Minggu, 17 Februari 2013

MEMBANGUN DISIPLIN sebagai Implementasi BELA NEGARA





MEMBANGUN DISIPLIN 
sebagai Implementasi 
BELA NEGARA



     Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN), bertujuan untuk mewujudkan Warga negara yang mengerti dan sadar serta yakin untuk menunaikan kewajiban bangsa dalam bela negara, yang ditandai dengan sikap dan perilaku cinta tanah air, sadar berbangsa, sadar bernegara, yakin akan kesaktian Pancasila sebagai ideologi Negara, rela berkorban untuk Negara dan Bangsa dan memiliki kemampuan awal bela Negara baik secara psikis maupun pisik.    Membangun jiwa warga negara yang mengerti, sadar dan yakin untuk menunaikan kewajiban sebagai warga negara, menjadi kepentingan bersama, bukan hanya bagi pegawai pemerintah saja, tetapi semua lapisan masyarakat pada semua lingkungan yang masing-masing akan mengambil peran sesuai dengan profesinya.      



     Pemerintah secara intens telah memprogramkan kegiatan PPBN secara luas, namun disadari bahwa penyiapan komponen pendidikan bagi terselenggaranya kegiatan program ini masih sangat terbatas.   Agar kegiatan program dapat terselenggara tepat waktu dan tepat sasaran, maka dilakukan kerjasama antar institusi, dan pada umumnya pemerintah daerah akan memilih instansi militer sebagai pelaksana kegiatan.   Meskipun alasan mengapa pemerintah memilih institusi militer belum jelas, namun secara harfiah pemerintah daerah menganggap bahwa pada institusi ini, sudah lebih siap dengan melihat budaya yang telah tertanam di lingkungan militer.  Permasalahan yang muncul dilapangan umumnya pada proposal kegiatan yang diajukan oleh pelaksana lapangan, terdapat kegiatan yang seharusnya tidak diberikan kepada peserta PPBN karena kegiatan tersebut membutuhkan kesiapan fisik dan ketrampilan yang harus dilatihkan lebih dulu kepada pelaku dan kegiatan ground to zero atau dalam istilah kepentingan indoktrinasi, menghilangkan memori perorangan untuk siap menerima doktrin baru yang diwajibkan.  Karena rendahnya pemahaman tentang PPBN, penyelenggara kegiatan tidak melakukan evaluasi/koreksi ats kegiatan yang akan dilaksanakan, penyelenggara hanya menerima apa yang ditawarkan oleh pelaksana lapangan tanpa mempertimbangkan kesesuaian antara tujuan yang ingin dicapai dengan kegiatan yang diberikan.

     Dari pengamatan atas kegiatan yang dilaksanakan diwilayah tertentu, terlihat bahwa rancangan kegiatan sudah tidak relevan dengan niat baik pemerintah, karena semenjak persiapan kegiatan, dimana pada saat peserta berkumpul di tempat yang ditentukan untuk pengecekan dan berangkat kedaerah kegiatan, sudah terasa ada sesuatu yang tidak tepat diberlakukan kepada para CPNS golongan III, karena para pengendali kegiatan terdiri dari para Tamtama dan Bintara, yang dalam organisasi dan kepangkatan sipil mereka setara dengan PNS golongan I dan II, sehingga posisi mereka pada strata bawahan para peserta orientasi.   Selama proses pembagian kelompok dan pembagian angkutan sampai menaiki alat angkut, sikap para bintara dan tamtama ini sudah tidak pantas diterapkan bagi para CPNS yang secara kepangkatan adalah “atasannya”


      Dengan melihat apa yang terjadi selama proses persiapan menuju daerah kegiatan yang berlangsung selama sekitar 1 jam saja, sudah menimbulkan persepsi yang tidak baik terhadap tentara, karena ketidak mampuan mengelola kegiatan dengan menempatkan para pelaksana dilapangan dengan kepangkatan yang jauh dibawah para peserta.   Selain itu perlakuan yang diterapkan kepada peserta juga tidak layak, karena sikap terhadap atasan, tidak pantas dilakukan dalam sebuah organisasi, karena  ucapan dan tindakan yang diterapkan seperti memperlakukan prajurit baru yang akan mengikuti pendidikan dasar. Sementara dalam kehidupan militer yang sebenarnya, sikap dan perilaku seperti ini sudah tidak berlaku lagi.

Kondisi yang digambarkan tersebut, secara tidak langsung dapat merusak citra tentara, yang mengakibatkan penolakan atas rencana pemerintah untuk memberlakukan wajib militer bagi warga negara yang memenuhi syarat dan sipil ( yang memahami hakekat dari pendidikan dasar kemiliteran) lebih senang menghindar dan tidak ingin mengikuti kegiatan tersebut, karena mereka beranggapan bahwa militer kurang profesional dalam menyelenggarakan pendidikan dasar kemiliteran, tidak mengerti bagaimana methode pendidikan yang tepat dan tidak  memahami apa yang ingin dicapai dari program tersebut.    


     Pendidikan pendahuluan bela negara (PPBN) didaerah, belum dapat terselenggara sesuai dengan management yang tepat karena belum semua persyaratan dapat dipenuhi. Kerjasama dalam penyelenggaraan PPBN antara pemerintah daerah dengan instansi militer setempat, ditinjau dari beberapa aspek belum dapat mencerminkan arah dan sasaran yang tepat yang disebabkan karena pemerintah daerah maupun instansi militer dalam merancang bekerjasama belum memahami secara seutuhnya bahwa dalam penyelenggaraan PPBN memerlukan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi, diantaranya para pengajar harus bersertifikat sebagai widya iswara bela negara yang diperoleh dari hasil mengikuti pendidikan di Kementrian Pertahanan dan materi yang diberikan kepada peserta pendidikan telah ditetapkan, sesuai kurikulum yang baku yang diterbitkan oleh kementrian Pertahanan.    
     Dengan mempertimbangkan kepentingan yang mendesak dan keinginan untuk membantu pelaksanaan program Pemda, kegiatan PPBN tetap diselenggarakan oleh instansi militer setempat, namun hanya difokuskan pada pembinaan mental dan fisik yang diarahkan untuk membangun disiplin dan tata tertib serta loyalitas dalam melaksanakan tugas masing-masing dengan mempertimbangkan keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan, meskipun disadari akan berpengaruh terhadap tidak tercapainya sasaran yang diinginkan dan hanya dapat melaksanakan sebagian sasaran program dan menyalurkan anggaran yang telah ditetapkan.  


     Untuk kepentingan penyelenggaraan PPBN didaerah, Kementrian pertahanan telah menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan yang dibangun di Depo pendidikan Bela negara yang berada dan menjadi bagian dari Resimen Induk Kodam (Rindam).   Secara Nasional, Kementrian Pertahanan bekerjasama dengan TNI, menyiapkan sarana dan prasarana yang digelar di fasilitas yang digunakan oleh Komando kewilayahan.  Namun sosialisasi tentang hal ini belum berlangsung sebagaimana semestinya dan lokasi Rindam yang cukup jauh dari jangkauan sebagian besar daerah, sehingga pemerintah daerah yang berkepentingan untuk menyelenggarakan PPBN dan pihak instansi militer setempat, untuk mengoptimalkan pemanfaatan anggaran dengan menghemat beberapa komponen pembiayaan diantaranya biaya perjalanan, memaksakan diri untuk tetap menyelenggarakan PPBN yang telah diprogramkan dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas, yang tersedia di instansi militer setempat, tanpa pedoman yang lengkap dan akurat bagaimana PPBN diselenggarakan, sehingga program PPBN cenderung asal terlaksana tanpa pengkajian yang mendalam dan mengakibatkan sasaran tidak tercapai.  


Dengan mempertimbangkan situasi yang terjadi, dan keinginan pemerintah untuk menumbuhkan kesadaran, keikhlasan dan kesiapan rakyat dalam bela negara, bagaimana pemerintah mengelola program PPBN agar sasaran dan tujuan dapat tercapai ?


2.      Proses pengelolaan pendidikan, membutuhkan pemahaman personel tentang keinginan pemerintah tentang PPBN.     Personel sipil yang ditugasi untuk melakukan koordinasi dengan instansi militer sebagai mitra dalam penyelenggaran dan sebagai pelaksana kegiatan, harus memahami sasaran dan tujuan kegiatan yang ingin dicapai, sehingga rencana kegiatan yang disusun dapat sejalan dengan kebutuhan pencapaian sasaran.    Pengalaman yang terjadi pada program orientasi CPNS Propinsi Jawa Barat yang menerapkan kegiatan ground to Zero melalui kegiatan merayap, merangkak dan berguling serta kata-kata kasar sebagai bagian kegiatan orientasi, adalah kegiatan yang tidak relevan dengan tujuan kegiatan.   Selain itu penyusunan organisasi penyelenggara yang menempatkan personel pembina terdiri dari para Bintara dan Tamtama untuk membina CPNS Golongan III adalah tidak tepat, apalagi personel yang ditugaskan ini tidak dibekali dengan pemahaman tentang tujuan yang ingin dalam kegiatan yang diselenggarakan.     Selama berlangsungnya kegiatan, para peserta dihardik dengan bentakan-bentakan yang tidak pantas dilakukan dalam kegiatan orientasi, karena CPNS nantinya akan bekerja melayani masyarakat yang tidak membutuhkan pembentukan sikap arogansi sebagai pejabat penguasa (yang dicontohkan oleh para bintara dan tamtama di Pusdik).   Dalam orientasi adalah menumbuhkan kesadaran akan pentingnya disiplin, kesetiaan dan respek atas tugas yang menjadi tanggungjawab masing-masing, sekaligus membentuk jiwa pejabat pelayan rakyat. Dengan demikian tidak dibutuhkan sebuah situasi dimana peserta harus menerima tamparan sebagai resiko atas sebuah kesalahan yang tidak disengaja, karena tidak terbiasa melakukan keinginan para instruktur dan kegiatan tersebut baru kali pertama diikuti.

Instansi militer yang menyelenggarakan kegiatan seharusnya faham benar dengan niat baik pemerintah daerah, sehingga kepada setiap pelaku yang dilibatkan dalam penyelenggaraan kegiatan harus benar-benar menerima brifing secara detil tentang keharusan dan larangan selama menjadi bagian dari penyelenggara.   Kultur yang berkembang dalam kehidupan militer yang menerapkan kekerasan yang salah (adanya pemukulan dan tindakan fisik yang melampui batas kepatutan), harus dapat dihilangkan.   Para prajurit yang selama dalam kehidupan militer diperlakukan kasar dan keras oleh para seniornya, yang diterapkan secara salah, seharusnya tidak diterapkan pada kegiatan orientasi CPNS maupun PPBN, karena akan merusak jalan mencapai sasaran dan tujuan kegiatan.   Unsur pimpinan satuan penyelenggara harus berada langsung ditempat pelaksanaan kegiatan, melakukan pengawasan dan pengendalian, menegor atas tindakan yang salah serta memperbaiki dan memberikan contoh tauladan bagaimana kegiatan seharusnya diterapkan.
  
Dalam kasus dimana instansi sipil bekerjasama dengan instansi militer, untuk memanfaatkan sarana dan prasarana militer, harus dapat membuat rancangan yang tepat bagaimana pendidikan berlangsung, sehingga metode yang diterapkan dapat disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai.   Tidak boleh terjadi seorang pejabat yang ditugasi hanya menerima program yang disodorkan oleh instansi tentara tentang pelaksanaan kegiatan, tetapi harus menyaring dan memilih kegiatan yang bermanfaat sesuai dengan prioritas yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan.   Dengan demikian diharapkan tahapan kegiatan dapat terselenggara dengan lebih tertib, terarah dan dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

3.      Kegiatan fisik dalam penyelenggaraan PPBN yang dikemas dalam pembinaan CPNS dan lingkungan tertentu, diarahkan untuk mendukung pembekalan pengetahuan untuk mencapai sasaran yang diinginkan.

Pembinaan CPNS, mahasiswa, pelajar, santri, pramuka, pegawai swasta dan lingkungan lain, secara mendasar diarahkan kepada kebutuhan pembentukan sikap dan perilaku disiplin, jiwa korsa, kesetiaan, kepedulian dan respek untuk mendukung peningkatan kinerja ditempat kerja masing-masing.   Untuk membentuk sikap diatas, tidak harus dengan menerapkan cara-cara kekerasan, tatapi masih cukup banyak metoda yang dapat diterapkan, tanpa kekerasan, kekasaran, penyiksaan fisik, tetapi akan memperoleh hasil yang mungkin lebih baik, karena metode ini diarahkan untuk membentuk kedewasaan setiap peserta dan menumbuhkan kesadaran bahwa setiap tugas selalu akan berhadapan dengan resiko terhadap kegagalan yang disebabkan oleh sikap tidak disiplin, tidak loyal, kurang peduli dan tidak adanya penghormatan kepada tugas yang dilaksanakan.   Keadaran untuk menghadapi resiko inilah yang dapat dikemas menjadi pola pembinaan dalam pembentukan sikap dan perilaku bagi peserta didik dari instansi sipil, sehingga diharapkan dapat mencapai sasaran yang diharapkan.

         Semua proses dan prosedur wajib disampaikan oleh penyelenggara kepada setiap peserta menjelang pembukaan kegiatan, untuk membangun sebuah perjanjian dan kesepakatan bersama, bahwa peserta akan melaksanakan kegiatan yang dikemas dalam suatu proses yang membutuhkan kebersamaan, ketepatan waktu, ketertiban dan kesetiaan.   Setiap pelanggaran terhadap ketentuan yang telah disepakati, maka pelanggar akan menerima resiko berupa “hukuman” dalam bentuk kegiatan fisik yang ditentukan sesuai dengan berat atau ringannya pelanggaran.   Pelanggaran dalam kegiatan ini juga dapat dikategorikan sebagai pelanggaran perorangan atau pelanggaran yang bersifat kolektif, yang tentu saja akan menimbulkan resiko bagi seluruh peserta.   Melalui metode ini diharapkan setiap orang akan menyesuaikan diri untuk tidak melakukan pelanggaran bagi dirinya dan juga secara bersama-sama akan berusaha menjaga sesama peserta untuk tidak melakukan pelanggaran yang mengakibatkan jatuhnya hukuman secara kolektif.     Nilai pelanggaran dan kemungkinan resiko harus difahami secara benar oleh setiap peserta dan penyelenggara, bahkan bila perlu resiko juga diberlakukan bagi penyelengara apabila selama proses, penyelenggara dinyatakan melakukan pelanggaran terhadap aturan yang telah disepakati.   Sebagai contoh, keterlambatan mengikuti suatu kegiatan dianggap sebagai pelanggaran dan kepada pelanggar dikenakan resiko kegiatan fisik berupa “push up” minimal 10 kali dan bisa lebih sampai maksimal 50 kali sesuai dengan tingkat keterlambatannya.   Demikian juga terhadap kegiatan lain, resiko atas sebuah pelanggaran sudah ditetapkan “resiko” yang harus diterima.   Setiap orang yang melanggar harus mengerti apa jenis pelanggarannya dan dijelaskan dan karena pelanggarannya, penyelenggara hanya perlu menyampaikan jenis resiko yang harus dibayar oleh pelanggar, diawasi oleh peserta yang lain.
          
Dalam kehidupan militer, pemukulan atau tindakan fisik yang dapat menyebabkan cidera terhadap prajurit, sudah tidak lagi diterima dan sudah ditinggalkan.    Hal ini diberlakukan mengingat ketentuan yang menyatakan bahwa tindakan kekerasan yang menyebabkan cidera sebagai pelanggaran hukum dan kepada pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.  Bahkan beberapa personel militer telah dijatuhi hukuman pidana karena melakukan pelanggaran pemukulan terhadap bawahannya yang menyebabkan cidera, paling tidak beberapa diantaranya secara resmi mendapat hukuman atas apa yang telah dilakukan, karena pelanggaran hukum.    Pada prinsipnya proses pembinaan terhadap personel militer baik dalam pendidikan maupun dalam satuan, lebih memilih pola-pola lain yang lebih manusiawi dan lebih bermanfaat bagi kepentingan organisasi dan kesiapan organisasi militer.
         
Untuk membentuk sikap dan perilaku disiplin, membangun jiwa korsa dan membentuk respek, dilakukan beberapa kegiatan yang mendukung kepada pencapain sasaran yaitu :
         a.      Peraturan baris berbaris (PBB).   Postur tubuh, kebiasaan berjalan, panjang langkah, teo langkah, kemauan bergerak dan banyak hal yang berbeda pada setiap peserta kegiatan.   Namun dalam kegiatan PBB, semua peserta wajib melakukan hal yang sama, yang berarti harus melupakan kebiasaan, kemauan, postur dan sikap berjalan agar proses pembinaan dapat berlangsung dengan lebih baik dan berhasil.   Panjang langkah dalam PBB telah ditetapkan, dengan memperhitungkan bahwa bagaimanapun postur peserta akan dapat menerapkannya, sehingga setiap kebiasaan melangkah setiap orang harus disesuaikan dengan ketentuan dalam PBB.   Melalui kegiatan ini, maka setiap orang harus secara sadar dan ikhlas mau melakukan, menyesuaikan dengan orang lain, menghormati orang lain, berusaha menyesuaikan ritme gerakan, panjang langkah yang secara tidak disadari akan menumbuhkan sikap disiplin, tertib, loyal, setia kawan, kekompakan dan kerjasama serta menghargai orang lain, sesama peserta maupun penyelenggara dan diharapkan sikap dan perilaku ini dapat tertanam dalam jiwa setiap peserta dan dapat diterapkan dalam kehidupan dilingkungan masing-masing.
  
         b.      Peraturan penghormatan.    Sikap saling menghormati sesama, merupakan budaya yang sudah diterapkan semenjak dahulu kala, yang dalam kehidupan militer diwujudkan secara konkrit melalui sikap dan ketentuan penghormatan.   Bagi warga sipil yang mengikuti pendidikan pendahuluan belanegara (PPBN) atau bila suatu saat mengikuti pendidikan dasar kemiliteran (Latsarmil), diwajibkan untuk menguasai dan dapat melakukannya secara ikhlas, yang dilakukan terhadap atasan, sesama maupun bawahan.   Saling menghormati antar sesama akan menumbuhkan keikhlasan dan penghargaan serta kesetiaan dalam melaksanakan tugas, dengan melakukan penghormatan secara ikhlas, bahwa sikap tersebut memang menjadi keajiban untuk memberikan dan membalas penghormatan.

         c.       Modifikasi kegiatan kepemimpinan dan keteraturan dalam melaksanakan tugas, diwujudkan dalam kegiatan “caraka” dan “halang rintang”.     Mengatasi rintangan pada prasarana latihan untuk kepentingan militer, tidak dapat dipaksakan untuk diterapkan kepada peserta PPBN atau Latsarmil, karena untuk dapat melintasi dan menyelesaikan kegiatan halang rintang wajib memenuhi persyaratan “terlatih” sehingga tanpa melalui proses latihan sebelumnya tidak dapat diterapkan.   Namun prasarana ini dapat dimanfaatkan untuk membentuk kerjasama tim, kekompakan dan mencari bakat kepemimpinan.   Pada kegiatan mengatasi halang rintang, setiap tim diberi beban dengan ukuran tertentu dan peralatan sederhana, dengan kondisi tersebut, tim harus dapat melintasi semua rintangan dengan cara yang ditemukan oleh tim.   Kegagalan mengatasi rintangan merupakan kegagalan tim yang harus ditebus dengan resiko tertentu dan berpengaruh terhadap keberhasilan/kegagalan peserta dalam PPBN/Latsarmil.   Selama proses mengatasi halang rintang ini, akan terlihat bagaimana setiap orang berusaha menemukan cara yang paling praktis, aman dan cepat serta akan menemukan personel yang menunjukkan sikap memimpin yang lebih menonjol dibandingkan dengan orang lain dalam tim.   
          Dalam kegiatan “caraka” akan diperoleh sikap kesetiaan dan kerelaan berkorban demi melaksanakan tugas serta disiplin melaksanakan perintah.   Dalam prosesnya, kepada setiap peserta diberikan suatu berita yang hanya dihafal dan tidak diberikan dalam bentuk barang.   Selama mengikuti rute, akan menghadapi berbagai rintangan baik fisik maupun mental yang mengganggu peserta, diantaranya dengan menempatkan personel penyelenggara yang dengan cara tertentu mencoba meminta keterangan tentang berita yang dibawa peserta dan kepada siapa berita harus disampaikan.   Kegagalan dalam kegiatan ini juga berpengaruh terhadap resiko atas ketidak mampuan melaksanakan tugas serta nilai akhir setiap peserta.

         d.      Kegiatan Snapring dan rappling, hanya dapat diberikan kepada personel yang sudah dilatih, oleh karenanya apabila dalam PPBN atau Latsarmil, proses menuju pelaksanaan kegiatan ini harus didahului dengan proses latihan.   Latihan ini diarahkan untuk membangun kepercayaan diri dan keyakinan bahwa tidak ada tugas yang tidak dapat dikerjakan selama dilakukan dengan serius, tekun, teliti dan berhati-hati serta tetap waspada.    Kegiatan ini sebenarnya sangat penting bagi peserta, namun prosedur penyelenggaraan membutuhkan persyaratan tertentu, terutama peserta harus terlatih, karena tingkat kemungkinan resiko yang tinggi.  Bila harus dilaksanakan setelah persyaratan dipenuhi, maka perencanaan harus teliti dan membutuhkan banyak pengawas yang setiap saat dapat melakukan bantuan kepada peserta.    

4.      Materi Pengetahuan yang ditransfer kepada peserta dalam uzaya mencapai sasaran dan tujuan PPBN.    
         Secara terpusat, piranti lunak yang digunakan sebagai bahan ajaran dalam PPBN, telah disediakan oleh Kementrian Pertahanan dan secara tersebar telah didistribusikan ke Kotama Kewilayahan dalam hal ini elah tersdeia di Rindam.    Beberapa personel yang telah bersertifikat widya iswara juga telah aktif di Depo pendidikan Bela Negara disetiap Rindam.   Permasalahan yang ada untuk saat sekarang adalah rendahnya pembinaan terhadap sara adan prasarana yang tersedia dan sosialisasi tentang berbagai informasi berkaitan dengan PPBN termasuk salah satunya adalah keluhan yang dirasakan oleh instansi Kesbanglinmas, yang merasa tidak dilibatkan oleh Kementrian Pertahanan, yang menyebabkan proses dan prosedur penyelenggaran PPBN menjadi terhambat.

         PPBN merupakan pembekalan kepada rakyat untuk mewujudkan keikutsertaan setiap warga negara dalam upaya pembelaan Negara.   Mengingat pentingnya perwujudan tekad,sikap, dan tindakan Warga negara dalam upaya partisipasi aktif  untuk meniadakan setiap kemungkinan ancaman baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri, yang membahayakan kemerdekaan dan kedaulatan negara, kesatuan dan persatuan bangsa, keutuhan wilayah negara dan yurisdiksi Nasional serta nilai-nilai Pancasila dan Undang-undang dasar 1945, maka PPBN menjadi salah satu upaya pembelaan Negara yang diterapkan melalui jalur pendidikan yang  menjadi  bagian dari sistem pendidikan Nasional.
         
Beberapa materi penting yang ditransfer kepada peserta didik meliputi pengetahuan tentang sejarah perjuangan bangsa, Wawasan nusantara dengan pengetahuan tentang kedudukan geografi Indonesia yang berada pada posisi strategis dunia, pengetahuan tentang demografi dan kondisi soasial bangsa, Kekayaan alam yang terkandung sebagai sumber daya Indonesia, Perkembangan dan kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi, mengenal dan belajar tentang kemungkinan terjadinya bencana sampai kemungkinan bencana perang dan situasi dan dampak yang timbul dari sistem globalisasi terhadap kehidupan sosial bangsa Indonesia.   Melalui pemahaman terhadap berbagai pengetahuan tersebut, maka setiap warga negara diajak untuk serta berperan aktif melalui jalur profesi masing-masing dalam upaya pembelaan negara.   
         Dalam kaitan PPBN yang diselenggarakan pemerintah, harus dapat menghilangkan pemikiran bahwa bela negara hanya dengan mengangkat senjata untuk menghadapi musuh, tetapi bela negara dalam arti yang luas disegala bidang.   Presiden John F Kennedy dalam ungkapannya yang terkenal “ Don’t ask what your country can do for you, ask what you can do for your country”, dapat dipandang sebagai sebuah ungkapan bagi setiap warga negara, bukan hanya bagi Indonesia, tetapi berlaku secara universal, bahwa  kewajiban setiap warga negara untuk berpartisipasi aktif dalam setiap usaha yang diselenggarakan oleh negara,    karena keberhasilan negara dalam pembangunan akan berdampak positif terhadap upaya negara dalam menyediakan pelayanan bagi warga negara.  
           
5.         Kesimpulan.    Program PPBN, merupakan program yang sangat penting dalam proses pembangunan bangsa, untuk membekali setiap  warga Negara agar mencintai tanah air, sadar dalam berbangsa dan bernegara, keyakinan akan kebenaran Pancasila sebagai ideologi Negara, membangun kesadaran untuk rela berkorban untuk kejayaan Negara dan Bangsa.  Pembekalan dalam PPBN dilaksanakan dalam bentuk transfer pengetahuan dan ketrampilan, yang telah diatur dalam kurikulum baku dengan perangkat yang dipersyaratkan, sehingga tujuan dan sasaran dapat tercapai sesuai dengan keinginan pemerintah.    Ketrampilan yang bersifat fisik diarahkan untuk membentuk kesadaran, loyalitas, kekompakan, kerjasama, kepedulian dan saling menghormati dan menghargai diantara warga negara.

Tidak ada komentar: