Kamis, 02 September 2010

Perang atau Diplomasi ?

BAGAIMANA INDONESIA, MENGHADAPI MALAYSIA?

Oleh : Juanda.S, M.Si (Han)

Kekuatan nasional suatu negara sangat ditentukan oleh kualitas diplomasi negara. Menurut Morgenthau (1990;213) kualitas diplomasi suatu negara, memberi arah dan kualitas bagi unsur unsur lain sebagai kekuatan negara. Sebuah diplomasi yang baik dapat membawa berbagai elemen kekuatan nasional dengan menghasilkan efek maksimum dalam menghadapi permasalahan dan situasi di tingkat internasional yang berdampak langsung pada kepentingan nasional.

Dalam melaksanakan diplomasi, harus memahami, tugas yang terkandung didalamnya yaitu: diplomasi harus menentukan tujuan dengan mempertimbangkan kekuatan nyata dan potensial yang tersedia untuk mencapai tujuan; diplomasi harus menilai tujuan dan kekuatan bangsa lain (Kekuatan nyata dan yang potensial) untuk mencapai tujuan; diplomasi harus mengetahui secara pasti, apakah tujuan-tujuan setiap unsur sudah dikemas secara konprehensif dan diplomasi harus menggunakan sarana yang tepat untuk mencapai tujuan. Kegagalan dalam salah satu dari tugas-tugas ini dapat membahayakan keberhasilan kebijakan luar negeri dan termasuk perdamaian dunia.[1]

Jika diplomasi sebuah negara tidak mampu menilai tujuan bangsa lain dan kekuatan yang dimiliki, akan menghadapi resiko dan mengundang potensi perang. Sebuah negara yang menginginkan kebijakan luar negeri yang cerdas dan damai harus selalu membandingkan tujuan sendiri dan tujuan negara lain secara jelas sehingga dapat memperkirakan bentuk kesepakatan yang paling mungkin yang dapat diraih, serta dapat menentukan methode pendekatan dalam pelaksanaan diplomasi, apakah persuasif, kompromi atau ancaman kekerasan.

Kualitas Diplomasi sangat berpengaruh terhadap peran unsur-unsur kekuatan nasional lainya, yaitu geografi, kualitas penduduk, sumber daya alam, kekuatan ekonomi dan kesiapsiagaan militer. Unsur unsur kekuatan nasional ini tanpa dukungan kualitas diplomasi akan tidak berarti, karena tidak dapat berperan secara internasional. Dengan hanya mengandalkan kekayaan alam, yang tidak dapat dikelola sendiri, hanya akan berakibat terkurasnya kekayaan alam yang tidak memberi keuntungan bagi kepentingan rakyat. Sebagai contoh, kondisi negara Indonesia, pemerintah selama ini meng”klaim”, bahwa negara sangat kaya dengan sumberdaya alam. Akan tetapi dalam pengelolaanya, para diplomat tidak mampu mengemas dalam satu tujuan untuk memperoleh keuntungan yang maksimal bagi kepentingan nasional dan hampir selalu berada pada posisi lemah, mengakibatkan kerugian negara. Hampir semua pengelolaan sumberdaya alam dikuasai oleh fihak asing, karena berbagai alasan dan tekanan yang tidak dapat dihindari oleh Pemerintah Indonesia. Contoh lain dari kelemahan diplomasi yang menyebabkan tidak mampunya Indonesia menghadapi masalah dan situasi adalah kalahnya Indonesia dalam memperebutkan penguasaan atas pulau Sipadan dan Ligitan. Jauh hari sebelum kedua pulau tersebut beralih penguasaan ke Malaysia, hampir semua rakyat mengenal pulau tersebut, berarti Indonesia telah memberi nama bagi kedua pulau tersebut. Penyebab utama mengapa Indonesia tidak mampu mempertahankan pulau tersebut dari penguasaan kepemilikan oleh Indonesia adalah kualitas diplomasi yang rendah, tidak mengetahui kemampuan sendiri dan tidak mempelajari tujuan dan kekuatan malaysia yang nyata dan yang terselubung. Bersikap acuh tak acuh, dan malas berkoordinasi, masing-masing sektor menganggap tugas sektornya tidak membutuhkan peran sektor lain. Akibat kelemahan diplomasi ini ternyata dibelakang hari membawa beban lebih berat dan berpotensi konflik ( kasus Ambalat dan KKP).

Bila mau melihat bagaimana peran diplomasi sebagai otak dari kekuatan nasional, mungkin akan lebih mudah bila melihat kualitas diplomasi yang ditunjukkan oleh negara-negara maju. Beberapa Industri makanan dan minuman sebagai asset sebuah negara yang mendukung perkonomian, dapat menguasai pasar dinegara lain, tidak salah lagi adalah hasil kerja dari kemampuan diplomasi. Kemudahan jalan memasuki pasar asing suatu produk penguat ekonomi negara, dapat diwujudkan oleh kemampuan diplomasi. Contoh lain adalah penguasaan atas pengelolaan sumberdaya di Indonesia oleh investor asing merupakan indikasi bahwa kemampuan diplomasi negara asal pemodal tersebut lebih baik dari diplomat Indonesia. Ada sebuah istialh yang meskipun belum begitu dikenal, “diplomasi menyediakan RED CARPET bagi unsur lain untuk berkiprah secara Internasional

Kekuatan dan mutu diplomasi sebenarnya tidak dapat berjalan sendiri tanpa dukungan unsur lain, seperti dukungan dari kesiapsiagaan dan kekuatan militer sebuah negara, meskipun tidak semua kasus berlaku seperti itu, tetapi sebagian besar keberhasilan diplomasi juga dipengaruhi oleh unsur lain dalam kekuatan nasional, dan sebagian besarnya pengaruh dari kesiapsiagaan militer.

Sebuah tugas diplomasi, akan diwakili oleh para diplomat yang mempunyai pandangan subyektif terhadap masalah dan situasi yang dihadapi. Diplomat yang unggul, adalah personal yang menguasai tugasnya dan pemahaman atas faktor–faktor yang berpengaruh lainnya , mengerti tentang kepentingan nasional dan berjiwa nasionalis, sehingga semua pengabdiannya dikerahkan untuk membela kepentingan nasional.

Kasus konflik Indonesia –Malaysia, dalam diplomasi, Malaysia memanfaatkan kelamahan Indonesia. Ada 2 juta rakyat Indonesia, yang bekerja di Malaysia ( Metro TV, 2 Sep 10), yang dijadikan malaysia sebagai senjata diplomasi , sebagai bentuk kelemahan Indonesia yang belum mampu menyediakan lapangan kerja bagi 2 juta yang sekarang berada di malaysia.

Seharusnya Indonesia juga menyadari bahwa 2 Juta rakyat Indonesia yang bekerja di Malaysia tersebut adalah kelamahan Malaysia, karena tanpa 2 Juta pekerja Indonesia di Malaysia, maka sebenarnya perekonomian Malaysia, relatif akan terhambat dan terganggu. Teknologi yang diterapkan di Malaysia belum sepenuhnya dapat bekerja tanpa tenaga manusia. Tenaga kerja mereka tidak cukup menggantikan skill yang dimiliki oleh pekerja Indonesia di Malaysia. Ada beberapa pilihan bagi malaysia menggantikan tenaga kerja Indonesia. Beberapa negara disekitar Asean, seperti Philipine, Thailand, dan beberapa negara Asia lain seperti India, secara mendasar sulit diterima oleh Malaysia, karena jelas akan menuntut upah yang lebih tinggi, ketrampilan mereka belum sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja di Malaysia dan juga faktor Agama yang berbeda akan menjadi beban bagi Malaysia. Bahkan Malaysia butuh waktu untuk dapat menstabilkan roda ekonomi mereka bila pekerja Indonesia ditarik Pulang.

Permasalahan yang dihadapi Indonesia adalah “ mau dan mampukah pemerintah Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi pekerja yang kembali dari Malaysia ? karena kondisi pekerja di dalam negeri masih banyak yang belum dapat memperoleh pekerjaan. Malaysia akan memanfaatkan perlawanan pekerja Indonesia yang saat ini ada di Malaysia, bila mereka dipulangkan tetapi keluarga mereka menjadi menderita karena tidak dapat dinafkahi. Hal ini merupakan kartu Truft yang saat ini dijadikan senjata oleh Malaysia. Lenin pernah mengatakan, seperti yang dikutip Daoed joesoef , dalam bukunya Pertahanan keamanan dan strategi Nasional ( 1973;133) “ cara yang termudah untuk menggulingkan suatu sistem sosial yang berlaku adalah dengan jalan merusak ekonomi dan finansiil masyarakat yang bersangkutan”. Dengan rusaknya ekonomi dan keuangan sebuah negara, maka akan merusak moral dimasyarakat dan setelah moral semakin parah, akan memudahkan penghancuran terhadap negara tersebut.

Dari tiga faktor yaitu ekonomi, kesejahteraan dan kekuatan, menunjukkan bahwa keberadaan ketiga faktor tersebut saling berhubungan sebagai simbiosis mulualistis, setiap faktor saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Pembangunan perokonomian negara mebutuhkan suasana yang aman dari segala ancaman, yang dapat diwujudkan oleh keberadaan kekuatan pertahanan yang memadai. Akan tetapi kemampuan pertahanan tidak dapat dibangun apabila kemampuan ekonomi negara tidak menjangkau. Kemampuan ekonomi negara harus kuat untuk dapat mewujudkan kemampuan pertahanan yang kuat.

Sebagai sebuah negara, apapun alasannya, Indonesia harus senantiasa berusaha untuk mandiri, tidak boleh sebuah negara tergantung oleh negara lain. Meskipun sebagai sikap sosial, sebuah negara tidak mungkin tidak melakukan hubungan dengan negara lain. Bila dilihat sikap Indonesia terhadap Israel, yang tidak banyak berhubungan dengan kondisi pemerintah Indonesia, pekerja Indonesia, tetapi Pemerintah berani tidak mengakui keberadaan negara Israel, yang dibuktikan dengan tidak menempatkan Diplomat Indonesia di Israel, nyatanya tidak terjadi apapun dengan Indonesia.

Oleh sebab itu perlu ketegasan, misalnya melarang malaysia, menempatkan pipa gas yang menggunakan wilayah ( dasar) laut Indonesia, membatasi dan menutup jalur ekonomi ke Indonesia di perbatasan darat di Kalimantan, dan menolak pemasaran produk Malaysia lain ke Indonesia, karena dengan jumlah penduduk Indonesia, dimanfaatkan malaysia sebagai pasar, tanpa pasar yang potensial Malaysia akan runtuh ekonominya.

Situasi yang berkembang tentang hubungan Indonesia Malaysia. Pertama, seharusnya menjadi cambuk bagi pemerintah untuk segera sadar, bahwa pembagunan harus dapat menentukan prioritas, saat ini, sediakan lapangan kerja yang cukup bagi rakyat Indonesia. Banyak pilihan sektor yang dapat menyediakan lapangan kerja. Permasalahannya maukah para birokrat Indonesia melakukan ini dengan melupakan sedikit keuntungan pribadi demi pembangunan bangsa Indonesia ?

Kedua, dengan geografi Indonesia yang 2/3 luasnya adalah lautan, batas wilayah laut dan kekayaan laut perlu dijaga. Maka Angkatan laut harus diperkuat dengan peralatan tempur yang dapat mengendalikan laut Indonesia. Batas laut bukan diawasi oleh Kementrian Kelautan ( ini hanya terjadi di Indonesia), karena hukum laut Internasional tidak mengatakan demikian. Selain itu perbatasan darat di Kalimantan harus diperkuat dengan persenjataan yang dapat mengungguli kekuatan yang disiapkan oleh Malaysia.

Strategi yang paling baik menurut Sun Tzu adalah memenangkan perang tanpa harus mengerahkan pasukan. Dengan pembangunan ekonomi yang dapat menyediakan lapangan kerja bagi rakyat, akan menjadi salah satu senjata yang ampuh untuk mengalahkan Malaysia. Pembangunan ekonomi harus dapat mendukung bagi penguatan alat pertahanan, karena kenyataan yang dihadapi Indonesia sekarang adalah ancaman terhadap Kedaulatan dan harga diri sebuah bangsa Indonesia. Perang akan menghasilkan kesengsaraan bagi rakyat, tetapi dengan pembangunan yang mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyat akan meningkatkan kesejahteraan dan mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia. “BERSAMA PASTI BISA”



[1]Hans J. Morgenthau, Politic among Nations ( 1954;505)

Tidak ada komentar: