Senin, 23 Mei 2011

Agenda besar tantangan ketahanan Nasional Indonesia.


Agenda besar tantangan ketahanan Nasional Indonesia.
Oleh : Juanda Syaifuddin, M.Si (Han)

         Apabila melihat kegiatan liga sepak bola Indonesia, anggaran yang disalurkan untuk pembiayaan liga tersebut sangat besar dan tentu saja sebagian anggaran tersebut dialokasikan untuk “honor pengurus”.   Lihat saja beberapa propinsi yang memiliki klub sepak bola, data tahun 2010, dana yang dialokasikan untuk mengelola klub yang mengikuti liga, Persija:25 Milyard; PSPS : 15 Milyard; Persiba : 24 Milyard; Sriwijaya Fc : 25 Milyard; Lamongan: 11 Milyard; Samarinda: 15 Milyard dan Bontang: 16 Milyard.   Semuanya adalah uang rakyat yang bila dilihat, dengan biaya tersebut belum mampu meraih prestasi, hanya menghasilkan “tawuran” dan menguntungkan beberapa kelompok tertentu saja, maka anggaran tersebut adalah pemborosan yang tidak menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.    
         Dinegara yang menejeman sepak bolanya sudah mapan, sepak bola sudah menjadi “ Industri” menghasilkan keuntungan yang berlimpah, sehingga pemerintah tidak perlu lagi dibebani oleh klub Sepak Bola, bahkan karena Sepak Bola, pemerintah dapat memiliki dan memanfaatkan stadion megah yang dibangun oleh club Sepak bola.  Jadi timbul pertanyaan khusus bagi Indonesia, mengapa untuk mengurus PSSI saja menimbulkan pertikaian berbagai fihak dan berkepanjangan ?

Permasalahan –permasalahan yang muncul di Indonesia, termasuk kasus PSSI merupakan tantangan bagi ketahanan nasional. Semenjak kemerdekaan Indonesia tahun 1945, Indonesia telah mengalami 3 zaman, mulai orde lama dilanjutkan dengan orde baru dan sekarang kita berada pada orde Reformasi. Pada saat orde baru, hampir semua cabang olah raga (Cabor) di Indonesia di Bina oleh Komandan, panglima dan pejabat militer, bahkan sampai sekarang sebagian cabang masih dibawah kepemimpinan perwira militer. Pembinaan olah raga ditingkat Kabupaten, pada zaman itu, ketua Koni adalah Bupati dan ketua harian Koni di kabupaten adalah para Komandan Kodim ( Dandim), dengan surat keputusan resmi. Bukan hanya sebagai ketua harian koni saja, pejabat Dandim juga masih membina beberapa cabang olah raga yang lain, yang dalam melaksanakan tugas pembinaan tersebut tanpa dukungan anggaran dari manapun, sehingga Dandim dengan caranya menghubungi berbagai fihak, agar kegiatan pembinaan dapat terlaksana dan berprestasi, paling tidak untuk mengikuti pekan olah raga tingkat propinsi. Banyak kemajuan yang diperoleh dari pembinaan yang dilakukan oleh para pembina olah raga pada waktu itu yang terbukti setiap acara 4 tahunan pekan olah raga Nasional, bermunculan berbagai prestasi. Seiring dengan kemajuan jaman, hampir semua cabor menjadi profesional, dan event yang diselenggarakan membutuhkan anggaran yang besar termasuk didalamnya para pengurusnya juga harus menerima honor yang bersifat tetap. Maka semenjak itu, Ketua Umum dipusat sampai ketua ditingkat kecamatan diperebutkan, karena dengan menjadi pengurus Cabor, berarti akan memperoleh nafkah. Apalagi dengan adanya liga profesional ( sepak bola, volley dan basket) yang komersial, semakin besar persaingan untuk memperebutkan kedudukan sebagai pengurus, apalagi sebagai ketua, yang sebagian besar cenderung “pamrih”. Sehingga meskipun tidak menuntut, tetapi sebaiknya pemerintah dan cabor perlu menunjukkan sikap dan berterima kasih kepada institusi yang pernah terlibat langsung membesarkannya.

Semua orang sebaiknya menyadari bahwa hubungan antar negara diupayakan agar dapat diselenggarakan dengan sebaik-baiknya untuk menghindari terjadinya konflik antar negara, masing-masing membina hubungan dan berusaha menjadi sahabat. Akan tetapi setiap negara juga merasa terancam oleh negara lain, sehingga mereka akan berusaha agar negara lain menjadi lebih lemah dari negaranya sendiri, dengan pengertian setiap negar selalu mengutamakan kepentingan nasional negaranya. 

Bagi negara yang sudah mapan, melemahkan negara lain adalah sebagai upaya agar tidak kehilangan pasar bagi industri mereka dan senantiasa berusaha dengan cara mereka untuk dapat mempertahankan pasar yang telah ada. Indonesia dengan penduduk lebih dari 215 juta jiwa merupakan negara potensial sebagai pasar, apalagi Indonesia dikenal sebagai negara yang rakyatnya komsumtif, sehingga Indonesia harus dapat dipelihara tetap sebagai pasar, dengan tidak membiarkan Indonesia tenang, agar pemerintah tidak sempat melakukan konsolidasi dan menjadi cepat berkembang. Beberapa illustrasi yaitu pertama, dari pemberitaan media, sebagian besar narkoba lolos dari pelabuhan “Negara tetangga” dan apakah semua orang harus percaya bahwa penyelundupan tidak terdeteksi di Negara tetangga, sementara teknologi yang digunakan Negara tetangga untuk mendeteksi mungkin saja lebih canggih. Bila Narkoba selalu lolos dari Negara tetangga, tidak mungkin bila “tidak ada rancangan” terselubung dari sikap meloloskan Narkoba ke Indonesia, tentu saja untuk merusak mental rakyat Indonesia. Kedua, Gembong terroris Dr. Ashari dan Noerdin M.Top yang beroperasi di Indonesia, adalah warga negara Negara tetangga, mengapa beroperasi di Indonesia, bila sasaran mereka adalah yang turis berkulit putih. Wisatawan yang berkunjung ke Negara tetangga jumlahnya lebih banyak daripada yang berkunjug ke Indonesia, dari data kunjungan turis di ASEAN, jumlah turis yang datang berkunjung ke Negara tetangga tersebut lebih banyak dibandingkan yang berkunjung ke Indonesia. Apakah melakukan teror hanya maunya Ashari dan Top saja, apa pentingnya bagi mereka dengan mengacaukan kehidupan dan ketentraman rakyat Indonesia. Dengan banyaknya teror di Indonesia, berpengaruh besar terhadap tata kehidupan dan yang jelas merugikan Indonesia dari segi apapun dan ada yang memetik keuntungan dari situasi ini. Ketiga, semua pasti masih ingat tentang rencana pertandingan exebisi antara Mancester United dengan Kesebelasan Indonesia, yang dijadwalkan lebih dulu sebelum bertanding di Negara tetangga. Mengapa dengan mendadak dan tak terdeteksi, Hotel yang akan menjadi tempat menginap Kesebelasan dari Inggris tersebut diledakkan ? Berapa nilai kerugian uang penyelenggara pada waktu itu dan sebesar apa kerugian citra Indonesia di mata Internasional, sementara pertandingan di Negara tetangga dapat berlangsung dengan aman. Keempat, anda tentu masih ingat kasus Ahmadiyah, meskipun pemimpinnya adalah keturunan Pakistan, Pusat Ahmadiyah dunia berada di London, sehingga dapat dicurigai bahwa semua kasus yang berkaitan dengan ahmadiyah adalah trik mengacak-acak Islam Indonesia dan mengacaukan kerja pemerintah ( agama sebagai salah satu tugas pemerintah yang tidak diotonomikan, tetapi pemda menerbitkan perda pelarangan Ahmadiyah, adalah bentuk kerja pemerintah yang kacau). Ingat bahwa “prosentase” penduduk Islam terbesar didunia adalah Indonesia, meskipun dalam hitungan “jumlah pemeluk” mungkin masih banyak pemeluk Islam di India. Kalau umat Islam Indonesia terpecah belah, akan merusak kesatuan dan persatuan bangsa, karena konflik komunal yang pernah terjadi selalu meninggalkan residu yang tidak pernah tuntas, ada dendam didalamnya yang sangat suli dihapus. 

Apabila mau menyadari, maka hampir semua kejadian/insiden/kasus yang terjadi yang berpengaruh luas adalah hasil propaganda yang di “scenariokan” fihak-fihak yang tidak menginginkan Indonesia berhasil melakukan pembangunan, karena bila ini terjadi maka akan menghilangkan pasar yang sangat potensial.
Bagaimana dengan PSSI sendiri, mengapa terkesan sangat alot penyelesaiannya dan apa sebenarnya yang menjadi ganjalan. Seperti data yang disampaikan terdahulu, seberapa besar pemerintah menyalurkan dana bagi Persepak bolaan Indonesia. Belum lagi bila menghitung proyek Liga Indonesia. “Disana “ perputaran dana sangat besar dan para pengurus PSSI, mampu bertahan disana dalam waktu yang sangat lama, maka dapat diduga bahwa para pengurus tersebut dapat memberi nafkah keluarganya dari posisi “pengurus PSSI”. indikasi ini menunjukkan bahwa di kepengurusan di PSSI dapat menghidupi keluarga bahkan “mungkin“ jauh lebih mewah daripada menjadi pegawai negeri. 

Rakyat Indonesia pasti pernah melihat bagaimana antusias Presiden Yudhoyono dalam mendukung Sepak bola Indonesia. Presiden beserta Ibu Ani hadir menonton permainan sepak bola dan Presiden menyempatkan bertatap muka dengan para pemain Nasional Indonesia sebelum Final AFF . Pada akhir final ternyata Indonesia kalah dan hanya menjadi juara kedua, karena pertemuan kedua diselenggarakan di Negara tetangga, yang tersiar kabar bahwa “kekalahan Indonesia” dalam final memperebutkan juara Asean tersebut “telah dijual” kepada penjudi di Negara tetangga. ( ingat Negara tetangga menghalalkan judi yang salah satunya dilokalisir di Genting). Bisa jadi meskipun berita tersebut tidak diselidiki lebih lanjut, namun suara media/jejaring sosial didunia maya, akan mempengaruhi opini, sehingga ada keinginan agar kepemimpinan PSSI yang sudah sekian lama bercokol , belum menunjukkan prestasi dan terindikasi merusak reputasi persepakbolaan Indonesia perlu disegarkan. “Mungkin saja” Presiden menghendaki penggantian pengurus dan yang menerima “sampur” adalah Jenderal George Toisutta ( GT), sehingga apapun alasannya sampur harus diselamatkan. 

Setelah berkecamuk permasalahan PSSI, Assosiasi sepak bola dunia, FIFA turun tangan dengan membentuk komite normalisasi PSSI dan memilih Agum Gumelar sebagai ketuanya. Pemilihan person ini bukan sekedar memilih, tetapi sudah melalui berbagai pertimbangan dan diyakini pemilihan ketua komite ini ada “agenda yang ingin dicapai”, sekali lagi agendanya adalah mengacaukan Indonesia. Mari dicoba mencari jawabannya bagaimana person yang ditunjuk dapat memunculkan kekacauan di Indonesia, hanya karena PSSI. Pertama, bagaimana mungkin perwakilan FIFA dapat menyampaikan bahwa Kemunculan GT dalam bursa calon dianggap akan memecah belah sepak bola Indonesia, dengan hanya melihat calon ini masih mau mengakomodasi keberadaan LPI, yang dinyatakan Illegal oleh PSSI. Kedua, semua orang tahu bahwa Agum Gumelar, adalah pensiunan tentara dengan pangkat terakhir sebelum kembali menjadi rakyat adalah Letnan Jenderal, lulusan Akademi militer tahun 1968, yang berarti lebih senior dari Presiden (1973) dan GT (1976) dan juga pernah menjadi pesaing dalam bursa pemilu presiden/wakil presiden yang kalah oleh Pak Yudhoyono; pernah menjadi ketua KONI dan Ketum PSSI. Ketiga, FIFA berencana , yang diawali dengan surat penolakan terhadap beberapa kandidat Ketum PSSI. Dengan diloloskannya GT sebagai salah satu kandidat ketua PSSI oleh komisi banding KN, FIFA dapat memanfaatkan situasi seolah-olah GT akan mengerahkan prajuritnya dengan jalan apapun yang penting harus menang, padahal GT diajukan sebagai kandidat calon sudah sangat jelas sebagai “pribadi” bukan sebagai Kasad, yang tidak akan pernah menggunakan jabatannya untuk memaksakan kehendak. Keempat, Agum Gumelar seperti yang “diperhitungkan “ FIFA, tanpa melihat kembali statuta FIFA dan tanpa banyak pertimbangan, berkas pengajuan GT sebagai kandidat calon Ketua PSSI tidak akan diverifikasi. Kelima, FIFA sudah memperhitungkan bahwa konggres akan berjalan tidak sesuai jadwal, karena ketua sidang yang bertugas memfasilitasi konggres hanya terbiasa menghadapi situasi yang “manut dan nurut” tidak terbiasa menerima penolakan dan bantahan dari fihak lain.( Latar belakang Pak Agum adalah Jenderal bintang 3 dan mantan menteri perhubungan, yang dalam posisi tersebut, hanya menemui situasi yang kndusif serta sangat dihormati), sehingga Kegagalan konggres sudah diramalkan dan dirancang untuk gagal oleh FIFA, semenjak penentuan ketua dan anggota Komite normalisasi.

Dengan melihat lima permasalahan yang disampaikan diatas, sasaran yang dapat dicapai FIFA (yang disinyalir mengemban misi tertentu) adalah : Pertama, Citra tentara menjadi tercoreng, karena dianggap tidak bersikap netral sehingga rakyat menjadi tidak percaya kepada tentara dan merusak kemanunggalan TNI- Rakyat; Kedua, terjadi perpecahan dalam PSSI, yang juga berdampak kepada perpecahan para pendukungnya, bahkan bila tidak segera diantisipasi, propaganda akan ditingkatkan agar terjadi konflik antar pendukung untuk menciptakan konflik komunal; ketiga menjebak pemerintah pada posisi sulit, intervensi salah, tidak intervensi masalah tidak selesai, yang berakibat kepercayaan rakyat kepada pemerintah menurun; keempat, memecah konsentrasi pemerintah dalam menyelesaikan program yang sudah digelar, perhatian kepada rakyat menurun, permasalahan penting lainnya dapat terbengkalai dan sekali lagi akan mengurangi kepercayaan rakyat atas kinerja pemerintah dan yang paling besar adalah tujuan “mempertahankan pasar Industri potensial” tetap terjaga.

Dalam menyikapi permasalahan PSSI dan permasalahan lain yang disampaikan sebelumnya, Indonesia perlu merubah “Mindset” dalam menilai suatu keadaan dan hubungannya dengan ketahanan nasional. Jangan hanya menilai apa yang terjadi dan apa yang terlihat dipermukaan, tetapi harus menelisik lebih dalam untuk memahami permasalahan yang mendasar dan pengaruhnya terhadap ketahanan Nasional. Banyak permasalahan yang terjadi dan hanya dinilai dari yang terlihat dipermukaan, menyebabkan permasalahan tidak pernah tuntas. Beberapa contoh yang terjadi, kasus penyelundupan narkoba, pencurian kekayaan laut, pembalakan liar, berkembangnya terorisme, separatisme, radikalisme, premanisme, anak jalanan, pengangguran, kasus TKI di luar negeri dan masih banyak permasalahan lain. Permasalahan tersebut hanya dinilai dari yang terlihat dipermukaan, sementara akar permasalahan tidak ditangani secara serius, akhirnya permasalahan terus terjadi dan tidak pernah terselesaikan sehingga ketahanan nasional Indonesia sulit dicapai.

Tidak ada komentar: