Senin, 18 Januari 2016

TERORISME, DIANTISIPASI ATAU DITANGGULANGI ?



POSISI TNI DALAM MENGATASI TERORISME
PADA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK



1.    Pendahuluan.   Perkembangan terorisme dan ancaman kepada keselamatan manusia, bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga dinegara-negara lain di dunia.   Banyak teori dan pandangan tentang terorisme, namun belum ada sebuah kesepakatan tentang apa definisi terorisme yang sebenarnya.   Beberapa fihak memandang bahwa teror menjadi sebuah taktik yang diterapkan sebagai bagian dari cara untuk mendukung strategi perang, yang pada akhirnya dianggap sebagai bentuk perang asimetri yang diterapkan oleh fihak yang tidak cukup memiliki kekuatan militer untuk menghadapi musuh yang lebih besar dan didukung dengan persenjataan yang modern. Pendapat lain menyatakan bahwa terror sebagai cara yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepadaa fihak penguasa untuk  mempengaruhi kebijakan yang diambil demi mendukung kepentingan politik sebuah kelompok kepentingan.   Bahkan terorisme dapat muncul karena hanya dengan cara itu, suatu kelompok dapat menyampaikan tuntutan terhadap perlakuan fihak penguasa yang mereka anggap tidak adil  dalam berbagai bidang.   BJ. Habibie pada acara di pondok pesantren Kempek di Cirebon  yang dipublikasikan pada [1]menyampaikan beberapa pendapat tentang terorisme :

“  Terorisme adalah tindakan teror atau kekerasan yang dilaksanakan secara sistematik dan tidak dapat diperhitungkan yang dilakukan terhadap negara, penyelenggara pemerintahan -- baik eksekutif maupun legislatif --, bahkan terhadap warga elit sosial-politik dan perseorangan dalam negara, untuk memperjuangkan sasaran politik teroris.   Sejarah membuktikan, baik organisasi politik "kanan" maupun "kiri", organisasi nasional, organisasi etnik, organisasi agama, bahkan angkatan bersenjata dan polisi rahasia negara pun pernah melakukan tindakan terorisme”.

Perbedaan terorisme masa kini dari terorisme masa lalu yaitu korban masyarakat sipil lebih banyak dan luas karena teroris dengan sengaja merekayasa dan melaksanakan teror secara acak di mana aksi teror lebih memilih lokasi dimana kesibukan masyarakat relatif tinggi atau lokasi yang dipadati banyak orang.   
Pada abad ke 21, motif dan cara terorisme berubah dan berkembang. Perkembangan teknologi seperti senjata dan sistem persenjataan serba automatis, bahan ledakan yang sangat kompak dengan pengendalian jarak jauh, akan memperkuat mobilitas, ketepatan waktu dan kedahsyatan kerusakan akibat tindakan kekerasan berencana oleh teroris.   Biasanya terorisme dimanfaatkan oleh gerakan kelompok perorangan atau institusi politik yang menghendaki ketidakstabilan pemerintahan atau sistem pemerintahan dengan sasaran mengubah konstitusi.   Baik pelaku sistem pemerintahan maupun rezim yang ada dan mereka yang mau mengubahnya, telah memanfaatkan terorisme sebagai prasarana.   Dari kacamata pemerintah yang sah, gerakan yang memiliki program "perubahan total' melalui kekerasan dan tidak melalui jalan yang telah diatur UU, dinamai "terorisme". Namun "perubah atau pemberontak" menganggapnya proses perjuangan.   Mengingat Bangsa Indonesia, telah menetapkan melalui kebijakan publik bahwa terorisme adalah tindak pidana, bagaimana implementasi tugas TNI dalam mengatasi terorisme pada OMSP yang tertuang dalam UU no 34 tahun 2004 ?

Minggu, 01 November 2015

STRATEGI MILITER NASIONAL DAN DOKTRIN MILITER SEBAGAI WILAYAH OTONOMI TNI






Disusun untuk Negara oleh Juanda Sy., M.Si (Han), 



1.         Pendahuluan.  Indonesia sebagai Negara berkembang, dalam menyusun kebijakan Negara, cenderung  belajar dari Negara-negara yang telah mapan dan Negara maju, karena beranggapan bahwa Negara- Negara tersebut telah memiliki pengalaman yang cukup luas dan telah melalui berbagai tahapan, sehingga piranti lunak dan organisasi Negara yang disusun dapat menjangkau semua tugas dan kewajiban Negara.   Secara khusus dalam bidang keamanan Nasional dan pertahanan Negara, Indonesia juga mengadopsi konsep yang diterapkan Negara maju, meskipun tidak secara utuh, karena Indonesia sampai saat sekarang menjadi salah satu dari sedikit Negara yang belum menerapkan system Keamanan Nasional.  Perkembangan hubungan Internasional, telah mengubah pola hubungan antar Negara yang saling menghormati dan mendukung upaya bersama untuk mencapai perdamaian dunia.   Meskipun pada kenyataannya, masih terjadi pemaksaan kehendak terhadap sebuah Negara untuk mengikuti sebuah system yang sudah diterapkan oleh banyak Negara yaitu demokrasi.   Pola pemaksaan kehendak yang dilakukan oleh sebuah Negara atau suatu aliansi, hampir selalu diawali dengan tanpa kekerasan, mulai dari embargo, larangan terbang dan propaganda, yang diarahkan untuk melemahkan dari dalam Negara sasaran.     Kesadaran mengenai hal ini sangat penting untuk dikembangkan di Indonesia, agar semua pemangku kepentingan dapat mendeteksi lebih awal adanya indikasi yang mengarah kepada kemungkinan usaha-usaha fihak lain untuk melemahkan Negara.

Jumat, 30 Oktober 2015

Pembinaan kemampuan pertahanan


 PEMBINAAN KEMAMPUAN PERTAHANAN
DALAM SISTEM PERTAHANAN NEGARA



Created by :  Juanda Sy., M.Si (Han)

1.         Pendahuluan.    Kebijakan negara dibidang pertahanan negara, menentukan bahwa Pemerintah berkewajiban merumuskan  Kebijakan Umum Pertahanan Negara dengan melibatkan Dewan Pertahanan Nasional dan Kementrian Pertahanan.   Kebijakan Umum Pertahanan Negara menjadi dasar dan pedoman bagi Menteri Pertahanan untuk merumuskan kebijakan penyelenggaraan Pertahanan Negara yang disusun dalam buku Doktrin Pertahanan Negara dan kebijakan penggunaan kekuatan yang dituangkan dalam buku Strategi Pertahanan Negara, selanjutnya Panglima TNI, merencanakan, menyusun dan mengembangkan strategi militer Nasional sebagai implementasi dari doktrin Pertahanan Negara  dengan tetap mempedomani seluruh kebijakan politik tentang pertahanan negara.  
Doktrin yang diterbitkan TNI, (seharusnya sebagai penjabaran strategi militer Nasional) menetapkan bahwa dalam pelaksanaan tugas operasi militer,  kekuatan yang dilibatkan tidak hanya TNI tetapi juga institusi diluar TNI dan komponen bangsa lainnya, sehingga dibutuhkan koordinasi dan kerjasama antar institusi, agar semua tugas yang dilakukan dapat terselenggara dengan baik dan berhasil mencapai sasaran yang ditetapkan.   Mendukung kebijakan ini, Panglima TNI telah menetapkan kebijakan menyangkut optimalisasi peran TNI, yang diimplementasikan dalam kegiatan menyiapkan piranti lunak sebagai landasan hukum, melakukan penjajakan di berbagai instansi pemerintah yang memungkinkan untuk dilakukan kerjasama, menyusun program kegiatan berdasarkan skala kebutuhan yang disesuaikan dengan struktur dan kultur daerah, menyiapkan dan melengkapi sarana dan prasarana serta menyiapkan anggaran sesuai batas kemampuan anggaran TNI.[1]