MEMBANGUN DISIPLIN
sebagai Implementasi
BELA NEGARA
sebagai Implementasi
BELA NEGARA
Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN),
bertujuan untuk mewujudkan Warga negara yang mengerti dan sadar serta yakin
untuk menunaikan kewajiban bangsa dalam bela negara, yang ditandai dengan sikap
dan perilaku cinta tanah air, sadar berbangsa, sadar bernegara, yakin akan
kesaktian Pancasila sebagai ideologi Negara, rela berkorban untuk Negara dan
Bangsa dan memiliki kemampuan awal bela Negara baik secara psikis maupun
pisik. Membangun jiwa warga negara
yang mengerti, sadar dan yakin untuk menunaikan kewajiban sebagai warga negara,
menjadi kepentingan bersama, bukan hanya bagi pegawai pemerintah saja, tetapi semua
lapisan masyarakat pada semua lingkungan yang masing-masing akan mengambil
peran sesuai dengan profesinya.
Pemerintah secara intens telah memprogramkan
kegiatan PPBN secara luas, namun disadari bahwa penyiapan komponen pendidikan
bagi terselenggaranya kegiatan program ini masih sangat terbatas. Agar kegiatan program dapat terselenggara
tepat waktu dan tepat sasaran, maka dilakukan kerjasama antar institusi, dan
pada umumnya pemerintah daerah akan memilih instansi militer sebagai pelaksana
kegiatan. Meskipun alasan mengapa
pemerintah memilih institusi militer belum jelas, namun secara harfiah
pemerintah daerah menganggap bahwa pada institusi ini, sudah lebih siap dengan
melihat budaya yang telah tertanam di lingkungan militer. Permasalahan yang muncul dilapangan umumnya pada
proposal kegiatan yang diajukan oleh pelaksana lapangan, terdapat kegiatan yang
seharusnya tidak diberikan kepada peserta PPBN karena kegiatan tersebut
membutuhkan kesiapan fisik dan ketrampilan yang harus dilatihkan lebih dulu kepada
pelaku dan kegiatan ground to zero atau
dalam istilah kepentingan indoktrinasi, menghilangkan memori perorangan untuk
siap menerima doktrin baru yang diwajibkan.
Karena rendahnya pemahaman tentang PPBN, penyelenggara kegiatan tidak melakukan
evaluasi/koreksi ats kegiatan yang akan dilaksanakan, penyelenggara hanya
menerima apa yang ditawarkan oleh pelaksana lapangan tanpa mempertimbangkan
kesesuaian antara tujuan yang ingin dicapai dengan kegiatan yang diberikan.
Dari pengamatan atas kegiatan yang
dilaksanakan diwilayah tertentu, terlihat bahwa rancangan kegiatan sudah tidak
relevan dengan niat baik pemerintah, karena semenjak persiapan kegiatan, dimana
pada saat peserta berkumpul di tempat yang ditentukan untuk pengecekan dan
berangkat kedaerah kegiatan, sudah terasa ada sesuatu yang tidak tepat
diberlakukan kepada para CPNS golongan III, karena para pengendali kegiatan
terdiri dari para Tamtama dan Bintara, yang dalam organisasi dan kepangkatan sipil
mereka setara dengan PNS golongan I dan II, sehingga posisi mereka pada strata
bawahan para peserta orientasi. Selama proses pembagian kelompok dan pembagian
angkutan sampai menaiki alat angkut, sikap para bintara dan tamtama ini sudah
tidak pantas diterapkan bagi para CPNS yang secara kepangkatan adalah
“atasannya”
Dengan melihat apa yang terjadi selama proses
persiapan menuju daerah kegiatan yang berlangsung selama sekitar 1 jam saja,
sudah menimbulkan persepsi yang tidak baik terhadap tentara, karena ketidak
mampuan mengelola kegiatan dengan menempatkan para pelaksana dilapangan dengan
kepangkatan yang jauh dibawah para peserta.
Selain itu perlakuan yang diterapkan kepada peserta juga tidak layak,
karena sikap terhadap atasan, tidak pantas dilakukan dalam sebuah organisasi,
karena ucapan dan tindakan yang
diterapkan seperti memperlakukan prajurit baru yang akan mengikuti pendidikan
dasar. Sementara dalam kehidupan militer yang sebenarnya, sikap dan perilaku
seperti ini sudah tidak berlaku lagi.
Kondisi yang digambarkan tersebut, secara
tidak langsung dapat merusak citra tentara, yang mengakibatkan penolakan atas
rencana pemerintah untuk memberlakukan wajib militer bagi warga negara yang
memenuhi syarat dan sipil ( yang memahami hakekat dari pendidikan dasar
kemiliteran) lebih senang menghindar dan tidak ingin mengikuti kegiatan
tersebut, karena mereka beranggapan bahwa militer kurang profesional dalam
menyelenggarakan pendidikan dasar kemiliteran, tidak mengerti bagaimana methode
pendidikan yang tepat dan tidak memahami
apa yang ingin dicapai dari program tersebut.
Pendidikan pendahuluan bela negara (PPBN) didaerah,
belum dapat terselenggara sesuai dengan management
yang tepat karena belum semua persyaratan dapat dipenuhi. Kerjasama dalam
penyelenggaraan PPBN antara pemerintah daerah dengan instansi militer setempat,
ditinjau dari beberapa aspek belum dapat mencerminkan arah dan sasaran yang
tepat yang disebabkan karena pemerintah daerah maupun instansi militer dalam
merancang bekerjasama belum memahami secara seutuhnya bahwa dalam penyelenggaraan
PPBN memerlukan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi, diantaranya para
pengajar harus bersertifikat sebagai widya iswara bela negara yang diperoleh
dari hasil mengikuti pendidikan di Kementrian Pertahanan dan materi yang
diberikan kepada peserta pendidikan telah ditetapkan, sesuai kurikulum yang
baku yang diterbitkan oleh kementrian Pertahanan.
Dengan mempertimbangkan kepentingan yang mendesak dan keinginan untuk membantu pelaksanaan program Pemda, kegiatan PPBN tetap diselenggarakan oleh instansi militer setempat, namun hanya difokuskan pada pembinaan mental dan fisik yang diarahkan untuk membangun disiplin dan tata tertib serta loyalitas dalam melaksanakan tugas masing-masing dengan mempertimbangkan keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan, meskipun disadari akan berpengaruh terhadap tidak tercapainya sasaran yang diinginkan dan hanya dapat melaksanakan sebagian sasaran program dan menyalurkan anggaran yang telah ditetapkan.
Dengan mempertimbangkan kepentingan yang mendesak dan keinginan untuk membantu pelaksanaan program Pemda, kegiatan PPBN tetap diselenggarakan oleh instansi militer setempat, namun hanya difokuskan pada pembinaan mental dan fisik yang diarahkan untuk membangun disiplin dan tata tertib serta loyalitas dalam melaksanakan tugas masing-masing dengan mempertimbangkan keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan, meskipun disadari akan berpengaruh terhadap tidak tercapainya sasaran yang diinginkan dan hanya dapat melaksanakan sebagian sasaran program dan menyalurkan anggaran yang telah ditetapkan.
Untuk kepentingan penyelenggaraan PPBN
didaerah, Kementrian pertahanan telah menyiapkan sarana dan prasarana
pendidikan yang dibangun di Depo pendidikan Bela negara yang berada dan menjadi
bagian dari Resimen Induk Kodam (Rindam).
Secara Nasional, Kementrian Pertahanan bekerjasama dengan TNI,
menyiapkan sarana dan prasarana yang digelar di fasilitas yang digunakan oleh
Komando kewilayahan. Namun sosialisasi
tentang hal ini belum berlangsung sebagaimana semestinya dan lokasi Rindam yang
cukup jauh dari jangkauan sebagian besar daerah, sehingga pemerintah daerah
yang berkepentingan untuk menyelenggarakan PPBN dan pihak instansi militer setempat,
untuk mengoptimalkan pemanfaatan anggaran dengan menghemat beberapa komponen
pembiayaan diantaranya biaya perjalanan, memaksakan diri untuk tetap
menyelenggarakan PPBN yang telah diprogramkan dengan sarana dan prasarana yang
serba terbatas, yang tersedia di instansi militer setempat, tanpa pedoman yang
lengkap dan akurat bagaimana PPBN diselenggarakan, sehingga program PPBN cenderung
asal terlaksana tanpa pengkajian yang mendalam dan mengakibatkan sasaran tidak
tercapai.
Dengan mempertimbangkan situasi yang terjadi,
dan keinginan pemerintah untuk menumbuhkan kesadaran, keikhlasan dan kesiapan
rakyat dalam bela negara, bagaimana pemerintah mengelola program PPBN agar
sasaran dan tujuan dapat tercapai ?
2. Proses pengelolaan pendidikan, membutuhkan pemahaman personel tentang
keinginan pemerintah tentang PPBN. Personel sipil yang ditugasi
untuk melakukan koordinasi dengan instansi militer sebagai mitra dalam
penyelenggaran dan sebagai pelaksana kegiatan, harus memahami sasaran dan
tujuan kegiatan yang ingin dicapai, sehingga rencana kegiatan yang disusun
dapat sejalan dengan kebutuhan pencapaian sasaran. Pengalaman yang terjadi pada program
orientasi CPNS Propinsi Jawa Barat yang menerapkan kegiatan ground to Zero melalui kegiatan merayap,
merangkak dan berguling serta kata-kata kasar sebagai bagian kegiatan
orientasi, adalah kegiatan yang tidak relevan dengan tujuan kegiatan. Selain itu penyusunan organisasi
penyelenggara yang menempatkan personel pembina terdiri dari para Bintara dan
Tamtama untuk membina CPNS Golongan III adalah tidak tepat, apalagi personel yang
ditugaskan ini tidak dibekali dengan pemahaman tentang tujuan yang ingin dalam
kegiatan yang diselenggarakan. Selama
berlangsungnya kegiatan, para peserta dihardik dengan bentakan-bentakan yang
tidak pantas dilakukan dalam kegiatan orientasi, karena CPNS nantinya akan
bekerja melayani masyarakat yang tidak membutuhkan pembentukan sikap arogansi
sebagai pejabat penguasa (yang dicontohkan oleh para bintara dan tamtama di
Pusdik). Dalam orientasi adalah
menumbuhkan kesadaran akan pentingnya disiplin, kesetiaan dan respek atas tugas
yang menjadi tanggungjawab masing-masing, sekaligus membentuk jiwa pejabat
pelayan rakyat. Dengan demikian tidak dibutuhkan sebuah situasi dimana peserta
harus menerima tamparan sebagai resiko atas sebuah kesalahan yang tidak
disengaja, karena tidak terbiasa melakukan keinginan para instruktur dan
kegiatan tersebut baru kali pertama diikuti.
Instansi militer yang menyelenggarakan
kegiatan seharusnya faham benar dengan niat baik pemerintah daerah, sehingga
kepada setiap pelaku yang dilibatkan dalam penyelenggaraan kegiatan harus
benar-benar menerima brifing secara detil tentang keharusan dan larangan selama
menjadi bagian dari penyelenggara.
Kultur yang berkembang dalam kehidupan militer yang menerapkan kekerasan
yang salah (adanya pemukulan dan tindakan fisik yang melampui batas kepatutan),
harus dapat dihilangkan. Para prajurit
yang selama dalam kehidupan militer diperlakukan kasar dan keras oleh para
seniornya, yang diterapkan secara salah, seharusnya tidak diterapkan pada
kegiatan orientasi CPNS maupun PPBN, karena akan merusak jalan mencapai sasaran
dan tujuan kegiatan. Unsur pimpinan
satuan penyelenggara harus berada langsung ditempat pelaksanaan kegiatan,
melakukan pengawasan dan pengendalian, menegor atas tindakan yang salah serta
memperbaiki dan memberikan contoh tauladan bagaimana kegiatan seharusnya
diterapkan.
Dalam kasus dimana instansi sipil bekerjasama
dengan instansi militer, untuk memanfaatkan sarana dan prasarana militer, harus
dapat membuat rancangan yang tepat bagaimana pendidikan berlangsung, sehingga
metode yang diterapkan dapat disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Tidak boleh terjadi seorang pejabat yang
ditugasi hanya menerima program yang disodorkan oleh instansi tentara tentang
pelaksanaan kegiatan, tetapi harus menyaring dan memilih kegiatan yang
bermanfaat sesuai dengan prioritas yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan. Dengan demikian diharapkan tahapan kegiatan
dapat terselenggara dengan lebih tertib, terarah dan dapat mencapai tujuan yang
diinginkan.
3. Kegiatan fisik dalam penyelenggaraan PPBN yang dikemas dalam pembinaan
CPNS dan lingkungan tertentu, diarahkan untuk mendukung pembekalan pengetahuan untuk
mencapai sasaran yang diinginkan.
Pembinaan CPNS, mahasiswa, pelajar, santri,
pramuka, pegawai swasta dan lingkungan lain, secara mendasar diarahkan kepada
kebutuhan pembentukan sikap dan perilaku disiplin, jiwa korsa, kesetiaan, kepedulian
dan respek untuk mendukung peningkatan kinerja ditempat kerja
masing-masing. Untuk membentuk sikap
diatas, tidak harus dengan menerapkan cara-cara kekerasan, tatapi masih cukup
banyak metoda yang dapat diterapkan, tanpa kekerasan, kekasaran, penyiksaan
fisik, tetapi akan memperoleh hasil yang mungkin lebih baik, karena metode ini
diarahkan untuk membentuk kedewasaan setiap peserta dan menumbuhkan kesadaran
bahwa setiap tugas selalu akan berhadapan dengan resiko terhadap kegagalan yang
disebabkan oleh sikap tidak disiplin, tidak loyal, kurang peduli dan tidak
adanya penghormatan kepada tugas yang dilaksanakan. Keadaran untuk menghadapi resiko inilah yang
dapat dikemas menjadi pola pembinaan dalam pembentukan sikap dan perilaku bagi
peserta didik dari instansi sipil, sehingga diharapkan dapat mencapai sasaran
yang diharapkan.
Semua proses dan prosedur wajib
disampaikan oleh penyelenggara kepada setiap peserta menjelang pembukaan
kegiatan, untuk membangun sebuah perjanjian dan kesepakatan bersama, bahwa
peserta akan melaksanakan kegiatan yang dikemas dalam suatu proses yang
membutuhkan kebersamaan, ketepatan waktu, ketertiban dan kesetiaan. Setiap pelanggaran terhadap ketentuan yang
telah disepakati, maka pelanggar akan menerima resiko berupa “hukuman” dalam bentuk
kegiatan fisik yang ditentukan sesuai dengan berat atau ringannya
pelanggaran. Pelanggaran dalam kegiatan
ini juga dapat dikategorikan sebagai pelanggaran perorangan atau pelanggaran
yang bersifat kolektif, yang tentu saja akan menimbulkan resiko bagi seluruh
peserta. Melalui metode ini diharapkan
setiap orang akan menyesuaikan diri untuk tidak melakukan pelanggaran bagi
dirinya dan juga secara bersama-sama akan berusaha menjaga sesama peserta untuk
tidak melakukan pelanggaran yang mengakibatkan jatuhnya hukuman secara
kolektif. Nilai pelanggaran dan
kemungkinan resiko harus difahami secara benar oleh setiap peserta dan
penyelenggara, bahkan bila perlu resiko juga diberlakukan bagi penyelengara
apabila selama proses, penyelenggara dinyatakan melakukan pelanggaran terhadap
aturan yang telah disepakati. Sebagai
contoh, keterlambatan mengikuti suatu kegiatan dianggap sebagai pelanggaran dan
kepada pelanggar dikenakan resiko kegiatan fisik berupa “push up” minimal 10 kali
dan bisa lebih sampai maksimal 50 kali sesuai dengan tingkat
keterlambatannya. Demikian juga
terhadap kegiatan lain, resiko atas sebuah pelanggaran sudah ditetapkan
“resiko” yang harus diterima. Setiap
orang yang melanggar harus mengerti apa jenis pelanggarannya dan dijelaskan dan
karena pelanggarannya, penyelenggara hanya perlu menyampaikan jenis resiko yang
harus dibayar oleh pelanggar, diawasi oleh peserta yang lain.
Dalam kehidupan militer, pemukulan atau
tindakan fisik yang dapat menyebabkan cidera terhadap prajurit, sudah tidak lagi
diterima dan sudah ditinggalkan. Hal
ini diberlakukan mengingat ketentuan yang menyatakan bahwa tindakan kekerasan
yang menyebabkan cidera sebagai pelanggaran hukum dan kepada pelakunya dapat
dikenakan hukuman pidana. Bahkan
beberapa personel militer telah dijatuhi hukuman pidana karena melakukan
pelanggaran pemukulan terhadap bawahannya yang menyebabkan cidera, paling tidak
beberapa diantaranya secara resmi mendapat hukuman atas apa yang telah
dilakukan, karena pelanggaran hukum.
Pada prinsipnya proses pembinaan terhadap personel militer baik dalam
pendidikan maupun dalam satuan, lebih memilih pola-pola lain yang lebih
manusiawi dan lebih bermanfaat bagi kepentingan organisasi dan kesiapan
organisasi militer.
Untuk
membentuk sikap dan perilaku disiplin, membangun jiwa korsa dan membentuk respek,
dilakukan beberapa kegiatan yang mendukung kepada pencapain sasaran yaitu :
a. Peraturan baris berbaris (PBB). Postur tubuh, kebiasaan berjalan, panjang
langkah, teo langkah, kemauan bergerak dan banyak hal yang berbeda pada setiap
peserta kegiatan. Namun dalam kegiatan
PBB, semua peserta wajib melakukan hal yang sama, yang berarti harus melupakan
kebiasaan, kemauan, postur dan sikap berjalan agar proses pembinaan dapat
berlangsung dengan lebih baik dan berhasil.
Panjang langkah dalam PBB telah ditetapkan, dengan memperhitungkan bahwa
bagaimanapun postur peserta akan dapat menerapkannya, sehingga setiap kebiasaan
melangkah setiap orang harus disesuaikan dengan ketentuan dalam PBB. Melalui kegiatan ini, maka setiap orang
harus secara sadar dan ikhlas mau melakukan, menyesuaikan dengan orang lain,
menghormati orang lain, berusaha menyesuaikan ritme gerakan, panjang langkah
yang secara tidak disadari akan menumbuhkan sikap disiplin, tertib, loyal, setia
kawan, kekompakan dan kerjasama serta menghargai orang lain, sesama peserta
maupun penyelenggara dan diharapkan sikap dan perilaku ini dapat tertanam dalam
jiwa setiap peserta dan dapat diterapkan dalam kehidupan dilingkungan
masing-masing.
b. Peraturan penghormatan. Sikap saling menghormati sesama, merupakan
budaya yang sudah diterapkan semenjak dahulu kala, yang dalam kehidupan militer
diwujudkan secara konkrit melalui sikap dan ketentuan penghormatan. Bagi warga sipil yang mengikuti pendidikan
pendahuluan belanegara (PPBN) atau bila suatu saat mengikuti pendidikan dasar
kemiliteran (Latsarmil), diwajibkan untuk menguasai dan dapat melakukannya
secara ikhlas, yang dilakukan terhadap atasan, sesama maupun bawahan. Saling menghormati antar sesama akan
menumbuhkan keikhlasan dan penghargaan serta kesetiaan dalam melaksanakan
tugas, dengan melakukan penghormatan secara ikhlas, bahwa sikap tersebut memang
menjadi keajiban untuk memberikan dan membalas penghormatan.
c. Modifikasi kegiatan kepemimpinan dan
keteraturan dalam melaksanakan tugas, diwujudkan dalam kegiatan “caraka” dan
“halang rintang”. Mengatasi rintangan
pada prasarana latihan untuk kepentingan militer, tidak dapat dipaksakan untuk
diterapkan kepada peserta PPBN atau Latsarmil, karena untuk dapat melintasi dan
menyelesaikan kegiatan halang rintang wajib memenuhi persyaratan “terlatih”
sehingga tanpa melalui proses latihan sebelumnya tidak dapat diterapkan. Namun prasarana ini dapat dimanfaatkan untuk
membentuk kerjasama tim, kekompakan dan mencari bakat kepemimpinan. Pada kegiatan mengatasi halang rintang,
setiap tim diberi beban dengan ukuran tertentu dan peralatan sederhana, dengan
kondisi tersebut, tim harus dapat melintasi semua rintangan dengan cara yang
ditemukan oleh tim. Kegagalan mengatasi
rintangan merupakan kegagalan tim yang harus ditebus dengan resiko tertentu dan
berpengaruh terhadap keberhasilan/kegagalan peserta dalam PPBN/Latsarmil. Selama proses mengatasi halang rintang ini,
akan terlihat bagaimana setiap orang berusaha menemukan cara yang paling
praktis, aman dan cepat serta akan menemukan personel yang menunjukkan sikap
memimpin yang lebih menonjol dibandingkan dengan orang lain dalam tim.
Dalam
kegiatan “caraka” akan diperoleh sikap kesetiaan dan kerelaan berkorban demi
melaksanakan tugas serta disiplin melaksanakan perintah. Dalam prosesnya, kepada setiap peserta
diberikan suatu berita yang hanya dihafal dan tidak diberikan dalam bentuk
barang. Selama mengikuti rute, akan
menghadapi berbagai rintangan baik fisik maupun mental yang mengganggu peserta,
diantaranya dengan menempatkan personel penyelenggara yang dengan cara tertentu
mencoba meminta keterangan tentang berita yang dibawa peserta dan kepada siapa
berita harus disampaikan. Kegagalan
dalam kegiatan ini juga berpengaruh terhadap resiko atas ketidak mampuan melaksanakan
tugas serta nilai akhir setiap peserta.
d. Kegiatan Snapring dan rappling, hanya dapat
diberikan kepada personel yang sudah dilatih, oleh karenanya apabila dalam PPBN
atau Latsarmil, proses menuju pelaksanaan kegiatan ini harus didahului dengan
proses latihan. Latihan ini diarahkan
untuk membangun kepercayaan diri dan keyakinan bahwa tidak ada tugas yang tidak
dapat dikerjakan selama dilakukan dengan serius, tekun, teliti dan berhati-hati
serta tetap waspada. Kegiatan ini
sebenarnya sangat penting bagi peserta, namun prosedur penyelenggaraan membutuhkan
persyaratan tertentu, terutama peserta harus terlatih, karena tingkat
kemungkinan resiko yang tinggi. Bila
harus dilaksanakan setelah persyaratan dipenuhi, maka perencanaan harus teliti dan
membutuhkan banyak pengawas yang setiap saat dapat melakukan bantuan kepada
peserta.
4. Materi
Pengetahuan yang ditransfer kepada peserta dalam uzaya mencapai sasaran dan
tujuan PPBN.
Secara
terpusat, piranti lunak yang digunakan sebagai bahan ajaran dalam PPBN, telah
disediakan oleh Kementrian Pertahanan dan secara tersebar telah didistribusikan
ke Kotama Kewilayahan dalam hal ini elah tersdeia di Rindam. Beberapa personel yang telah bersertifikat
widya iswara juga telah aktif di Depo pendidikan Bela Negara disetiap
Rindam. Permasalahan yang ada untuk
saat sekarang adalah rendahnya pembinaan terhadap sara adan prasarana yang
tersedia dan sosialisasi tentang berbagai informasi berkaitan dengan PPBN
termasuk salah satunya adalah keluhan yang dirasakan oleh instansi
Kesbanglinmas, yang merasa tidak dilibatkan oleh Kementrian Pertahanan, yang
menyebabkan proses dan prosedur penyelenggaran PPBN menjadi terhambat.
PPBN
merupakan pembekalan kepada rakyat untuk mewujudkan keikutsertaan setiap warga
negara dalam upaya pembelaan Negara.
Mengingat pentingnya perwujudan tekad,sikap, dan tindakan Warga negara
dalam upaya partisipasi aktif untuk
meniadakan setiap kemungkinan ancaman baik yang berasal dari dalam maupun luar
negeri, yang membahayakan kemerdekaan dan kedaulatan negara, kesatuan dan
persatuan bangsa, keutuhan wilayah negara dan yurisdiksi Nasional serta
nilai-nilai Pancasila dan Undang-undang dasar 1945, maka PPBN menjadi salah
satu upaya pembelaan Negara yang diterapkan melalui jalur pendidikan yang menjadi
bagian dari sistem pendidikan Nasional.
Beberapa
materi penting yang ditransfer kepada peserta didik meliputi pengetahuan
tentang sejarah perjuangan bangsa, Wawasan nusantara dengan pengetahuan tentang
kedudukan geografi Indonesia yang berada pada posisi strategis dunia,
pengetahuan tentang demografi dan kondisi soasial bangsa, Kekayaan alam yang
terkandung sebagai sumber daya Indonesia, Perkembangan dan kemajuan Ilmu
pengetahuan dan teknologi, mengenal dan belajar tentang kemungkinan terjadinya
bencana sampai kemungkinan bencana perang dan situasi dan dampak yang timbul
dari sistem globalisasi terhadap kehidupan sosial bangsa Indonesia. Melalui pemahaman terhadap berbagai
pengetahuan tersebut, maka setiap warga negara diajak untuk serta berperan
aktif melalui jalur profesi masing-masing dalam upaya pembelaan negara.
Dalam
kaitan PPBN yang diselenggarakan pemerintah, harus dapat menghilangkan
pemikiran bahwa bela negara hanya dengan mengangkat senjata untuk menghadapi
musuh, tetapi bela negara dalam arti yang luas disegala bidang. Presiden John F Kennedy dalam ungkapannya
yang terkenal “ Don’t ask what your
country can do for you, ask what you can do for your country”, dapat
dipandang sebagai sebuah ungkapan bagi setiap warga negara, bukan hanya bagi
Indonesia, tetapi berlaku secara universal,
bahwa kewajiban setiap warga negara untuk
berpartisipasi aktif dalam setiap usaha yang diselenggarakan oleh negara, karena
keberhasilan negara dalam pembangunan akan berdampak positif terhadap upaya
negara dalam menyediakan pelayanan bagi warga negara.
5. Kesimpulan.
Program PPBN, merupakan program yang sangat penting dalam proses
pembangunan bangsa, untuk membekali setiap
warga Negara agar mencintai tanah air, sadar dalam berbangsa dan
bernegara, keyakinan akan kebenaran Pancasila sebagai ideologi Negara,
membangun kesadaran untuk rela berkorban untuk kejayaan Negara dan Bangsa. Pembekalan dalam PPBN dilaksanakan dalam
bentuk transfer pengetahuan dan ketrampilan, yang telah diatur dalam kurikulum
baku dengan perangkat yang dipersyaratkan, sehingga tujuan dan sasaran dapat
tercapai sesuai dengan keinginan pemerintah.
Ketrampilan yang bersifat fisik diarahkan untuk membentuk kesadaran,
loyalitas, kekompakan, kerjasama, kepedulian dan saling menghormati dan menghargai
diantara warga negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar