EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI DALAM PERAN DAN MISI
KOMUNITAS KEAMANAN
DALAM PENERAPAN HUBUNGAN SIPIL-MILITER
Dalam setiap negara memiliki kekuatan yang secara internasional disebut sebagai komunitas keamanan yaitu militer, polisi dan intelijen. Apa peran utama dan misi Komunitas keamanan saat ini? Bagaimana agar tugas, peran dan fungsinya dapat terselenggara secara efektif dan efisien ?
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para pakar keamanan nasional, terdapat 6 tugas komunitas keamanan yaitu : 1) bersiap untuk melaksanakan perang dalam menghadapi musuh eksternal; 2) bersiap untuk melaksanakan operasi untuk menghadapi separatisme atau pemberontakan; 3) bersiap melawan terorisme global; 4) bersiap dalam memerangi kejahatan; 5) bersiap memberikan dukungan dan bantuan kemanusiaan, serta 6) menyiapkan, melaksanakan dan mendukung tugas operasi perdamaian.
Para pakar menilai bahwa meskipun ada beberapa kasus dimana efektivitas dalam melaksanakan peran dan misi dapat dievaluasi, namun para pakar percaya bahwa efektivitas yang terbaik umumnya ditentukan oleh baik atau tidaknya negara mengatur dan menetapkan peran dan misi komunitas keamanan dalam melaksanakan salah satu atau semua dari enam peran yang disampaikan diatas.
Dalam keadaan tertentu, sangat sulit untuk mengukur keberhasilan sebuah misi yang dibebankan. Ketika negara-negara mempersiapkan kekuatannya untuk berperang melawan musuh eksternal, indikator keberhasilan terbaik dalam banyak kasus adalah menghindari pertempuran bersenjata, dengan menganggap bahwa perang dengan membenturkan kekuatan bersenjata tidak menyelesaikan permasalahan sebenarnya, sehingga masing - masing memilih menggunakan pola - pola dan perangkat diplomatik atau dengan memanfaatkan mediator negara atau liga bangsa yang berpengaruh.
Contoh terbaik yang pernah terjadi adalah Perang Dingin, dimana selama perang dingin tidak pernah terjadi konflik bersenjata secara langsung antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kondisi ini dapat terjadi karena masing-masing negara bersikap menunggu dan hanya akan melancarkan second strike, hanya melakukan serangan balas bila fihak lain memulai serta dengan memanfaatkan negara- negara yang tidak terlibat konflik, sebagai mediator untuk mempengaruhi kebijakan pemimpin alliansi negara yang berkonflik.
Contoh terbaik yang pernah terjadi adalah Perang Dingin, dimana selama perang dingin tidak pernah terjadi konflik bersenjata secara langsung antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kondisi ini dapat terjadi karena masing-masing negara bersikap menunggu dan hanya akan melancarkan second strike, hanya melakukan serangan balas bila fihak lain memulai serta dengan memanfaatkan negara- negara yang tidak terlibat konflik, sebagai mediator untuk mempengaruhi kebijakan pemimpin alliansi negara yang berkonflik.
Dalam kasus operasi internal, permasalahan pokok yang menjadi pemicu adalah adanya kesenjangan Ideologi, politik, ekonomi dan sosial budaya menyebabkan konflik sosial yang menimbulkan implikasi kepada tugas komunitas keamanan. Konflik sosial yang terjadi tidak mungkin dapat diatasi oleh komunitas keamanan, karena akar permasalahan menjadi bagian dari tugas, peran dan fungsi lembaga yang membidangi sektor yang terjadi kesenjangan. Bila keputusan negara hanya memerangi akan cenderung berlarut dan sangat sulit memperoleh dan menyatakan kemenangan, selama permasalahn pokok yang menjadi penyebab tidak diatasi dengan baik.
Perang melawan terorisme global dapat dianggap berhasil jika serangan tidak terjadi. Semua fihak harus mengambil peran agar pengaruh yang ditanamkan oleh fihak tertentu tidak merasuki jiwa masyarakat. Memerlukan langkah koordinasi, kerjasama antar institusi agar permasalahan yang menjadi akar permasalahan yang dapat dimanipulasi oleh kelompok keras dapat ditangkal. Akar permasalahan tidak hanya yang bersifat fisik saja tetapi juga yang psikis, yang membutuhkan sinergi antar institusi dalam menanganinya. Apabila dengan langkah-langkah yang dilakukan secara bersama ini berhasil menekan dan mengurangi perkembangan terrorisme dan aksi teror, maka misi ini dianggap sebagai langkah yang efektif.
Dalam upaya memerangi kejahatan yang berkembang, para pakar menganggap sama halnya seperti pelaksanaan tugas bantuan kemanusiaan. Baik kriminal maupun bencana alam yang pernah terjadi adalah dengan memperkecil resiko dan korban yang ditimbulkan. Dalam istilah yang dikenal akrab dalam masyarakat dan ilmu pengetahuan adalah masalah persiapan dan mitigasi. Secara lebih familier dapat disampaikan bahwa upaya pencegahan lebih memberi keuntungan daripada hanya mengatasi apa yang telah terjadi, untuk menekan tingkat kejahatan dimasyarakat atau hilangnya nyawa dan harta benda akibat bencana dalam batas yang dapat diterima.
Masalah serupa berkenaan dengan operasi mendukung perdamaian. Jika konflik antara pihak karena agama, etnis, atau perbedaan politik dan memerlukan intervensi oleh pasukan keamanan asing. Dalam beberapa kasus yang dilakukan oleh PBB, pengerahan pasukan perdamaian tanpa persetujuan dari pemerintah setempat, sehingga kehadiran pasukan perdamaian tidak akan memecahkan penyebab dasar yang menyebabkan konflik. Sebaliknya, kehadiran mereka harus dapat memberikan stabilitas setempat, memisahkan kemarahan dan ketegangan antar fihak yang berkonflik dan berusaha agar dapat mewujudkan ruang yang memungkinkan untuk negosiasi.
Setelah secara panjang lebar berbicara masalah efektif dan efisien, maka sangat dibutuhkan sebuah konsep yang terukur bagaimana seharusnya menghitung efektifitas dan efisiensi dalam pelaksanaan tugas dalam komunitas keamanan.
Dari hasil pengamatan, penelitian dan mempelajari berbagai literatur yang berkaitan dengan pembahasan permasalahan ini, ada beberapa hal yang dianggap penting untuk dapat menciptakan sebuah misi menjadi efektif. Hasil penelitian ini mendukung munculnya 3 persayaratan utama yang hars dipenuhi untuk menilai efektifitas sebuah misi. Pertama, harus tersedia rencana yang tersusun secara terstruktur dalam bentuk strategi sampai kepada terbentuknya doktrin, sesuai dengan tugas yang akan dilaksanakan. Sebagai contoh, dalam sebuah negara, membutuhkan adanya strategi keamanan nasional, strategi militer nasional, strategi untuk bantuan bencana, doktrin intelijen, doktrin kontra-terorisme, dan masih banyak doktrin yang dibutuhkan sesuai permasalahan yang mungkin akan dihadapi. Kedua, harus ada struktur dan proses yang baik untuk merumuskan rencana dan menerapkannya. Proses ini harus melibatkan kementerian pertahanan dan “keberadaan dewan keamanan nasional “ untuk dapat melaksanakan koordinasi antar-lembaga dan memberi peluang terbitnya kebijakan politik negara. Ketiga, negara dalam pengerahan sumber daya politik, uang, dan tenaga, harus berkomitmen untuk dapat memastikan bahwa kebutuhan peralatan komunitas keamanan telah terpenuhi, pasukan terlatih dengan baik dan melengkapi aset lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan peran dan misi yang ditugaskan. Apabila salah satu dari persyaratan ini tidak dapat dipenuhi oleh negara, sulit membayangkan bagaimana sebuah negara dalam menyelenggarakan salah satu peran dan misi dapat berlangsung secara efektif.
Untuk menilai efisiensi dalam Penggunaan Sumber Daya dalam pelaksanaan peran, tugas dan fungsi, umumnya diawali dengan mempertimbangkan seberapa besar peran dan misi, dihadapkan dengan pelaksanaan salah satu jenis tugas.
// bahasan selanjutnya mengenai bagaimana sipil di era demokratis memperhitungkan bagaimana hubungan 3 instrumen dalam komunitas keamanan dalam mengendalikan efektfitas dan efisiensi dalam pengerahan kekuatan militer dalam pelaksanaan semua tugas konflik bersenjata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar