Beberapa masalah yang (kemungkinan) menjadi akar sengketa tanah
Tanah, bagi sebagian besar rakyat Indonesia menjadi asset yang sangat penting dan mutlak, sengketa tanah dan bangunan tidak hanya terjadi antar institusi, atara institusi dengan rakyat, tetapi juga terjadi antara institusi dengan mantan awak institusi itu sendiri. Berbagai kasus yang pernah terjadi dan menjadi berita utama di media dan menjadi agenda pembahasan di parlemen, namun kasus sengketa tanah masih terus terjadi, dengan berbagai variasi permasalahan sebagai penyebabnya.
Instansi militer, bila dipelajari lebih mendalam, sebenarnya menjadi salah satu simpul pembangunan dan simpul pengembangan perekonomian suatu wilayah. Sebelum sebuah wilayah menjadi berkembang, instansi militer biasanya dibangun diluar wilayah perkotaan, dengan berbagai pertimbangan. Karena penghuni intansi ini memiliki penghasilan tetap dan perlu mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari, maka disekitar kawasan instansi ini akan berkembang usaha yang dikelola oleh masyarakat, untuk menyediakan kebutuhan penghuni instansi. Secara kasar bila dihitung sebuah Batalyon Infanteri, dengan jumlah prajurit 700 orang, dan bila dihitung rata-rata perorang prajurit berpenghasilan Rp.3000.000,- perbulan, maka setiap bulan akan beredar uang sebesar Rp. 2.100.000.000,- ( dua milyar seratus juta rupiah) yang dibelanjakan oleh prajurit dan keluarganya. Peredaran uang inilah yang memancing tumbuhnya berbagai usaha disekitar asrama militer, sehingga semakin hari kawasan ini akan menjadi kawasan perekonomian sebuah wilayah, yang mengubah dislokasi yang semula berada diluar keramaian kota, dalam waktu tertentu asrama militer ini akan berada ditengah kota, keadaan ini berlaku bagi mayoritas pangkalan militer, termasuk keberadaan Dislitbang Angkatan Darat di Kebumen.
Berkaca dari kasus yang terjadi di kawasan latihan di Kebumen, secara subyektif dapat diajukan beberapa pengaruh yang menyebabkan timbulnya konflik tanah yaitu pertama, permasalahan ekonomi masyarakat disekitar kawasan. Daerah latihan yang dikuasai Angkatan Darat cukup luas dan relatif menjadi lahan tidur apabila sedang tidak berlangsung aktifitas latihan. Pemikiran untuk memanfaatkan lahan menjadi lahan produktif, (ada kemungkinan) mendorong ‘oknum’ prajurit Dislitbang memberi kesempatan kepada rakyat untuk mengolah lahan selama tidak ada kegiatan latihan atau uji coba senjata/ peralatan militer. Keputusan seperti ini diterapkan “tanpa perjanjian tertulis” dengan fihak tertentu yang berdomisili disekitar kawasan. Permasalahan mulai muncul karena fihak penggarap, mengolah lahan secara turun temurun atau bahkan tanpa sepengetahuan fihak “oknum” Dislitbang sudah berpindah tangan. Para penggarap baru tidak mengetahui proses perjanjian awal, namun secara terus menerus mereka menggarap lahan, membuat batas antar lahan, sehingga rakyat merasa seolah-olah memiliki hak atas tanah garapan tsb, apalagi dari mengolah lahan mereka dapat memperoleh penghasilan yang dapat menafkahi keluarganya, menyebabkan lahan menjadi salah satu penentu ekonomi rakyat. Apabila penguasaan atas lahan garapan ini terganggu, akan berpengaruh terhadap sikap masyarakat, yang mendorong mereka untuk berusaha untuk menguasai dan memiliki lahan garapan tersebut. Kedua, adanya granat yang di ucob, tidak meledak tetapi pembersihan yang dilaksanakan oleh satuan pelaksana tidak optimal sehingga masih tersisa dibeberapa titik. Pada suatu saat granat tsb ditemukan rakyat, tidak dilaporkan kepada instansi militer terdekat, tetapi disimpan oleh penemu ( perorangan/kelompok). Karena pengetahuan tentang granat yang tidak dimiliki oleh rakyat, mereka salah memperlakukan barang temuan tersebut yang menyebabkan granat meledak dan mengakibatkan jatuh korban. Ketiga, Pasir pantai, ditetapkan oleh pemda dilarang ditambang, rakyat sebagai penghuni lingkungan tersebut mendukung kebijkan pemerintah dan berusaha melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap usaha penambangan pasir pantai. Tetapi beberapa kali terjadi kasus penambangan liar dan pasir pantai dapat keluar dari area latihan yang dikuasai tentara. Setelah dilakukan penyelidikan ditemukan surat ijin penambangan pasir yang diterbitkan oleh Instansi militer. Rakyat kecewa dengan sikap ini, tetapi tidak dapat mengajukan protes, hanya menjadi ganjalan yang menimbulkan rasa anti pati terhadap keberadaan instansi militer diwilayah tersebut. Keempat, Rencana Perda ( rancangan yang diajukan kepada kementrian prencanaan pembangunan) tentang tta ruang wilayah Kabupaten yang memuat diantaranya kawasan strategis pertahanan, yang menetapkan beberapa kawasan yang selama ini telah diduduki tentara, sebagai asrama, markas dan salah satunya adalah daerah latihan Dislitbang. Ada kemungkinan rancangan ini belum disetujui dan belum disyahkan menjadi Perda. Apabila ternyata perda sudah disetujui dan resmi menjadi perda, maka seharusnya pemda mensosialisasikan kepada rakyat disekitar kawasan tersebut dan menjelaskan bagaimana peran masyarakat dalam implementasi Tata ruang wilayah Kabupaten tersebut menyangkut ketentuan kewajiban dan larangan yang harus ditaati oleh semua fihak. Kelima, Kasus sengketa bukan pertamakali terjadi, tetapi telah berulang, seharusnya kowil sudah mengetahui permasalahan ini dan dapat ditelusuri akar permasalahannya. Namun indikasi menunjukkan bahwa kasus ini dianggap kecil, dan tidak diselesaikan secara tuntas, sehingga menjadi permasalahan yang semakin hari semakin menjadi besar, apalagi permasalahan ini tidak hanya menyangkut kepemilikan saja, tetapi r sa ketidak puasan rakyat atas beberapa kasus yang dirasakan merugikan rakyat dan belum adanya intervensi pemerintah daerah dalam memberikan pemahaman kepada rakyat tentang status kawasan tersebut sesuai kebijakan pemerintah daerah. Keenam, proses pendekatan kepada masyarakat setempat tidak dilakukan secara optimal. Ada indikasi bahwa rakyat setempat butuh kompensasi atas pelaksanaan uji coba atau latihan menembak, karena mereka beranggapan bahwa aktifitasnya terhenti selama latihan berlangsung, yang seharusnya difahami oleh Satuan penyelenggara kegiatan dan membutuhkan interaksi aktif untuk mengantisipasi permasalahan ini. Pengalaman Batalyon Armed yang melaksanakan latihan dikawasan yang sama masih dapat dimengerti oleh masyarakat setempat, melalui pendekatan “kompensasi”. Selain itu jadwal kegiatan yang tidak menentu, menyebabkan warga semakin merasa dirugikan, karena kegiatan menggarap lahan yang dirancang sesuai musim/iklim dan cuaca akan sangat terganggu bila tidak disesuaikan. Dengan pemahaman ini, para perancang konsep uji coba dan latihan perlu menyusun jadwal yang jelas dan disosialisasikan kepada masyarakat setempat melalui aparat desa dan para tokoh berpengaruh diwilayah tersebut, sehingga kegiatan pengolahan lahan dapat berlangsung sesuai kondisi musim dan cuaca. Ketujuh, pengalaman diberbagai tempat, menyangkut tuntutan atas tanah, tidak hanya terhadap militer saja, tetapi juga terjadi diberbagai aktifitas perkebunan, pembagunan jalan, penertiban kawasan yang hampir selalu dipengaruhi oleh fihak luar yang menyusun scenario, dengan menetapkan “nilai bonus” bila tuntutan mereka berhasil. Para aktor penyusun scenario ini dapat menyusup kedalam kehidupan masyarakat, memutarbalikkan fakta, memanipulasi ketentuan dan aturan untuk mempengaruhi masyarakat dengan menjajikan sebuah keyakinan bahwa rakyat pada posisi yang memiliki peluang untuk memenangkan tuntutan atas kepemilikan lahan. Provokasi seperti ini dipertajam dengan beberapa kasus yang pernah terjadi yang dinilai merugikan dan menyakiti hati rakyat, yang menjadi tambahan semangat rakyat untuk melakukan aksi. Situasi seperti ini semestinya sudah dapat dikenali melalui beberapa kejadian sebelumnya dan dapat diantisipasi melalui kerjasama dengan Pemerintah setempat untuk mensosialisasikan peraturan negara dan peraturan daerah tentang status tanah dan pengelolaannya.
Kasus seperti yang terjadi di Kebumen, sangat mungkin terjadi ditempat lain, dengan bentuk pemicu yang berbeda, oleh karenanya dibutuhkan kesadaran dan ketekunan para pimpinan satuan yang menghadapi kondisi serupa untuk secara bertahap mengeliminir kerentanan disatuan masing-masing. Bila saat ini masih ada kebijaksanaan yang mengijinkan rakyat mengolah lahan, sebaiknya dihentikan setelah waktu kontraknya habis dan bila waktu perjanjian masih panjang, perlu dibuat perjanjian secara tertulis. Selain itu sangat penting dilakukan interaksi dengan pemerintah daerah berkaitan dengan Rencana tata ruang wilayah Kabupaten/Kota, agar kawasan yang dikuasai militer, baik asrama, markas dan daerah latihan, dapat ditetapkan sebagai kawasan strategis pertahanan sehingga ketentuan atas kawasan pertahanan dapat diterapkan. Pemerintah daerah harus difahamkan bahwa keberadaan pangkalan militer, telah membantu pemerintah daerah dalam proses pengembangan wilayah dan perkembangan perekonomian (rakyat) disekitar kawasan. Apabila pangkalan militer berpindah lokasi, rakyat akan kehilangan peluang untuk memanfaatkan peredaran uang yang seharusnya dapat diserap dimasyarakat. Sehingga pemerintah daerah harus menempatkan pangkalan militer sebagai suatu asset yang harus dipertahankan dan dipelihara serta dilindungi dari kemungkinan adanya kasus sengketa dengan masyarakat. Demikian juga halnya dengan masyarakat disekitar pangkalan militer perlu juga disadarkan bahwa keberadaan pangkalan inilah yang menjadi salah satu pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan mendorong tumbuhnya berbagai bentuk usaha dimasyarakat.
Permasalahan sengketa tanah yang mungkin timbul, secara dini harus dapat diantisipasi, dengan melakukan komunikasi secara terus menerus dengan lingkungan, sehingga dapat terwujud kesefahaman antar kawasan. Secara khusus, pemerintah harus menetapkan prioritas penyediaan anggaran sertifikasi lahan yang dikuasai militer. Pemerintah daerah harus menyadari bahwa keberadaan pangkalan militer, berpengaruh besar terhadap pengembangan wilayah, sehingga pmerintah daerah perlu memberikan pemahaman kepada rakyat agar dapat mendukung kebijakan pemerintah, apalagi dengan pemberlakuan Rencana tataruang wilayah Kabupaten/ Kota, peran masyarakat harus jelas, sehingga dapat mencegah terjadinya kasus serupa diwilayah dan kawasan lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar