik secara langsung atau melalui LSM yang tidak
netral, mengeploitasi kekurangan dan keterbatasan pemerintah sebagai isu yang
disebarkan secara negatif, sehingga rakyat menilai bahwa para elit politik
tidak pernah berfikir bagi kemajuan bangsa, hanya mementingkan diri pribadi dan
golongannya, yang menyebabkan turun dan berkurangnya rasa kebanggaan sebagai
bagian dari rakyat Indonesia. Mereka dipengaruhi untuk berfikir bahwa
akan lebih baik bila menjadi sebuah negara bangsa tersendiri, lepas dari
Indonesia, karena mereka juga diyakinkan dengan data bahwa dengan kekayaan alam
wilayahnya, cukup memiliki kekuatan untuk menjadi sebuah negara.
Banyak kebijakan negara dinilai
belum mencerminkan kebijakan nasional, tetapi hanya mencerminkan kebijakan bagi
wilayah “jawa”. Mereka yang berada diluar jawa menilai semua
kebijakan hanya mempertimbangkan Jawa dan menjadikan tatanan masyarakat jawa
harus diterapkan dan menjadi acuan bagi masyarakat diseluruh wilayah Nasional,
sebuah sikap yang menentang dari visi integrasi yang digagas oleh para
pendahulu pendiri negara.
Dalam amanat Presiden yang
disampaikan pada seminar Internasional yang diselenggarakan oleh Kementrian
Pertahanan dan Universitas Pertahanan, pada Bulan Maret 2012 di Balai sidang
Senayan, salah satu penekanannya kepada setiap stakeholder adalah mengubah
Mindset pembangunan dalam menghadapi konflik vertikal yang terjadi di
Indonesia.
Menanggapi
keinginan Presiden tersebut, bagaimana implementasi perubahan Mindset dalam pelaksanaan
pembangunan terutama menghadapi permasalahan konflik vertikal yang terjadi
dibeberapa wilayah di Indonesia ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar