Minggu, 30 Januari 2011

Pembinaan kemampuan pertahanan

 Sambungan ...2 Selesai.

PERTAHANAN NEGARA WAJIB DIPERSIAPKAN OLEH PEMERINTAH

4. Bagaimana Militer mempersiapkan diri.

4.1. Perang bukan hanya domain tentara. Perang merupakan masalah sangat vital bagi sebuah negara, perang menentukan tegak atau runtuhnya negara sehingga harus dipelajari secara mendetail. Wee Chow Hou (2001,15) dan Perang adalah sesuatu yang sangat penting sehingga tidak mungkin hanya diserahkan kepada militer. Kalah atau menang perang tidak hanya didominasi oleh kekuatan tentara, tetapi juga menyangkut elemen lain yang secara bersama-sama saling memperkuat dan saling mendukung. Perang perlu pembiayaan yang besar, yang berarti membutuhkan kekuatan perekonomian negara, oleh sebab itu, perang hanya akan dilakukan apabila diperhitungkan pasti menang dan dalam waktu yang singkat. Perang juga perlu dukungan kekuatan diplomasi, yang bergerak untuk memperoleh dukungan internasional, sehingga opini internasional menjadi penentu kemenangan perang, seperti pengalaman yang pernah dilakukan oleh Vietnam atau pengalaman Indonesia pada awal kemerdekaan. Perang sangat membutuhkan dukungan informasi, pengetahuan tentang musuh dan kelemahan dan kerawanan musuh, kekuatan musuh, sehingga pasukan dapat menentukan sasaran terlemah untuk dihancurkan yang akan mempengaruhi kesiapsiagaan musuh.
Dengan melihat pola peperangan yang berkembang saat sekarang, terdapat aktor negara maupun bukan negara yang berperan dan berusaha melemahkan kekuatan negara dari dalam negeri secara perlahan namun pasti. Oleh sebab itu pemerintah wajib meningkatkan ketahanan disegala bidang, baik ideologi, politik , ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Meningkatkan ketahanan Nasional diawali dengan mengeliminir kelemahan dan kejanggalan yang sudah nampak jelas dan dengan memberdayakan seluruh elemen kekuatan negara, sesuai tugas dan tanggungjawab para pemangku kepentingan termasuk bagaimana pertahanan negara dipersiapkan.

4.2. Belajar memahami perang. Peran Komunitas Pertahanan, yang dinyatakan Andi wijayanto, dalam Revolusi krida yudha (revolution of warfare), mengutip pendapat Eliot Cohen (2010, 212), bahwa Instrumen perang terdiri dari kombinasi teknologi militer, organisasi militer dan strategi operasi militer, yang setiap saat akan berubah manakala terjadi perkembangan teknologi militer kedalam organisasi militer. Lebih lanjut Andi Wijayanto mengutip pendapat Rossen, bahwa revolusi peperangan meliputi inovasi doktrin perang, restrukturisasi tata pertempuran dan peningkatan kinerja pertempuran melalui evaluasi gelar pertempuran. Dalam pandangannya bahwa kapabilitas militer belum diarahkan untuk mencapai revolusi krida yuda, dan baru bergerak dalam mengeliminasi karakter tentara politik yang dikembangkan oleh Jendral Nasution dalam konsep jalan tengah. 

Militer telah mengembangkan berbagai jenis senjata baru dengan mengadopsi perkembangan teknologi dibidang telekomunikasi, informasi, komputerisasi dan digitalisasi, untuk memenangkan pertempuran. Sejarah perkembangan teknologi militer mencatat bahwa evolusi yang telah terjadi menurut Knox dan Murray yang dikutip Andi Wijayanto (2010; 213-4) tahapan tersebut adalah : (1) pembentukan negara modern dengan institusi militer modern yang didukung dengan reformasi organisasi dan taktik militer serta reformasi sistem logistik militer; (2) Mobilisasi dan militerisasi warganegara, mobilisasi ekonomi negara,dukungan politik negara dan tentara warga negara; (3) Industrialisasi militer dan mengadopsi teknologi; (4) Integrasi antar angkatan dan integrasi metode pertempuran; dan (5) pengembangan senjata pemusnah massal, komputerisasi dan digitalisasi senjata. 

Dengan mempelajari sejarah perkembangan teknologi ini, saat ini negara berkembang masih belum melewati meskipun pada tahap pertama, juga masih terkendala pada tahap kedua dan baru memulai / merintis tahapan ketiga. Sehingga bila dihadapkan dengan perkembangan teknologi yang sudah diterapkan oleh negara-negara maju sangat tertinggal.


Sabtu, 29 Januari 2011

Pembinaan kemampuan Pertahanan

 Lanjutan 1....
SISTEM PERTAHANAN NEGARA
WAJIB DIPERSIAPKAN OLEH NEGARA


3. Evolusi Strategi perang.

3.1. Pendapat publik terhadap sistem pertahanan semesesta. Sudah saatnya perang semesta dipersepsikan sebagai bentuk peperangan yang meskipun pada level kebijakan tidak terjadi benturan dengan menggunakan kekuatan militer, namun perang dikemas mulai propaganda dan perang ekonomi, dengan melakukan penyusupan, mempengaruhi dan mengendalikan aktor-aktor negara secara terencana dan konstitusional, menyusun langkah-langkah halus dan terus menerus merongrong ketahanan negara disegala bidang kehidupan untuk melemahkan semua elemen kekuatan negara secara perlahan tetapi pasti, mulai dari Ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Kesiapsiagaan kekuatan tetap berlangsung sebagai langkah terakhir setelah negara sasaran lumpuh dan tidak memiliki semangat untuk melawan. 

Sebuah contoh nyata, bagaimana Indonesia telah menjadi negara sasaran, yaitu pujian tentang Indonesia sebagai negara Demokrasi terbesar nomor 3 didunia, yang dinyatakan sebagai paling demokratis, karena telah berani menerapkan pemilu presiden, Parlemen dan pilkada langsung. Namun apabila mau menelisik lebih jauh kemana arah yang menjadi sasaran pujian tersebut, sebenarnya sangat jelas yaitu “menguras kekayaan Negara dengan pemborosan biaya Pemilu”. Beberapa kali Menteri dalam Negeri menyatakan bahwa biaya pemilu yang dikeluarkan oleh calon Gubernur, Bupati dan Walikota, sebagai biaya kampanye dan lain-lain tidak cukup hanya dengan 10 Milyar, tetapi dapat mencapai ratusan milyard. Setelah sang calon terpilih menjadi pejabat negara sebagai Gubernur, Bupati, atau Walikota termasuk anggota DPR, dapat dilihat dari banyaknya kasus korupsi yang menimpa para Gubernur, Bupati dan Walikota, setelah menyelesaikan atau masih dalam masa jabatannya. Keadaan ini jelas terarah pada penghancuran struktur dan kultur politik Indonesia. Belum lagi bila dihitung dengan biaya kebutuhan logistik pemilu, yang harus dikeluarkan dari APBD dan APBN, yang jelas-jelas merusak kemampuan ekonomi negara. Sementara masih banyak rakyat yang sangat membutuhkan perhatian, karena mereka masih miskin dan menghadapi kesulitan hidup sehari-hari, tetapi belum dapat ditangani secara baik karena anggaran yang tersedia telah diboroskan untuk kepentingan politik. 

Contoh lain, tentang penerapan sistem perdagangan bebas, konsep ini telah dikaji secara matang oleh negara- negara maju, yang ingin merebut pasar dunia. Mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki oleh negara-negara berkembang dalam menyusun program peningkatan perekonomian, mereka berfikir apabila tidak segera dilakukan langkah strategis, akan kehilangan pasar. Memanfaatkan kelemahan negara berkembang, memaksakan konsep perdagangan bebas, untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, berpenduduk padat dan masih dalam pengelolaan perekonomian negara, sebagai pasar bagi negara-negara maju. Penerapan sistem perdagangan bebas ini, bila tidak segera disikapi dengan peningkatan daya saing yang efektif, akan memperburuk posisi Indonesia dalam upaya mengembangkan perekonomian negara dan pada akhirnya rakyat yang akan menjadi korban. Situasi ini mengakibatkan pemerintah sulit menyediakan dana cukup untuk menyusun sistem pelayanan yang baik bagi rakyat, yang mengakibatkan rakyat merasa diabaikan dan akan memunculkan sikap menentang kepada pemerintah serta melunturkan loyalitas rakyat kepada negara, yang implikasinya akan menjadi pekerjaan komunitas keamanan negara, termasuk Tentara.

Apabila melihat beberapa kebijakan publik, dan mendalami beberapa pasal yang tertuang dalam undang-undang , akan menemukan indikasi yang kuat yang lain, bahwa bentuk perang dengan menerapkan pola economic warfare dan propaganda telah diterapkan oleh kekuatan dari luar negara, baik oleh aktor negara maupun non negara memanfaatkan kelemahan mental dan moral aktor penentu kebijakan, sebagai suatu bukti bahwa “perang tidak hanya cukup dengan pengerahan kekuatan dan kekerasan, tetapi melakukan dengan berbagai cara yang mendukung agar perang dapat dimenangkan sampai musuh mau mengikuti kemauan pemenang, termasuk dengan menggunakan strategi pembusukan dari dalam, menciptakan konflik dalam negeri, kekacauan politik dan melemahkan ekonomi negara sasaran” Benoit Durieux (2001,254).


Jumat, 28 Januari 2011

Pembinaan kemampuan pertahanan


naskah ke -1  dari 3 naskah dalam satu judul
 
SISTEM PERTAHANAN NEGARA
WAJIB DIPERSIAPKAN OLEH NEGARA

Oleh : Juanda Syaifuddin, M.Si (Han)


1. Pendahuluan.   Tahun 1998 tercatat sebagai periode paling suram dalam sejarah perekonomian Indonesia yang akan selalu diingat, karena  prestasi ekonomi yang telah dicapai selama dua dekade musnah, sekaligus menenggelamkan semua harapan dan bayangan indah, dalam menyongsong millenium baru.  Krisis semenjak tahun 1997 berkembang semakin buruk dalam waktu singkat dan dampak krisis dirasakan secara nyata oleh masyarakat serta dunia usaha.   Dana Moneter Internasional (IMF) turun tangan sejak Oktober 1997, namun tidak bisa segera memperbaiki stabilitas ekonomi dan rupiah,   krisis ekonomi Indonesia tercatat sebagai yang terparah di Asia Tenggara yang  berkembang menjadi krisis multidimensi dan melumpuhkan nyaris seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa, yang berujung pada  berakhirnya  pemerintahan  Presiden Soeharto.    Bantuan untuk memulihkan perekonomian Indonesia, dilakukan oleh IMF dan selama kerjasama berlangsung, semua sistem perekonomian Indonesia diatur dan dikendalikan  serta harus mengikuti kebijakan mereka.  Dibalik bantuan tersebut disinyalir IMF mengemban agenda yang dirancang oleh negara donor, secara terselubung menanamkan pengaruhnya secara berakar untuk mengendalikan perekonomian di Indonesia.  

Pada dasarnya  setiap negara berusaha untuk lebih unggul dari negara yang lain dan untuk mencapainya bersedia melakukan apapun, bahkan sampai menyusupkan aktor  ahli  kedalam sistem negara saingannya.  Oleh karenanya, di jaman yang serba modern saat sekarang, pengelola negara wajib mewaspadai adanya musuh/pesaing dan selalu berusaha mencari untuk menemukan siapa musuh/pesaing yang sebenarnya, karena    para aktor ahli yang menyusup, dapat berfikir secara berbeda dengan menampakkan sikap damai dan membantu  namun secara tersembunyi telah menentukan sasaran dan mampu mengelola  konflik.    Menghindari konflik yang tidak menguntungkan dan menghadapi konflik yang tidak dapat dihindari dengan menerapkan manuver yang sulit dilacak agar tetap dapat  mempertahankan citra yang baik.   


Minggu, 23 Januari 2011

Internasional

DILEMMA :

INTERVENSI DAN KEDAULATAN

Pada dasarnya tidak sebuah negarapun berhak untuk mencampuri urusan dalam negeri suatu negara berdaulat lain. Piagam PBB telah mengatur prinsip kedaulatan negara dan non-intervensi dalam Pasal 2 (1) yang berbunyi “The organization is based on the principle of the sovereign equality of all the members.”
Pasal 2 (4) :
“All members shall refrain in their international relation from the threat or use of force against the teritorial integrity or political independence of any state, or in any other manner inconsistent with the purpose of the United Nations.”
Pasal 2 (7) :
“Nothing contained in the present charter shall autorize the United Nations to intervene in matters which essentially within the domestic jurisdiction of any state or shall require the Members to submit such matters to settlement under the present charter, but the principle shall not prejudice the application of enforcement measures under chapter VII.”

Ketentuan piagam tersebut dengan jelas menyatakan bahwa dalam hubungan antar negara tidak diperbolehkan adanya intervensi. Pengaturan tersebut semakin dikuatkan dengan resolusi majelis umum PBB no 2625 (XXV) yang dikeluarkan tanggal 24 Oktober 1970, yang kemudian diterima sebagai Deklarasi Majelis Umum Tentang Prinsip-Prinsip Hukum International Mengenai Hubungan Persahabatan dan Kerjasama Antar negara yang berkaitan dengan Piagam PBB.

Jumat, 21 Januari 2011

Profesionalisme

PENGARUH ANGGARAN DAN KESEJAHTERAAN
DALAM MENCAPAI TENTARA PROFESIONAL


1. Pendahuluan. Kepentingan utama pembentukan sebuah negara adalah mempertahankan dan menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah serta melindungi keselamatan bangsa dari ancaman yang akan merebut kedaulatan negara dan wilayah. Karena kepentingan tersebut, maka negara membentuk organisasi angkatan bersenjata dengan tugas yang jelas, sebagai alat pertahanan yang berkewajiban untuk mempertahankan dan menjaga kedalatan negara serta melindungi keselamatan bangsa dari semua bentuk ancaman. Agar tentara mampu melaksanakan tugas tersebut maka organisasi tentara harus disiplin, setia, terdidik dan terlatih.

Profesionalisme militer adalah sebuah tuntutan, yang harus dapat dicapai oleh setiap organisasi Militer, sebagai salah satu persyaratan agar tentara mampu melaksanakan tugasnya sebagai kekuatan pertahanan negara. Profesional, merupakan gabungan antara keahlian dan tanggungjawab. Keahlian dapat diperoleh dari pendidikan dan latihan, sedangkan tanggungjawab dibentuk dari sikap untuk melaksanakan tugas yang dibebenkan kepada organisasi, dengan tidak melakukan penyimpangan dari ketentuan dan peraturan yang berlaku yang didukung oleh kedisiplinan. Untuk menjadikan tentara yang profesional membutuhkan pendidikan dan latihan yang sesuai dengan kepentingannya, yang berarti lembaga pendidikan dan latihan harus dilengkapi dengan fasilitas dalam bentuk komponen-komponen pendidikan agar pengetahuan dan ketrampilan yang ditansformasikan kepada prajurit dapat terlaksana secara optimal. Demikian juga halnya dengan latihan, membutuhkan fasilitas, sarana, prasarana yang cukup serta ketersediaan doktrin agar latihan dapat mendukung tercapainya keahlian yang dibutuhkan searah dengan tugas yang akan dihadapi oleh setiap prajurit dan setiap jenis organisasi. 

Untuk dapat melaksanakan latihan yang baik membutuhkan kesungguhan dan konsentrasi dari setiap peserta latihan baik pelatih, pendukung maupun pelaku latihan. Penyelanggara dan peserta latihan harus dapat memfokuskan kepada program latihan yang ditetapkan, tanpa membagi perhatian kepada permasalahan lalin diluar kegiatan latihan. Agar konsentrasi dan perhatian dapat tertuju seutuhnya kepada program dan kegiatan, tidak boleh ada permasalahan lain yang belum terselesaikan dan belum terpenuhi, baik perlengkapan maupun kebutuhan bagi keluarganya, yang hanya dapat terlaksana apabila kesejahteraan prajurit telah dicukupi. Beberapa tinjauan terhadap upaya mewujudkan tentara profesional, disampaikan beberapa elemen pengaruh ditinjau dari kesejahteraan, Anggaran dan doktrin.


Minggu, 02 Januari 2011

Perang bukan Genocida

  

Perang bukan Genocida


Perang dan genosida, merupakan istilah yang berbeda, sehingga  apabila  perang dianggap sama dengan genocida, adalah pendapat yang tidak dapat disetujui.   Adapun bila dalam sebuah perang dan terdapat dinamika pembantaian terhadap etnis tertentu, maka itu adalah kasus tersendiri, yang tidak berlaku secara  seragam dan selalu terjadi.   Seperti bila dilihat pada kasus perang dunia II, perang berlangsung antar Negara yang menyatakan perang, disatu sisi Jerman dan kelompoknya, disisi lain Sekutu dengan segala perkuatannya.   Dalam perencanaan  dan persiapan perang, tidak ada tertuang rencana untuk menghancurkan atau melenyapkan bangsa tertentu.   Kalaupun ada mungkin hanya dalam pikiran pemimpin perang, pemimpin Nazi, yaitu Hitler.   Dalam kasus peran dunia kedua terjadi genocide yang dilakukan oleh Hitler, dengan mengerahkan kekuatan militer terorganisir, membantai etnis Yahudi, namun dinamika kasus ini tidak termasuk dalam perencanaan dan strategi perang.
          Sebuah perang, dalam pelaksanaanya selalu disusun strategi dan selalu memiliki tujuan dan sasaran. Perang secara umum berlaku bagi dua negara atau lebih saling berhadapan dengan menggunakan kekuatan militer, atau dengan cara lain setelah perang berevolusi, intinya tujuan politik sebuah Negara dapat dicapai.   Secara teoritis, tujuan perang adalah untuk  memaksa musuh menyerah tanpa syarat, penundukan negara, musuh bangsa dengan menggunakan prinsip penghancuran.   Ada babarapa jenis perang, antara lain  perang Absolut, cenderung mengabaikan hukum internasonal dan prinsip moral , menggunakan kekuatan militer secara tidak terkontrol.   Mobilisasi dilakukan secara total baik Sumberdaya manusia, Sumberdaya nasional  maupun ekonomi untuk tujuan perang.   Dalam pengendaliannya dibentuk organisasi sentral dengan tujuan terarah , menguasai semua aspek kehidupan publik  dan swasta untuk kepentingan perang.   Dalam pelaksanaan perang absolut, telah menghapuskan batas antara sipil dan militer , sipil menjadi tulang punggung dalam pelaksanaan perang dan juga menjadi target  tindakan musuh.